Rabu, 10 Februari 2010

MASKAPAI PENERBANGAN DIINDONESIA TERMASUK PALING RAWAN DIDUNIA

MASKAPAI PENERBANGAN INDONESIA TERMASUK PALING RAWAN DIDUNIA



Stasiun televisi Saluran Tujuh Australia, Senin (29/6), menyebutkan bahwa Indonesia, Angola, Liberia, Sudan, dan Korea Utara sebagai lima negara dengan maskapai penerbangan paling tidak aman di dunia. Dalam program siaran Sunrise-nya yang dipantau Antara dari Brisbane, dua penyiar Channel Seven, Mel dan Kochie, mengangkat topik keselamatan penerbangan menyusul terjadinya serangkaian insiden dan kecelakaan terhadap beberapa maskapai penerbangan dunia dalam beberapa bulan terakhir ini.

Dalam acara yang diisi dengan wawancara dengan Redaktur Senior Jurnal Manajemen Penerbangan Air Transport World Geoffrey Thomas itu terungkap bahwa tingkat keselamatan berbagai maskapai penerbangan Indonesia, termasuk Garuda, masih dipandang buruk. Bahkan, Kochie sempat mempertanyakan alasan Pemerintah Australia yang tidak mengikuti langkah Uni Eropa yang sudah terlebih dahulu melarang maskapai penerbangan dari 18 negara, termasuk Indonesia.

Sejauh ini, Garuda merupakan satu-satunya maskapai penerbangan Indonesia yang terbang ke Australia untuk melayani rute penerbangan Denpasar-Sydney, Denpasar-Perth, dan Denpasar-Melbourne.Terlepas dari terjadinya insiden dan kecelakaan penerbangan, termasuk sebuah pesawat Airbus A330 Air France yang terjatuh di Samudra Atlantik yang menewaskan semua penumpang dan awaknya, awal Juni, pesawat masih dianggap alat angkutan yang aman bagi manusia.

Setiap tahunnya ada dua miliar orang bepergian ke berbagai tempat di dunia dengan jasa penerbangan komersial. Menurut Channel Seven, delapan maskapai yang dianggap paling aman di dunia adalah Qantas, Southwest Airlines, Air New Zealand, Delta, Cathay Pacific, Asiana Airlines, Emirates, dan Lufthansa.

Qantas dipertanyakan
Qantas Teraman, Dipertanyakan

Qantas Teraman, Dipertanyakan

Terhadap posisi pertama Qantas dalam daftar maskapai penerbangan teraman di dunia itu, Geoffrey Thomas mencatat, maskapai penerbangan nasional Australia itu juga tetap tak bebas dari sejumlah insiden penerbangan dalam 50 tahun terakhir perjalanannya. Antara mencatat, Qantas mengalami beberapa kali insiden penerbangan serius pada 2008 dan 2009.

Pada 25 Juli 2008 misalnya, pesawat Qantas Boeing 747-400 terpaksa mendarat darurat di Filipina dalam penerbangan langsungnya dari Hongkong ke Melbourne setelah sebuah tabung gas oksigen di pesawat itu meledak. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.

Lalu pada 29 Juli 2008, sebuah pesawat Qantas yang melayani rute penerbangan domestik terpaksa kembali ke Bandar Udara Adelaide, Australia selatan, akibat ada gangguan terhadap pintu roda pendarat. Pada 2 Agustus 2008, Qantas Boeing 767 pun terpaksa kembali ke Bandara Sydney segera setelah lepas landas akibat ada cairan yang keluar dari sayap pesawat tersebut.

Pesawat Qantas Airbus A330-300 dalam penerbangan dari Singapura ke Perth pada 7 Oktober 2008 mengalami turbulensi yang mengakibatkan terlukanya 46 orang penumpang. Akibat serangkaian insiden ini, tingkat kepercayaan publik negara itu pada standar keselamatan Qantas merosot.

Anjloknya tingkat kepercayaan publik Australia itu setidaknya tercermin dari hasil survei UMR, salah satu lembaga riset penting yang berbasis di Australia dan Selandia Baru.

Laporan hasil survei UMR menyebutkan, sebanyak 63 persen dari seribu responden yang mengikuti survei UMR pada 1-7 Agustus dan 19-24 September 2008 memandang standar keselamatan penerbangan Qantas memburuk dalam beberapa tahun terakhir ini. Persentase responden yang kepercayaannya merosost terhadap Qantas ini meningkat sebanyak 11 persen sejak survei pertama dilakukan Agustus 2008.

NAMA:TRYAN DEDY P
D3 MTU A
NIM:223107042

Tidak ada komentar:

Posting Komentar