Kamis, 11 Februari 2010

mega marsely (223107087)

Nama : mega marsely
Nim :2i23107087
Jurusan : D3 MTUB







ABSTRAK MAKALAH

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
PULAU SULAWESI
DIKAITKAN DENGAN TRANSPORTASI JALAN REL

OLEH

DIREKTUR JENDERAL PENATAAN RUANG
DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH


Makalah ini berisikan uraian mengenai issues pengembangan wilayah Pulau Sulawesi, arahan pengembangan Pulau Sulawesi sebagai salah satu wilayah strategis di Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta skenario dan strategi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi. Diuraikan pula bahwa rencana pembangunan Trans Sulawesi Railway Network ini merupakan bagian integral dari upaya mewujudkan sistem nasional untuk mendorong pengembangan wilayah dengan pendekatan penataan ruang. Untuk itu, pengembangannya seyogyanya dilakukan dengan memperhatikan keserasian dan keselarasan dengan pengembangan sistem transportasi lain di Sulawesi, pengembangan kawasan-kawasan fungsional, dan pengembangan sistem perkotaan.




I. Latar Belakang
Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Pulau Sulawesi, mengingat potensi Pulau Sulawesi yang besar dengan keunggulan kompetitif pada sektor-sektor perkebunan (kakao, cengkeh, kopi, jambu mete), perikanan laut (tuna dan cakalang), tanaman pangan (padi dan jagung), serta pertambangan (nikel, aspal dan marmer). Selain itu, terdapat potensi lain pada wilayah Pulau Sulawesi yang memiliki keunggulan komparatif yang juga membutuhkan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang handal. Potensi tersebut adalah eco-cultural tourism yang didasarkan atas keunikan budaya lokal dan keanekaragaman hayati (biodiversity), seperti ditemukan pada taman-taman nasional (Rawa Aopa dan Dumoga) dan taman-taman laut (Wakatobi, Bunaken, dan Takabonerate).

Seluruh potensi yang dimiliki Pulau Sulawesi dengan keunggulan kompetitif dan komparatifnya masing-masing, sangat prospektif untuk dipromosikan ke pasar berskala regional maupun internasional. Hal ini terkait dengan masih tingginya demand atas produk-produk unggulan yang dihasilkan oleh Pulau Sulawesi, disamping posisi geografis wilayah Pulau Sulawesi yang strategis pada pintu gerbang menuju pasar potensial Asia Pasifik , misal negara ASEAN, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan RRC.

Salah satu upaya untuk menghubungkan potensi-potensi unggulan pada wilayah Pulau Sulawesi dengan outlet-outlet utama dan kemudian ke lokasi pasar potensial tersebut adalah dengan pembangunan prasarana dan sarana transportasi jalan rel. Mengingat jalan rel memiliki keandalan dibanding dengan prasarana dan sarana transportasi lainya, yakni ditinjau dari segi kemampuan jarak tempuh yang jauh (long-distance transportation mode), kapasitas pengangkutan yang besar, keramahan pada lingkungan, tingkat keamanan dan keselamatan yang relatif tinggi, serta dari segi ekonomisnya untuk pengangkutan besar. Dengan karakteristik produk-produk unggulan wilayah yang umumnya besar dari segi volume serta dukungan prasarana jalan yang belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pergerakan orang dan barang di Sulawesi (baik secara kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas), maka keberadaan jaringan jalan rel menjadi sangat relevan.
Oleh karenanya, untuk mewujudkan jaringan jalan rel di Sulawesi, maka pada tanggal 26 Mei 2002 yang baru lalu di Kota Gorontalo telah disepakati Rencana Aksi Program Pengembangan Ekonomi se-Sulawesi yang salah satu butirnya menegaskan urgensi pembangunan prasarana dan sarana transportasi jalan rel. Rencana Aksi tersebut dituangkan dalam Kesepakatan Pemerintah Propinsi se-Sulawesi yang pada dasarnya merupakan bentuk kerjasama pembangunan lintas-propinsi se-Sulawesi dalam rangka mewujudkan visi masyarakat Sulawesi 2020 yang sejahtera dan beradab, bertumpu pada kemandirian lokal dan semangat solidaritas kawasan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara khusus rencana pembangunan TSRN ditujukan untuk meningkatkan volume perdagangan dan arus investasi melalui peningkatan mobilitas orang dan barang dalam wilayah Pulau Sulawesi, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan Master Plan Pembangunan Jalan Kereta Api di Sulawesi (Ditjen Hubdar, 2001) maka jaringan jalan kereta api direncanakan memiliki panjang rel  1275 km, yang akan dibangun secara bertahap menurut skala prioritasnya. (Mohon periksa Tabel 1). Adapun total biaya investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan prasarana dan sarana jalan rel mencapai  USD 2684 juta atau setara dengan 26 Triliun Rupiah.


II. RTRW Pulau Sulawesi sebagai Acuan Pelaksanaan Pembangunan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN)
Pembangunan prasarana dan sarana pada dasarnya dilakukan untuk mendorong pengembangan wilayah, yang ditempuh melalui pendekatan penataan ruang. Penataan ruang nasional sebagai landasan keterpaduan program pembangunan prasarana dan sarana, serta pengembangan sektor-sektor lainnya diwujudkan dalam Sistem Nasional. Sistem Nasional merupakan ‘kerangka’ pembangunan nasional yang mencakup 4 (empat) komponen, yaitu : (a) sistem prasarana antar kawasan dan antar pusat permukiman (kota), (b) sistem pusat-pusat permukiman (kota), (c) pengembangan kawasan andalan, tertentu, tertinggal prioritas (termasuk kawasan perbatasan) dan (d) pengelolaan sumber daya air dan satuan wilayah sungai prioritas.

Sebagai bagian integral untuk mewujudkan sistem nasional diatas, di dalam SISTRANAS telah disebutkan adanya rencana pengembangan jalur kereta api untuk melayani angkutan barang khusus di Pulau Sulawesi dan Kalimantan, yang didalam proses pengembangannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), baik RTRW Nasional, Pulau, Propinsi, dan Kabupaten/Kota.

Dalam konteks ini RTRW Pulau – sebagai alat operasionalisasi RTRW Nasional – pada dasarnya memuat strategi pengelolaan dan pengembangan wilayah Pulau, untuk : (a) kawasan lindung dan budidaya (termasuk kawasan-kawasan strategis seperti Kawasan Andalan dan KAPET, (b) sistem pusat-pusat pelayanan (permukiman perkotaan dan perdesaan), serta (c) sistem prasarana wilayah (jalan, jalan rel, pelabuhan laut dan udara). Dengan kata lain, RTRW Pulau merupakan strategi pengembangan dan pengelolaan sumber daya secara terpadu pada wilayah Pulau dalam rangka menciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional antara sentra-sentra produksi pada kawasan-kawasan strategis, simpul-simpul pelayanan (permukiman perkotaan dan perdesaan) dengan outlet-outlet pemasaran (pelabuhan laut dan udara) yang dihubungkan satu sama lain dengan sistem jaringan transportasi (darat, laut dan udara).

Apabila dikaitkan dengan rencana pembangunan transportasi jalan rel, maka RTRW Pulau diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alat koordinasi dan landasan perumusan program-program pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah. Selain itu RTRW Pulau diharapkan dapat dimanfaatkan pula sebagai landasan pelaksanaan prinsip sinergitas pembangunan dan pengelolaan kompetisi (managed competition) untuk mencapai kesepakatan atas pengelolaan dan pengembangan prasarana dan sarana wilayah (termasuk jalan rel), sekaligus meminimalkan terjadinya potensi konflik lintas wilayah dan sektor.

Terkait dengan hal diatas, maka atas inisiatif Pemerintah Propinsi se-Sulawesi, pada tanggal 22 Pebruari 2001 yang lalu di Manado telah dilakukan penandatanganan Naskah Kesepakatan antara Depkimpraswil c.q Ditjen Penataan Ruang dengan Pemerintah Propinsi se-Sulawesi c.q Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS), tentang Penataan Ruang Pulau Sulawesi. Peran Depkimpraswil adalah memberikan fasilitasi penataan ruang lintas propinsi pada lingkup pulau agar percepatan pembangunan Pulau Sulawesi sebagai bagian dari agenda nasional untuk percepatan pembangunan KTI dan pemantapan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicapai.
III. Issues dan Permasalahan Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi
Pengembangan Trans Sulawesi Railways Network (TSRN) diharapkan bukan hanya mengacu pada RTRW Pulau Sulawesi, namun lebih dari itu, menjadi bagian yang penting atau memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan berbagai issues dan permasalahan pengembangan wilayah. Adapun issues dan permasalahan pengembangan wilayah Pulau Sulawesi yang sifatnya strategis dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
a. Ketimpangan pengembangan wilayah yang terjadi antara bagian Tengah-Tenggara yang relatif tertinggal terhadap bagian Selatan-Utara pada Pulau Sulawesi, diantaranya disebabkan oleh keterkaitan yang rendah antara satu kawasan dengan kawasan lainnya serta keterisolasian wilayah akibat minimnya dukungan transportasi (darat dan laut). Hal ini tercermin dari angka PDRB antar wilayah propinsi di Pulau Sulawesi, dimana propinsi Sulsel dan Sulut memberikan share yang mencapai 83% dari total share PDRB Pulau Sulawesi.
b. Masih terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di Pulau Sulawesi terbatas pada Ibukota Propinsi, yang kurang memberikan dampak pemerataan pada wilayah lainnya. Aglomerasi kegiatan perekonomian saat ini terbatas pada simpul-simpul utama (kota-kota nasional), seperti Makassar, Manado, Palu, Kendari, Pare-Pare dan Gorontalo.
c. Distribusi penduduk yang tersebar merata pada seluruh wilayah pulau mengakibatkan biaya investasi yang tinggi untuk pengembangan prasarana wilayah. Hal ini diindikasikan dengan jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah propinsi Sulsel (103,9 jiwa/km2) dan Sulut (139,3 jiwa/km2) yang jauh lebih besar dari jumlah dan kepadatan penduduk pada wilayah propinsi Sulteng (27,3 jiwa/km2) serta Sultra (57,3 jiwa/km2)
d. Terganggunya jalur transportasi (khususnya jalan lintas), yang menghubungkan pusat produksi ke outlet (pemasaran), seperti misalnya jalan dengan kondisi kritis pada ruas Porehu (Sultra)- Batas Sulsel; ruas jalan Bulantio-Tolinggula di Sulawesi Utara; dan ruas Kendari-Rate-rate-Kolaka di Sulawesi Tenggara. Selain itu masih terdapat jalan yang ‘belum tembus’ (sekitar 157 km), yang terdapat pada ruas-ruas : ruas Baturebe – Tondoyono – Kolonedale dan ruas Bungku – Marole (di batas Sulteng-Sultra) serta ruas Laleko – Tolala (Sultra).
e. Masih kurangnya perhatian terhadap sektor distribusi akibat pelayanan dan kapasitas prasarana dan sarana outlet (terutama pelabuhan laut) yang kurang memadai, sehingga mengakibatkan ketergantungan pengangkutan produk-produk ekspor pada kapal asing serta orientasi pemasaran melalui Jakarta ataupun Surabaya.
f. Pengelolaan Taman-taman Nasional (baik darat maupun laut) yang belum memperhatikan dimensi keberlanjutannya. Contohnya adalah terjadinya perambahan hutan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (Sultra) dan Lore Lindu (Sulteng); Kurang terpeliharanya kelestarian Taman Laut Bunaken akibat pendangkalan Teluk Menado; dan terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom di Taman Laut Nasional Wakatobi (Sultra).
g. Potensi sumber daya kelautan yang sangat besar hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal di Sulawesi karena masih terbatas pada pemanfaatan potensi perikanan tangkap untuk keperluan internal. Pada tiga kawasan laut di Sulawesi - Teluk Tomini, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi – yang memiliki potensi hayati berkisar 976,9 ribu ton/tahun, maka 57% diantaranya telah dimanfaatkan, sementara 33% dari maximum sustainable yield masih idle. Potensi sumber daya laut (marine resources) yang besar tersebut diharapkan akan menjadi basis bagi pengembangan wilayah Sulawesi pada masa datang.
h. Besarnya potensi konflik lintas wilayah jurisdiksi di beberapa wilayah perairan, terutama Teluk Tomini, Teluk Bone, dan Selat Makassar untuk penangkapan dan budidaya ikan/hasil-hasil laut lainnya.
i. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup akibat pengelolaan sumber daya alam yang kurang optimal, seperti diindikasikan dari keberadaan Satuan Wilayah Sungai (SWS) kritis seperti SWS Walanae-Cenranae, Jeneberang, Bolango-Bone, Palu-Lariang, Sadang dan Ranowangko-Tondano. Selain itu juga terjadi pendangkalan pada danau-danau besar, seperti Limboto (Gorontalo), Tempe dan Poso (Sulteng) dan Tondano (Sulut) atau pendangkalan Teluk Kendari dan Teluk Manado.



IV. Arahan Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi sebagai Prime Mover Pengembangan Kawasan Timur Indonesia
Pengembangan wilayah Pulau Sulawesi tidak dapat dilepaskan dari upaya percepatan pembangunan pada wilayah KTI, melainkan harus merupakan satu kesatuan konsepsi strategi pengembangan KTI yang utuh, mengingat peran Pulau Sulawesi sebagai salah satu prime-mover pengembangan wilayah KTI disamping Pulau Kalimantan. Untuk itu, RTRW Pulau Sulawesi harus mengakomodasikan kebijakan-kebijakan pengembangan KTI agar berbagai upaya pembangunan lintas wilayah dan lintas sektor dapat berjalan secara serasi, selaras, saling menguatkan (sinergis), dan dapat memberikan multiplier effect yang besar bagi kawasan-kawasan di sekitarnya.

Maka, berdasarkan arah pengembangan RTRW Nasional telah disusun 7 (tujuh) kebijakan pokok pengembangan KTI, yang juga berlaku untuk pengembangan wilayah Pulau Sulawesi. Adapun 7 (tujuh) kebijakan pokok tersebut yang berlaku untuk wilayah Pulau Sulawesi meliputi :
a. Pembangunan KTI dikembangkan secara terpadu lintas wilayah administrasi dan lintas sektor dengan memanfaatkan RTRWN, RTRW Pulau dan RTRW Propinsi.
b. Pengembangan kawasan-kawasan prioritas dalam rangka percepatan pertumbuhan wilayah KTI (KAPET sebagai unit corporate mandiri ; kawasan cepat tumbuh dan potensial tumbuh ; kawasan KESR BIMP-EAGA melalui peningkatan kerjasama lintas negara) ; dan tanpa melupakan kawasan tertinggal.
Kawasan-kawasan tertinggal di P. Sulawesi diantaranya adalah : kawasan pesisir di Sulut (Kep. Sangihe-Talaud dan Pantai Selatan), di Gorontalo (Batudara, Popayato), di Sulteng (Poso, Teluk Matarape, Pulau Samit), di Sultra (Muna Barat, Kabaena, Poasia-Moramo-Wawonii) dan di Sulsel (Latimojong, Kep. Pangkajene, Selayar); kawasan terisolasi di Gorontalo (Suwawa), di Sultra (Mowewe Utara), dan di Sulteng (Umu, Tidantana).
c. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai kawasan depan yang dilakukan dengan memadukan pendekatan prosperity dan security, seperti pada kawasan perbatasan Sangihe-Talaud (Sulut) dengan perairan Philipina.
d. Simpul-simpul utama KTI didorong sebagai pusat/hub ekonomi wilayah Timur Indonesia ke pasar internasional yang didukung oleh pengembangan industri pengolahan. Simpul-simpul utama di Sulawesi yang juga merupakan kota-kota nasional, meliputi : Gorontalo, Manado, Bitung, Tahuna, Palu, Kendari, Makassar, Pare-Pare, Maros, Takalar, Palopo dan Sungguminasa.
e. KTI merupakan sentra pendukung ketahanan pangan nasional yang diarahkan untuk mendukung kebijakan substitusi import. Hal ini dicapai melalui pengembangan pola agroindustri terpadu dengan mengembangkan potensi pertanian skala besar (agriculture estate) yang dilengkapi dengan sistem manajemen modern berbasis teknologi (technology-based farming system), serta memiliki akses ke sentra produksi dan pasar regional/internasional dengan memanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana yang tersedia.
Kawasan-kawasan strategis yang merupakan sentra produksi tanaman pangan di Pulau Sulawesi, meliputi : di Sulut (Kotamobagu dsk) ; di Gorontalo (Gorontalo dsk) ; di Sulteng (Palu dsk, Poso dsk, Kolonedale dsk), di Sultra (KAPET Buton-Kolaka-Kendari) dan di Sulsel (Makassar dsk, Palopo dsk, Bulukumba dsk, Mamuju dsk, KAPET Pare-Pare).
f. KTI merupakan sentra pengembangan kelautan terpadu dengan memperhatikan peningkatan kemampuan teknologi kelautan dan perikanan secara bertahap ; pemanfaatan sumber daya alam yang belum tergali secara berkelanjutan ; pengembangan tidak terfokus pada kawasan pesisir saja (namun termasuk pula kawasan yang lebih luas menuju pasar dunia). Dalam hal ini, laut merupakan alat pengawal dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan NKRI.
Sentra-sentra pengembangan kelautan di Pulau Sulawesi meliputi : di Sulut (KL Bunaken dsk dan KL Batutoli dsk) ; di Gorontalo (KL Tomini dsk) ; di Sultra (KL Tolo dsk, KL Bone dsk, dan KL Tukangbesi) ; di Sulteng (KL Tolo dsk, KL Tomini), dan di Sulsel (KL Bone dsk, KL Selat Makassar dsk, KL Singkarang dsk).
g. Wilayah KTI merupakan sentra pengembangan potensi sumber daya alam yang berorientasi ekspor (seperti misalnya nikel, aspal, kakao, kopi, cengkeh, dsb) , yang diarahkan untuk tetap mendorong peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.


V. Skenario dan Strategi Pengembangan Tata Ruang Pulau Sulawesi
Skenario pengembangan untuk mewadahi atau memberi bingkai bagi strategi pengembangan tata ruang wilayah Pulau Sulawesi adalah skenario pengembangan yang berorientasi ke luar dengan sistem outlet hirarkis fungsional dan dengan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan.
Pengembangan tata ruang yang beorientasi keluar berarti melihat Pulau Sulawesi sebagai wilayah terbuka yang berinteraksi dengan wilayah lain di luar Pulau, baik nasional maupun internasional. Perekonomian Pulau Sulawesi akan didorong untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal dan mengoptimalkan potensi-potensi internal yang dimiliki, sehingga ekspor Pulau Sulawesi semakin besar dan semakin berperan dalam pasar global. Dengan skenario ini, diharapkan pembangunan Pulau Sulawesi dapat menjawab tantangan global sekaligus konsolidasi wilayah
Dalam berhubungan dengan dunia luar, Pulau Sulawesi akan memiliki pintu-pintu yang secara fungsional berhirarki, artinya akan ada beberapa pelabuhan/bandara primer, beberapa pelabuhan/bandara sekunder dan tersier. Hirarki ini dimaksudkan untuk efisiensi pergerakan barang dan orang, serta menghemat pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur.
Untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan pemerataan, maka di dalam Pulau akan diupayakan terjadi interaksi antara pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah belakangnya. Secara konseptual, hubungan ini merupakan jabaran dari konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan (growth poles). Prasarana transportasi selain akan berfungsi sebagai media berlangsungnya spread effect, juga berperan untuk melayani (peran pasif) sekaligus membangkitkan (peran aktif) kegiatan sosial ekonomi pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah.
Penjabaran dari skenario ini adalah sebagai berikut (lihat Diagram 1 berikut) :
Diagram 1
Konsep & Skenario Pengembangan Pulau Sulawesi




• Pulau Sulawesi akan memiliki 2 (dua) outlet utama yaitu Makassar dan Bitung, serta beberapa outlet sekunder yaitu Kendari, Palu dan Luwuk. Pelabuhan Makassar melayani wilayah Sulsel dan Sultra, Kalteng, Kaltim, Kalsel, dan NTT untuk pasar ekspor. Pelabuhan Bitung melayani Sulut, Gorontalo, Sulteng, Maluku, dan Papua, untuk pasar ekspor.

• Untuk arus barang dan penumpang antar propinsi dan antar kabupaten, antar kawasan, dan lingkup nasional maka:
 Pelabuhan Kendari dapat melayani Sultra, khususnya untuk KAPET Bukari.
 Pelabuhan Luwuk dapat melayani kawasan andalan Luwuk, Kolonedale dan sekitarnya.
 Pelabuhan Palu dapat melayani Sulteng bagian Barat seperti Kawasan Poso, Mamuju, Toli-toli, dsk.
• Masing-masing kawasan andalan perlu dipacu perkembangannya sebagai pusat pertumbuhan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, serta memperhatikan kemungkinan menciptakan sinergi dan multiplier effect terhadap wilayah-wilayah tertinggal. Akses antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya harus diperbaiki sehingga spread effect dapat benar-benar terjadi dan daerah belakang terangkat dari keterbelakangan.
• Produksi kawasan andalan akan dikumpulkan pada simpul terdekat untuk dibawa ke simpul hirarki yang lebih tinggi. Akses antar simpul harus diupayakan lebih baik. Pengembangan jaringan transportasi yang menghubungkan antar propinsi/antarkabupaten/kota atau antar kawasan andalan didasarkan pada konsep keterkaitan antar kawasan.
• Keberadaan kawasan lindung harus tetap dijaga kelestariannya agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga kesinambungannya.

Skenario diatas kemudian dijabarkan kedalam bentuk strategi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi untuk mewujudkan pola dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Pulau yang diharapkan. Adapun strategi pengembangan dimaksud diuraikan sebagai berikut :
• Percepatan pembangunan wilayah Tengah-Tenggara P. Sulawesi yang relatif tertinggal agar terjadi keseimbangan perkembangan antar kawasan
• Mengembangkan pengelolaan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan wilayah pesisir secara lebih optimal,
• Mendorong pengembangan sistem kota yang lebih efisien untuk menyebarkan dan menyeimbangkan pusat-pusat pertumbuhan
• Meningkatkan aksesibilitas antar kawasan yang menghubungkan potensi daratan dan kelautan dengan pasar lokal (Sulawesi), regional (antar Pulau dalam wilayah Indonesia), dan global (Asia Pasifik)
• Mendorong terciptanya pengelolaan kompetisi antar-sektor dan antar-kawasan unggulan (managed competition)
• Mengembangkan sistem permukiman pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terutama di P. Kabaena dan P. Buton (Sultra), Kep. Banggai (Sulteng) dan Kep. Sangir-Talaud (Sulut).
• Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional dalam frame BIMP-EAGA dan AIDA, untuk mewujudkan Sulawesi sebagai salah satu “prime mover” pengembangan KTI.


VI. Interkoneksi Jaringan Transportasi Pulau Sulawesi
6.1 Interkoneksi Jaringan Jalan dengan Jaringan Jalan Rel
Sesuai dengan arahan SISTRANAS, maka pada masa yang akan datang Pulau Sulawesi akan memiliki struktur jaringan jalan Gelang dan Sirip Sulawesi yang seluruhnya berfungsi arteri primer. Gelang Sulawesi terdiri atas Lintas Barat yang menghubungkan Kota Bulukumba—Bantaeng—Jeneponto – Takalar Makassar—Pangkajene – Barru – Pare-Pare – Majene – Mamuju – Baros (Sulsel) hingga ke Palu di Sulteng. Jalan Lintas Barat kemudian terhubung dengan Lintas Timur yang menghubungkan kota-kota Palu – Poso – Pepe – Wotu (Sulteng) – Palopo – Tarumpake – Sengkang – Watampone – Sinjai dan Bulukumba (Sulsel). Disamping itu, terdapat pula Sirip Sulawesi yang menghubungkan kota-kota Wotu (Sulteng) – Malili (Sulsel) – Kolaka – Unaaha – Kendari (Sultra), kemudian sirip Poso – Ampana – Pagimana – Luwuk (Sulteng) dan sirip Palu – Tobali – Kasimbar – Mepanga (Sulteng) – Gorontalo – Kwandang (Gorontalo) – Maelang – Manado hingga Bitung (Sulut). (Selengkapnya mohon periksa Tabel 2).
Pada saat ini, jaringan jalan lintas di Sulawesi telah membentuk struktur jaringan seperti yang diarahkan oleh SISTRANAS, walaupun pada sebagian ruas masih berfungsi sebagai jalan kolektor primer. Jalur-jalur jalan tersebut melayani angkutan utama dan menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama termasuk outlet (pelabuhan laut dan pelabuhan udara) dan merupakan jaringan utama transportasi nasional. Pada tahun 2020 keseluruhan jaringan jalan diatas diharapkan dapat ditingkatkan statusnya secara bertahap menjadi jaringan jalan arteri. Total panjang seluruh jaringan jalan lintas di Pulau Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan jaringan jalan lintas eksisting di Sulawesi meliputi :
• Jalur Barat : sepanjang pantai Barat P. Sulawesi, mulai dari kota Jeneponto – Makassar – Pare-Pare – Pinrang – Polewali – Mamuju – Donggala – Palu – Toli-Toli – Bual – Umu - Molingkaputo di Propinsi Sulawesi Utara, sepanjang  1848 km.
• Jalur Tengah : sepanjang pantai Timur Propinsi Sulawesi Selatan, mulai dari Jeneponto, Bantaeng – Bulukumba – Watampone – Sengkang – Palopo – Tarengge – Poso – Molosipat – Marisa – Isimu - Kwandang sampai dengan Kota Manado dan Bitung di Propinsi Sulawesi Utara, dengan total panjang  1925 km.
• Jalur Timur : sepanjang pantai Timur P. Sulawesi mulai dari Kota Poso di wilayah Propinsi Sulteng ke Ampana – Pagimana – Luwuk – Batui – Kolonedale – Bungku – Lasolo – Kendari – Tinanggea – Kolaka sampai dengan Tarengge di Propinsi Sulsel sepanjang 2200 km. Pada jalur Timur ini, tidak kurang dari 157 km masih belum tembus, seperti pada ruas-ruas Baturube – Tondoyono (Sulteng), Tondoyono – Kolonedale (Sulteng), Bungku – Marole (Batas Sultra), Laleko – Tolala (Sultra)
Meskipun terjadi peningkatan pelayanan prasarana transportasi darat (khususnya jalan), namun aksesibilitas internal Pulau Sulawesi masih relatif kurang memadai. Untuk itu, keberadaan jaringan jalan rel kereta api diharapkan tidak saja menjadi alternatif moda transportasi, namun dapat komplementer dengan jaringan jalan eksisting di Sulawesi. Jalur-jalur krusial yang perlu diprioritaskan peningkatan aksesibilitasnya berturut-turut adalah : (1) Gorontalo – Bitung – Manado, (2) Makassar – Pare-Pare – Mamuju, (3) Palu – Poso, dan (5) Kolaka – Kendari. Namun demikian, jalur-jalur lain yang perlu pula dikembangkan pada rentang waktu berikutnya agar seluruh simpul-simpul utama di Pulau Sulawesi dapat saling terhubungkan satu sama lain, antara lain : jalur Gorontalo – Marissa – Palu, jalur Makassar – Bulukumba – Watampone, jalur Poso – Wotu – Palopo, dan jalur Wotu – Malili – Kolaka.
Hal yang perlu dipertimbangkan secara matang adalah kondisi fisik-morfologi wilayah yang cenderung berbukit dan bergunung pada bagian tengah Pulau Sulawesi. Kondisi ini pada kenyataannya cukup menyulitkan aksesibilitas internal pulau. Hampir 52% dari wilayah Sulawesi bagian Tengah berada pada kemiringan lereng diatas 40%, sementara 26% lainnya berada pada kemiringan antara 15 - 40%. Luasan lahan yang relatif datar di Sulawesi sangat terbatas (22%), umumnya berada di kawasan pesisir pantai dan banyak dilintasi oleh sungai-sungai. Kondisi ini mengakibatkan besarnya investasi yang dibutuhkan baik untuk menghubungkan jalur-jalur jalan lintas maupun untuk pembangunan jalan rel kereta api.

6.2 Interkoneksi Jaringan Jalan Rel dengan Outlet-Outlet
Pengembangan jaringan jalan rel kereta api pun harus terpadu dengan pengembangan outlet-outlet, khususnya dengan pelabuhan laut, yang dimaksudkan agar aliran hasil-hasil produksi dari sentra-sentra produksi (kawasan-kawasan andalan dan KAPET) ke lokasi-lokasi pasar dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien. Adapun pelabuhan laut (outlet-outlet) utama yang sekaligus merupakan simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi adalah Makassar, Bitung, Kendari, Palu, Gorontalo, Pare-Pare, Luwuk, Baubau, Toli-Toli, Poso dan Raha. (Selengkapnya mohon periksa Tabel 4).
Selanjutnya, perhatian khusus perlu diberikan untuk keterpaduan pengembangan jaringan jalan rel kereta api dengan kawasan-kawasan strategis, simpul-simpul pertumbuhan, dan outlet-outlet utama pada bagian Timur perairan Pulau Sulawesi - yakni Selat Makassar yang memisahkan Pulau Sulawesi dengan Kalimantan - dimana terdapat salah satu Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) . ALKI merupakan jalur laut pelayaran internasional untuk menjamin keamanan jalur perhubungan laut internasional yang melewati Indonesia, dan merupakan salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam mengembangkan sistem transportasi laut nasional. Dalam kaitan ini selain untuk kepentingan pertahanan, keberadaan ALKI merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk percepatan pengembangan wilayah Sulawesi bagian Barat, mengingat aksesibilitas dari dan menuju pasar potensial (ASEAN dan Asia Pasifik) diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.
Beberapa kota nasional pada wilayah Pulau Sulawesi bagian Timur yang memiliki peluang memanfaatkan jalur ALKI tersebut memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda, meliputi sebagai kota pusat pemerintahan (ibukota propinsi), kota perbatasan negara, kota sebagai pintu gerbang nasional/internasional ditandai dengan keberadaan pelabuhan utama primer/sekunder, kota pusat kegiatan ekonomi nasional, atau kota pusat pelayanan dari kawasan tertentu (misal kawasan perbatasan). Kota-kota tersebut merupakan pusat pertumbuhan dari kawasan-kawasan strategis yang dilayaninya, seperti diperlihatkan pada Tabel 5 pada Lampiran.


VII. Dampak Pembangunan Jaringan Jalan Rel terhadap Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan fungsi dan peran strategis jalan rel di Pulau Sulawesi sebagai satu kesatuan sistem dengan prasarana dan sarana transportasi lain (darat, laut dan udara), maka pembangunan TSRN diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi secara keseluruhan. Adapun dampak positif dimaksud meliputi :
1. Meningkatnya aksesibilitas dari pusat-pusat produksi (khususnya KAPET dan kawasan andalan) ke outlet-outlet pemasaran, seperti Makassar dan Bitung.
2. Meningkatnya keterkaitan fungsional antar kawasan, antar kota, antar desa-kota, antar produksi-distribusi, kawasan berkembang-tertinggal sehingga mendorong tercapainya keseimbangan antar wilayah yang lebih baik.
3. Meningkatnya cakupan pasar sebagai produk-produk unggulan di Sulawesi (captive global market place), diantaranya dengan memanfaatkan jalur ALKI II yang melintasi Selat Makassar.
4. Meningkatnya pemanfaatan potensi unggulan wilayah secara optimal, yang diikuti dengan meningkatnya daya saing produk-produk unggulan di Sulawesi, akibat penurunan biaya transportasi dan peningkatan efisiensi.
5. Mendukung misi pengembangan Pulau Sulawesi untuk:
a. Pengembangan sistem kota di Sulawesi yang terpadu.
b. Pembentukan sistem transportasi inter dan intra propinsi se-Sulawesi.
c. Pengintegrasian pusat-pusat kota pertanian (agropolitan), pertambangan, dan pesisir (kelautan) dengan sistem kota di Sulawesi.

Namun demikian, untuk merealisasikan keberadaan jaringan jalan rel kereta api ini dibutuhkan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan yang sangat besar. Untuk itu, pengembangan jaringan rel kereta api perlu dilakukan secara bertahap mengikuti skala prioritas yang harus disepakati bersama. Selain itu, komitmen dan kemitraan antara Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha (Swasta), baik yang bersifat Penanaman Modal Asing maupun Modal Dala m Negeri perlu terus didorong untuk membiayai investasi awal yang dibutuhkan secara kolektif.


VIII. Penutup
Rencana pengembangan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN) merupakan upaya strategis untuk percepatan pembangunan wilayah Pulau Sulawesi, sebagai salah satu prime mvoer pengembangan KTI. Pengembangan jaringan jalan rel kereta api di Sulawesi sangat penting untuk mendukung pemanfaatan kekayaan sumber daya alam, pemasaran dan perluasan skala ekonomi hasil-hasil produksi. Rencana pengembangan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN) seyogyanya berada dalam bingkai pengembangan wilayah, sebagai bagian integral untuk mewujudkan sistem nasional yang ditempuh melalui pendekatan penataan ruang.
Agar upaya ini benar-benar dapat mendukung pengembangan sektor-sektor lainnya serta memberikan multiplier effect yang besar bagi pengembangan kawasan-kawasan di Pulau Sulawesi, maka rencana pengembangan TSRN harus selaras dengan RTRW Pulau Sulawesi dan SISTRANAS. Pada dasarnya, rencana pembangunan TSRN merupakan bagian dari upaya pembangunan jangka panjang yang dicapai secara bertahap untuk menangani berbagai issues dan permasalahan pengembangan wilayah yang bersifat strategis, serta sekaligus untuk mewujudkan visi masyarakat Sulawesi 2020 yang dicita-citakan.










Lampiran

Tabel 1
Rencana Segmen dan Urutan Prioritas
No. Segmen Panjang (km) Prioritas
1 Menado-Bitung 48 Tinggi
2 Gorontalo-Bitung 300 Tinggi
3 Makassar-Pare-pare 128 Tinggi
4 Palu-Poso 133 Sedang
5 Kendari-Kolaka 115 Sedang
6 Makassar-Takalar-Bulukumba 128 Sedang
7 Bulukumba-Bajoe 110 Rendah
8 Pare-pare-Bajoe 100 Rendah
9 Pare-pare-Mamuju 213 Rendah
Sumber : Master Plan Pembangunan Jalan KA di Sulawesi, Ditjen Hubdar, 2001

Tabel 2
Pengembangan Jaringan Jalan Menurut Perannya di P. Sulawesi ( 2000-2020 )
No. NAMA RUAS PERAN
TAHUN 2000 TAHUN 2010 TAHUN 2020
A. GELANG SULAWESI
1. LINTAS BARAT
a. Bulu Kumba – Bantaeng – Jeneponto – Takalar – Makasar Kolektor Primer Arteri Primer Arteri Primer
b. Makasar – Pangkajene – Barru – Pare-pare – Majene – Mamuju Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer
c. Mamuju – Baros – Palu Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer
2. LINTAS TIMUR
a. Palu – Poso – Pepe Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer
b. Pepe – Wotu – Palopo – Tarumpakea Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer
c. Torumpakea – Sengkang – Watampone Arteri Primer Arteri Primer
d. Watampone – Sinjai – Bulukumba Arteri Primer Arteri Primer
B. SIRIP SULAWESI
1. Wotu – Malili – Kolaka – Una Ama – Kendari Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer
2. Poso – Ampana – Pagimana – Luwuk Kolektor Primer Arteri Primer Arteri Primer
3. Palu- Tobali – Kasimbar – Mapanga – Gorontalo – Kwandang – Maelang – Manado – Bitung Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer
Sumber : Kaji Ulang Sistranas, 2001

Tabel 3
Data Panjang Jalan Lintas di Sulawesi
Propinsi Panjang Jalan (km)
Lintas Barat Lintas Tengah Lintas Timur Total
Sulawesi Utara 128,55 669,94 - 798,49
Sulawesi Tengah 816,86 610,50 1.223,33 2.650,69
Sulawesi Selatan 922,13 644,12 68,63 1.634,88
Sulawesi Tenggara - - 908,42 908,42
Total 1.867,54 1.924,56 2.200,38 5.992,48
Sumber : Ditjen Prasarana Wilayah - Depkimpraswil, 2001

Tabel 4
Keterkaitan Antara Pengembangan Kawasan Fungsional Dengan Rencana Segmen Jalan Rel Kereta Api di Sulawesi

No Segmen Jalan Rel KA Kawasan Fungsional Kota-Kota dalam Kawasan
1. Menado-Bitung Kawan Menado- Bitung Kota Bitung; Kota Manado; Kabupaten Minahasa: Tondano, Tomohon, Likupang, Amurang
Kater Bitung dsk Bitung; Kemas
Kater Pesisir Pantai Sulut Tanah Wangko; Tumpaan; Amurang; Inobontu; Tahuna
2. Gorontalo-Bitung KAPET Manado-Bitung Kota Bitung; Kota Manado; Kabupaten Minahasa: Tondano, Tomohon, Likupang, Amurang
Kawan Kota Gorontalo Kota Gorontalo
Kawan Dumoga- Kotamobagu dsk Kab. Bolaang Mongondow: Dumoga; Kotamobagu; Molibagu; Kotabunan
Kater Konservasi & Wisata DAS Tondano Tondano; Kakas; Remboken
Kater Bitung dsk Bitung; Kemas
Kater Konservasi & Wisata DAS MOAD Guan; Purworwjo; Mondayag; Kotamubagu
Kating Pantai Selatan Sulut Kema; Belang; Kotabunan; Molobag; Taludaa; Molibagu
3. Palu-Poso Kawan Palu dsk Kota Palu; Kab. Donggala
Kawan Poso dsk Kab. Poso
Kating Poso dsk Kab. Poso
4. Makassar-Pare-pare Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang
Kawan Makasar dsk Kota Makasar; Gowa; Takalar; Maros; Pangkep
Kater Manasa Mamata Gowa (sebagian); Makasar; Maros (sebagian); Takalar (sebagian)
Kater Danau Tempe Wajo; Bone; Sidrap; Soppeng; Barru
Kater Pantai Barat Selatan Janeponto; Takalar; Gowa; Makasar; Maros; Pangkep; Barru; Pare-pare; Pinrang; Polmas; Majene; Mamuju
5. Pare-pare-Mamuju Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang
Kawan Mamuju dsk Polewali; Majene; Mamuju
Kater Pantai Barat Selatan Janeponto; Takalar; Gowa; Makasar; Maros; Pangkep; Barru; Pare-pare; Pinrang; Polmas; Majene; Mamuju
Kater Perbatasan Luwu Utara; Mamuju
Kating Latimojong Polewali Memasa; Mamuju; Tator; Luwo Utara; Luwo
6. Makassar-Takalar-Bulukumba Kawan Makasar dsk Kota Makasar; Gowa; Takalar; Maros; Pangkep
Kawan Bulukumba dsk. Janeponto; Bantaeng; Bulukumba; Sinjai; Selayar
Kater Manasa Matata Gowa (sebagian); Makasar; Maros (sebagian); Takalar (sebagian)
7. Bulukumba-Bajoe (Watampone) Kawan Watampone dsk Bone; Soppeng; Wajo; Sinjai
Kawan Bulukumba dsk. Janeponto; Bantaeng; Bulukumba; Sinjai; Selayar
8. Pare-pare-Bajoe (Watampone) Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang
Kawan Watampone dsk Bone; Soppeng; Wajo; Sinjai
Kater Danau Tempe Wajo; Bone; Sidrap; Soppeng; Barru
9. Kendari-Kolaka Kawan Asesolo Kota Unaaha; Kota Kendari
Kawan Mowedongi Kota Unaaha; Kolaka
Sumber : Hasil Analisis

Keterangan : Kawan = Kawasan Andalan
Kater = Kawasan Tertentu
Kating = Kawasan Tertinggal
KAPET = Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu



Tabel 5
Arahan Tipologi (Besaran & Fungsi Utama) Kota Di Pulau Sulawesi

No Ibukota Kabupaten/Kota Besaran
Kota
Th. 2015 Fungsi Utama Dominasi Kegiatan Wilayah
di Sekitarnya di Masa Mendatang
Outlet Fungsi Kota
Pelabuhan Bandara
1 Makasar 1) 3) 4) 5) Metro Utama Sekunder. Primer Kota Nasional (PKN) Industri, Permukiman, Perdagangan, Jasa
2 Manado 1) 3) 4) Besar - Primer Kota Nasional (PKN) Perdagangan, Jasa
3 Palu 1) Sedang Pengumpan Reg. Sekunder Kota Nasional (PKW) Industri, Perdagangan, Jasa
4 Kendari 1) 3) 4) Sedang Pengumpan Reg. Tersier Kota Nasional (PKW) Industri, Perdagangan, Jasa
5 Gorontalo 1) Sedang Pengumpan lokal Sekunder Kota Nasional (PKL) Perdagangan, Jasa
6 Pare-pare 4) Sedang Pengumpan Reg. - Kota Nasional (PKW) Perdagangan, Jasa
7 Palopo 4) 5) Sedang - - Kota Nasional (PKW) Pertambangan, Industri
8 Bitung 2) 3) 5) Sedang Utama Primer - Kota Nasional (PKL) Jasa, Industri
9 Luwuk Sedang Pengumpan Reg. tersier PKW Pertanian, Perdagangan
10 Bau-Bau Kecil Pengumpan Lokal tersier PKL Pertanian, Jasa
11 Majene Kecil - - PKL Pertanian, Industri, Jasa
12 Polewali Kecil - - PKL Pertanian, Industri
13 Toli-Toli Kecil Pengumpan Lokal tersier PKW Pertanian, Perdagangan, Jasa
14 Bulukumba Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian, Perdagangan
15 Maros 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Jasa
16 Pinrang Kecil - - PKL Pertanian, Jasa
17 Poso Kecil Pengumpan Lokal Tersier PKW Pertanian, Perdagangan, Jasa
18 Raha Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian, Jasa
19 Kotamobagu Kecil - - PKL Pertanian, Permukiman, Jasa
20 Bantaeng Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan
21 Kolaka Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan
22 Mamuju Kecil - - PKW Pertanian, Industri
23 Tondano Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan
24 Pangkajene Kecil - - PKL Pertanian, Industri
25 Sinjai (Balanipa) Kecil - - PKL Pertanian, Jasa
26 Tahuna (Sangihe Talaud) 2) 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Jasa
27 Makale Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan, Jasa
28 Takalar 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Industri, Jasa
29 Donggala Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan
30 Unaaha Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan
31 Barru Kecil - - PKL Pertanian, Jasa
32 Jeneponte Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan
33 Enrekang Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan
34 Limboto Kecil - - PKL Pertanian, Jasa
35 Kolonedale Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian (perikanan), perkebunan
36 Sungguminasa 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) -
37 Soroako 4) 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertambangan
Sumber: Review RTRW Pulau Sulawesi, 2001
Review RTRW Nasional, 2001

Keterangan:
1. Kota Pusat Pemerintahan (ibukota propinsi)
2. Kota-kota Perbatasan Negara
3. Kota sebagai Pintu Gerbang Nasional (ditandai dengan adanya Pelabuhan Utama Primer/Sekunder atau Bandara Udara Primer)
4. Kota-kota pusat kegiatan ekonomi nasional
5. Kota-kota pusat kawasan tertentu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar