tag:blogger.com,1999:blog-28348845043684755012023-06-20T21:58:55.890-07:00manajemen mutumanajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.comBlogger36125tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-84838620829152127552010-03-14T08:19:00.000-07:002010-03-14T08:26:28.935-07:00Revisi Tugas Manajemen MutuNAMA : SEKTI WULAN SARI<br />NIM : 223107080<br />JURUSAN : D3 MTU<br /><br /> ISO INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR STANDARDIZATION<br /><br />I. Komitmen ISO dalam Melakukan Penyempurnaan Standar Sistem Manajemen<br />Seperti kita ketahui bersama bahwa International Organization for Standardization (ISO) memiliki komitmen yang konsisten untuk menyempurnakan standar yang diterbitkannya secara berkala. Hal ini dapat kita simak pada ISO 9001 yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1987, kemudian mengalami revisi pada tahun 1994, dan berikutnya pada tahun 2000.<br />Pada pertemuan tahunan ISO TC 176 di Kuala Lumpur, awal Desember 2004 yang lalu, sub committee (SC) yang membidangi ISO 9001 telah menyepakati bahwa perubahan ISO 9001:2000 edisi berikutnya tidak akan menambahkan persyaratan baru. Hal ini perlu ditegaskan karena ISO menyadari adanya gejolak yang cukup besar dari para pengguna standar pada perubahan ISO 9001:1994 ke ISO 9001:2000 yang secara total merubah letak klausul dan pola pikir standar ini. Sehingga ISO TC 176 tidak menginginkan hal ini terjadi lagi pada penerbitan ISO 9001:2008.<br /><br />Pada periode Juli hingga Oktober 2008, Final Draft International Standard (FDIS) 9001:2008 telah disirkulasi kepada seluruh negara anggota ISO untuk mendapatkan masukan penyempurnaan sebelum menjadi International Standard (IS) ISO 9001:2008. Saat tulisan ini dibuat pada pertengahan November 2008, standar ISO 9001:2008 edisi ke-4 ini baru saja dipublikasi secara resmi.<br />Secara prinsip, ISO 9001:2008 tidak mengemukakan persyaratan baru namun hanya mengklarifikasi atau lebih memperjelas persyaratan yang telah ada pada ISO 9001:2000 dan mengarahkan peningkatan konsistensi dengan ISO 14001:2004.<br />II. Masa Transisi ISO 9001:2008<br />Setelah melalui debat yang cukup panjang, Komite Teknis Forum Akreditasi Internasional (IAF) dan Komite Teknis ISO TC 176 menetapkan masa transisi ISO 9001:2008 adalah 24 bulan sejak tanggal standar ini terbit. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi setiap pengguna standar ini terutama organisasi yang disertifikasi dan lembaga sertifikasi. Bagi organisasi yang baru saja mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000, tidak perlu tergesa-gesa harus mengacu pada ISO 9001:2008 yang tentunya berdampak pada fokus dan konsentrasi organisasi tersebut yang telah ditetapkan untuk aktivitas lainnya. Dan bagi lembaga sertifikasi, dapat tetap menjalankan surveillance audit seperti biasanya mengacu pada ISO 9001:2000 sampai siklus sertifikasi selesai. Sehingga bagi organisasi dan lembaga sertifikasi tidak perlu mengerahkan energi dan mengeluarkan biaya ekstra untuk menyambut kehadiran ISO 9001:2008, karena ISO 9001:2000 masih tetap berlaku hingga 15 November 2010.<br />Bagi lembaga sertifikasi, kegiatan sertifikasi berdasarkan ISO 9001:2000 masih dapat dilaksanakan selama 12 bulan sejak ISO 9001:2008 diterbitkan yaitu hingga 15 November 2009. Setelah 15 November 2009, lembaga sertifikasi harus melaksanakan sertifikasi baru dan resertifikasi mengacu pada ISO 9001:2008. Dengan demikian, pada rentang waktu antara 15 November 2009 sampai dengan 15 November 2010 lembaga sertifikasi masih dapat melakukan kegiatan audit surveillance ISO 9001:2000.<br />III. Mengupas ISO 9001:2008 – Butir Perubahan<br />1. Daftar Isi dan Klausul. Tidak ada yang berubah pada bagian ini dan semua letak nomor klausul dan judul klausul masih sama dengan ISO 9001:2000.<br />2. Pengantar. Penambahan pada pernyataan bahwa desain dan implementasi sistem manajemen organisasi dipengaruhi oleh ”Lingkungan bisnis, perubahan lingkunganbisnis, atau resiko yang terkait dengan lingkungan bisnis”. Memberi penegasan bahwa ISO 9004 yang saat ini sedang dalam proses revisi merupakan pelengkap bagi ISO 9001:2008. ISO 9004 direkomendasikan sebagai pedoman bila pimpinan puncak organisasi berkeinginan untuk memperluas manfaat ISO 9001:2008 dalam rangka meningkatkan secara terus menerus kinerja bisnis organisasi dan mengelola organisasi mencapai sukses berkelanjutan.<br />3. Klausul 1, 2, 3 (lingkup, referensi normatif, term and conditions). Penambahan kata “statutory” pada setiap kata regulatory requirements. Selain itu memperjelas bahwa statutory and regulatory requirements dapat diartikan sebagai legal requirements. Penyederhanaan kalimatisasi pada paragraph referensi normatif, mengoreksi ISO 9000:2000 menjadi ISO 9000:2005, menghilangkan penulisan definisi suplier→organisasi →customer karena telah dijelaskan dalam ISO 9000:2005.<br />4. Klausul 4.1 (Persyaratan Umum). Penekanan pada proses outsourcing, yaitu bila organisasi meng”outsource” proses yang berpengaruh terhadap kesesuaian poduk maka organisasi harus menjamin pengendalian proses tersebut. Jenis dan jangkauan pengendalian kegiatan outsourcing ini harus ditetapkan dalam sistem manajemen mutu. Ada penambahan 3 catatan kaki yang menjelaskan definisi outsourcing dan konsekuensinya bagi organisasi dalam menerapkan sistem manajemen mutu.<br />5. Klausul 4.2 (Persyaratan Dokumentasi). Penegasan pada pentingnya “record” (rekaman mutu) sebagai pemenuhan yang diminta dalam penerapan ISO 9001:2008 dan harus dikendalikan dengan seksama.<br />6. Klausul 5 (Tanggung Jawab Manajemen). Sedikit perubahan terjadi pada klausul 5.5.2, yaitu manajemen puncak harus menunjuk seorang Manajemen Representatif dari anggota manajemen organisasinya, disamping tanggung jawab lainnya. Pada ISO 9001:2000, kata organisasi ini tidak disebutkan.<br />7. Klausul 6.2 (Sumberdaya Manusia). Revisi pada klausul 6.2.1 semula pada ISO 9001:2000 tertulis ”personil yang bekerja mempengaruhi mutu produk harus kompeten….” mutu produk direvisi menjadi kesesuaian terhadap persyaratan produk. Klausul 6.2.2 a) dilakukan perubahan yang sama dengan 6.2.1 yaitu kata mutu produk direvisi menjadi kesesuaian terhadap persyaratan produk. Klausul 6.2.2 b) pada ISO 9001:2000 semula menyatakan bahwa ”organisasi harus menyediakan pelatihan atau kegiatan lain untuk memenuhi kompetensi tersebut.” Pada ISO 9001:2008 diperjelas menjadi ”jika dapat diterapkan, organisasi harus menyediakan pelatihan atau kegiatan lain untuk mencapai kompetensi yang diperlukan. Klausul 6.2.2 c) pada ISO 9001:2000 semula menyatakan ”organisasi harus mengevaluasi efektivitas kegiatan lain yang telah dilakukan pada buti 6.2.2 b). Pada ISO 9001:2008 diperjelas menjadi ”organisasi harus memastikan kompetensi yang diperlukan telah dipenuhi.<br />8. Klausul 6.3 (Infrastruktur). Penambahan kata sistem informasi pada butir 6.3 c) menjadi ”Organisasi harus menetapkan, menyediakan dan memelihara infrastrukturyang diperlukan untuk mencapai kesesuaian persyaratan produk, termasuk jasa-jasa pendukung (seperti transportasi, komunikasi, atau sistem informasi).<br />9. Klausul 6.4 (Lingkungan Kerja). Penambahan catatan kaki yang menjelaskan ”lingkungan kerja terkait dengan kondisi saat pekerjaan dilakukan termasuk fisik, lingkungan dan faktor lainnya(misal: kebisingan, temperatur, kelembaban, cahaya, atau cuaca)”.<br />10. Klausul 7.1 (Perencanaan Realisasi Produk). Penambahan kata pengukuran pada klausul 7.1 c) sehingga menjadi: ”Dalam perencanaan realisasi produk, organisasi harus menetapkan kegiatan verifikasi, validasi, pemantauan, pengukuran, inspeksi dan pengujian spesifik terhadap produk dan kriteria untuk keberterimaan produk.<br />11. Klausul 7.2.1 (Penentuan Persyaratan Produk). Penambahan catatan kaki yang menjelaskan ”kegiatan pasca pengiriman termasuk misalnya tindakan penyediaan garansi/ jaminan, obligasi kontrak seperti jasa pemeliharaan, dan jasa tambahan seperti recycle atau pembuangan akhir.”<br />12. Klausul 7.3 (Perancangan dan Pengembangan). Terdapat penambahan catatan kaki pada klausul 7.3.1 yang menjelaskan ”kajian rancangan dan pengembangan, verifikasi dan validasi memiliki tujuan yang berbeda. Kegiatan tersebut dapat dilakuan dan direkam secara terpisah atau dalam setiap kombinasi yang cocok untuk produk dan organisasi.” Terdapat pula penambahan catatan kaki pada klausul 7.3.3 yaitu Informasi produksi dan penyediaan jasa dapat meliputi rincian pengawetan produk.<br />13. Klausul 7.5 (Produksi dan Penyediaan Jasa). Revisi dan klarifikasi dilakukan pada klausul 7.5.1, 7.5.3, 7.5.4, misalnya kata devices menjadi equipment, organisasi harus memelihara rekaman mampu telusur, dan penambahan catatan kaki tentang properti pelanggan dapat meliputi properti intelektual dan data personal.<br />14. Klausul 7.6 (Pengendalian Peralatan Pemantauan dan Pengukuran). Revisi dan klarifikasi dilakukan pada kata devices menjadi equipment. Catatan kaki yang semula mencantumkan ISO 10012-1 dan ISO 10012-2 telah dihapus.<br />15. Klausul 8.2.1 (Kepuasan Pelanggan). Penambahan catatan kaki yang menjelaskan ”pemantauan persepsi pelanggan dapat meliputi perolehan masukan dari sumbernya, misal: survey kepuasan pelanggan, data pelanggan pada pengiriman produk, survey opini, analisis kekalahan bisnis, compliments, klaim garansi, laporan dealer.”<br />16. Klausul 8.2.2 (audit Internal). Tidak ada perubahan berarti pada klausul ini selain penyempurnaan kalimat untuk menunjukkan pentingnya prosedur terdokumentasi, memelihara rekaman audit dan hasil audit, serta menghapus catatan panduan audit ISO 10011 menjadi ISO 19011.<br />17. Klausul 8.2.3 (Pemantauan dan Pengukuran Proses). Penambahan catatan kaki yang menjelaskan ”ketika menetapkan metode yang sesuai, organisasi sebaiknya mempertimbangkan jenis dan jangkauan pemantauan atau pengukuran yang sesuai dengan setiap proses dalam kaitannya dengan dampak kesesuaian persyaratan produk dan efektifitas sistem manajemen mutu .”<br />IV. Langkah Selanjutnya……??<br />Setelah kita menelaah perubahan pada ISO 9001:2008 dibandingkan dengan ISO 9001:2000, secara mendasar tidak banyak tata cara baru yang perlu diadopsi oleh setiap organisasi bila selama ini telah menerapkan dengan efektif ISO 9001:2000. Dengan demikian, untuk comply terhadap ISO 9001:2008 bukanlah hal yang sulit. Penyelarasan dan revisi lebih diarahkan pada dokumentasi dan pemahaman organisasi yang perlu sedikit penyesuaian dengan konteks pengertian ISO 9001:2008. Dengan demikian…..tidak perlu khawatir dengan ISO 9001:2008……manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-17453658614915685922010-03-14T08:12:00.000-07:002010-03-14T08:17:51.619-07:00Revisi Tugas Manajemen MutuI. Komitmen ISO dalam Melakukan Penyempurnaan Standar Sistem Manajemen<br />Seperti kita ketahui bersama bahwa International Organization for Standardization (ISO) memiliki komitmen yang konsisten untuk menyempurnakan standar yang diterbitkannya secara berkala. Hal ini dapat kita simak pada ISO 9001 yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1987, kemudian mengalami revisi pada tahun 1994, dan berikutnya pada tahun 2000.<br />Pada pertemuan tahunan ISO TC 176 di Kuala Lumpur, awal Desember 2004 yang lalu, sub committee (SC) yang membidangi ISO 9001 telah menyepakati bahwa perubahan ISO 9001:2000 edisi berikutnya tidak akan menambahkan persyaratan baru. Hal ini perlu ditegaskan karena ISO menyadari adanya gejolak yang cukup besar dari para pengguna standar pada perubahan ISO 9001:1994 ke ISO 9001:2000 yang secara total merubah letak klausul dan pola pikir standar ini. Sehingga ISO TC 176 tidak menginginkan hal ini terjadi lagi pada penerbitan ISO 9001:2008.<br /><br />Pada periode Juli hingga Oktober 2008, Final Draft International Standard (FDIS) 9001:2008 telah disirkulasi kepada seluruh negara anggota ISO untuk mendapatkan masukan penyempurnaan sebelum menjadi International Standard (IS) ISO 9001:2008. Saat tulisan ini dibuat pada pertengahan November 2008, standar ISO 9001:2008 edisi ke-4 ini baru saja dipublikasi secara resmi.<br />Secara prinsip, ISO 9001:2008 tidak mengemukakan persyaratan baru namun hanya mengklarifikasi atau lebih memperjelas persyaratan yang telah ada pada ISO 9001:2000 dan mengarahkan peningkatan konsistensi dengan ISO 14001:2004.<br />II. Masa Transisi ISO 9001:2008<br />Setelah melalui debat yang cukup panjang, Komite Teknis Forum Akreditasi Internasional (IAF) dan Komite Teknis ISO TC 176 menetapkan masa transisi ISO 9001:2008 adalah 24 bulan sejak tanggal standar ini terbit. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi setiap pengguna standar ini terutama organisasi yang disertifikasi dan lembaga sertifikasi. Bagi organisasi yang baru saja mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000, tidak perlu tergesa-gesa harus mengacu pada ISO 9001:2008 yang tentunya berdampak pada fokus dan konsentrasi organisasi tersebut yang telah ditetapkan untuk aktivitas lainnya. Dan bagi lembaga sertifikasi, dapat tetap menjalankan surveillance audit seperti biasanya mengacu pada ISO 9001:2000 sampai siklus sertifikasi selesai. Sehingga bagi organisasi dan lembaga sertifikasi tidak perlu mengerahkan energi dan mengeluarkan biaya ekstra untuk menyambut kehadiran ISO 9001:2008, karena ISO 9001:2000 masih tetap berlaku hingga 15 November 2010.<br />Bagi lembaga sertifikasi, kegiatan sertifikasi berdasarkan ISO 9001:2000 masih dapat dilaksanakan selama 12 bulan sejak ISO 9001:2008 diterbitkan yaitu hingga 15 November 2009. Setelah 15 November 2009, lembaga sertifikasi harus melaksanakan sertifikasi baru dan resertifikasi mengacu pada ISO 9001:2008. Dengan demikian, pada rentang waktu antara 15 November 2009 sampai dengan 15 November 2010 lembaga sertifikasi masih dapat melakukan kegiatan audit surveillance ISO 9001:2000.<br />III. Mengupas ISO 9001:2008 – Butir Perubahan<br />1. Daftar Isi dan Klausul. Tidak ada yang berubah pada bagian ini dan semua letak nomor klausul dan judul klausul masih sama dengan ISO 9001:2000.<br />2. Pengantar. Penambahan pada pernyataan bahwa desain dan implementasi sistem manajemen organisasi dipengaruhi oleh ”Lingkungan bisnis, perubahan lingkunganbisnis, atau resiko yang terkait dengan lingkungan bisnis”. Memberi penegasan bahwa ISO 9004 yang saat ini sedang dalam proses revisi merupakan pelengkap bagi ISO 9001:2008. ISO 9004 direkomendasikan sebagai pedoman bila pimpinan puncak organisasi berkeinginan untuk memperluas manfaat ISO 9001:2008 dalam rangka meningkatkan secara terus menerus kinerja bisnis organisasi dan mengelola organisasi mencapai sukses berkelanjutan.<br />3. Klausul 1, 2, 3 (lingkup, referensi normatif, term and conditions). Penambahan kata “statutory” pada setiap kata regulatory requirements. Selain itu memperjelas bahwa statutory and regulatory requirements dapat diartikan sebagai legal requirements. Penyederhanaan kalimatisasi pada paragraph referensi normatif, mengoreksi ISO 9000:2000 menjadi ISO 9000:2005, menghilangkan penulisan definisi suplier→organisasi →customer karena telah dijelaskan dalam ISO 9000:2005.<br />4. Klausul 4.1 (Persyaratan Umum). Penekanan pada proses outsourcing, yaitu bila organisasi meng”outsource” proses yang berpengaruh terhadap kesesuaian poduk maka organisasi harus menjamin pengendalian proses tersebut. Jenis dan jangkauan pengendalian kegiatan outsourcing ini harus ditetapkan dalam sistem manajemen mutu. Ada penambahan 3 catatan kaki yang menjelaskan definisi outsourcing dan konsekuensinya bagi organisasi dalam menerapkan sistem manajemen mutu.<br />5. Klausul 4.2 (Persyaratan Dokumentasi). Penegasan pada pentingnya “record” (rekaman mutu) sebagai pemenuhan yang diminta dalam penerapan ISO 9001:2008 dan harus dikendalikan dengan seksama.<br />6. Klausul 5 (Tanggung Jawab Manajemen). Sedikit perubahan terjadi pada klausul 5.5.2, yaitu manajemen puncak harus menunjuk seorang Manajemen Representatif dari anggota manajemen organisasinya, disamping tanggung jawab lainnya. Pada ISO 9001:2000, kata organisasi ini tidak disebutkan.<br />7. Klausul 6.2 (Sumberdaya Manusia). Revisi pada klausul 6.2.1 semula pada ISO 9001:2000 tertulis ”personil yang bekerja mempengaruhi mutu produk harus kompeten….” mutu produk direvisi menjadi kesesuaian terhadap persyaratan produk. Klausul 6.2.2 a) dilakukan perubahan yang sama dengan 6.2.1 yaitu kata mutu produk direvisi menjadi kesesuaian terhadap persyaratan produk. Klausul 6.2.2 b) pada ISO 9001:2000 semula menyatakan bahwa ”organisasi harus menyediakan pelatihan atau kegiatan lain untuk memenuhi kompetensi tersebut.” Pada ISO 9001:2008 diperjelas menjadi ”jika dapat diterapkan, organisasi harus menyediakan pelatihan atau kegiatan lain untuk mencapai kompetensi yang diperlukan. Klausul 6.2.2 c) pada ISO 9001:2000 semula menyatakan ”organisasi harus mengevaluasi efektivitas kegiatan lain yang telah dilakukan pada buti 6.2.2 b). Pada ISO 9001:2008 diperjelas menjadi ”organisasi harus memastikan kompetensi yang diperlukan telah dipenuhi.<br />8. Klausul 6.3 (Infrastruktur). Penambahan kata sistem informasi pada butir 6.3 c) menjadi ”Organisasi harus menetapkan, menyediakan dan memelihara infrastrukturyang diperlukan untuk mencapai kesesuaian persyaratan produk, termasuk jasa-jasa pendukung (seperti transportasi, komunikasi, atau sistem informasi).<br />9. Klausul 6.4 (Lingkungan Kerja). Penambahan catatan kaki yang menjelaskan ”lingkungan kerja terkait dengan kondisi saat pekerjaan dilakukan termasuk fisik, lingkungan dan faktor lainnya(misal: kebisingan, temperatur, kelembaban, cahaya, atau cuaca)”.<br />10. Klausul 7.1 (Perencanaan Realisasi Produk). Penambahan kata pengukuran pada klausul 7.1 c) sehingga menjadi: ”Dalam perencanaan realisasi produk, organisasi harus menetapkan kegiatan verifikasi, validasi, pemantauan, pengukuran, inspeksi dan pengujian spesifik terhadap produk dan kriteria untuk keberterimaan produk.<br />11. Klausul 7.2.1 (Penentuan Persyaratan Produk). Penambahan catatan kaki yang menjelaskan ”kegiatan pasca pengiriman termasuk misalnya tindakan penyediaan garansi/ jaminan, obligasi kontrak seperti jasa pemeliharaan, dan jasa tambahan seperti recycle atau pembuangan akhir.”<br />12. Klausul 7.3 (Perancangan dan Pengembangan). Terdapat penambahan catatan kaki pada klausul 7.3.1 yang menjelaskan ”kajian rancangan dan pengembangan, verifikasi dan validasi memiliki tujuan yang berbeda. Kegiatan tersebut dapat dilakuan dan direkam secara terpisah atau dalam setiap kombinasi yang cocok untuk produk dan organisasi.” Terdapat pula penambahan catatan kaki pada klausul 7.3.3 yaitu Informasi produksi dan penyediaan jasa dapat meliputi rincian pengawetan produk.<br />13. Klausul 7.5 (Produksi dan Penyediaan Jasa). Revisi dan klarifikasi dilakukan pada klausul 7.5.1, 7.5.3, 7.5.4, misalnya kata devices menjadi equipment, organisasi harus memelihara rekaman mampu telusur, dan penambahan catatan kaki tentang properti pelanggan dapat meliputi properti intelektual dan data personal.<br />14. Klausul 7.6 (Pengendalian Peralatan Pemantauan dan Pengukuran). Revisi dan klarifikasi dilakukan pada kata devices menjadi equipment. Catatan kaki yang semula mencantumkan ISO 10012-1 dan ISO 10012-2 telah dihapus.<br />15. Klausul 8.2.1 (Kepuasan Pelanggan). Penambahan catatan kaki yang menjelaskan ”pemantauan persepsi pelanggan dapat meliputi perolehan masukan dari sumbernya, misal: survey kepuasan pelanggan, data pelanggan pada pengiriman produk, survey opini, analisis kekalahan bisnis, compliments, klaim garansi, laporan dealer.”<br />16. Klausul 8.2.2 (audit Internal). Tidak ada perubahan berarti pada klausul ini selain penyempurnaan kalimat untuk menunjukkan pentingnya prosedur terdokumentasi, memelihara rekaman audit dan hasil audit, serta menghapus catatan panduan audit ISO 10011 menjadi ISO 19011.<br />17. Klausul 8.2.3 (Pemantauan dan Pengukuran Proses). Penambahan catatan kaki yang menjelaskan ”ketika menetapkan metode yang sesuai, organisasi sebaiknya mempertimbangkan jenis dan jangkauan pemantauan atau pengukuran yang sesuai dengan setiap proses dalam kaitannya dengan dampak kesesuaian persyaratan produk dan efektifitas sistem manajemen mutu .”<br />IV. Langkah Selanjutnya……??<br />Setelah kita menelaah perubahan pada ISO 9001:2008 dibandingkan dengan ISO 9001:2000, secara mendasar tidak banyak tata cara baru yang perlu diadopsi oleh setiap organisasi bila selama ini telah menerapkan dengan efektif ISO 9001:2000. Dengan demikian, untuk comply terhadap ISO 9001:2008 bukanlah hal yang sulit. Penyelarasan dan revisi lebih diarahkan pada dokumentasi dan pemahaman organisasi yang perlu sedikit penyesuaian dengan konteks pengertian ISO 9001:2008. Dengan demikian…..tidak perlu khawatir dengan ISO 9001:2008……manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-17264677833933631032010-02-23T23:23:00.001-08:002010-02-23T23:23:50.066-08:00tugas remidial ISOTUGAS REMEDIAL ISO<br /><br />NAMA : SEPTYA ADHI NUGROHO<br /><br />NIM : 223107021<br /><br />JURUSAN :D3 MTU A<br /><br />Pengertian ISO 9001:2000<br /><br />ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas. ISO 9001:2000 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk yang dapat menjamin kepuasan pelanggan. ISO 9001:2000 bukan merupakan standar produk.<br /><br />ISO 9001:2000 hanya merupakan standar sistem manajemen (Gaspersz, 2001, p.1).<br /><br />ISO 9001:2000 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk. ISO 9001:2000 hanya merupakan standar sistem manajemen mutu (Gaspersz, 2001,p.1).<br /><br />Model Proses ISO 9001:2000<br /><br />Model proses ISO 9001:2000 terdiri dari lima bagian utama yang menggambarkan sistem manajemen organisasi, yaitu (Gaspersz, 2001, p.3):<br /><br />1. Sistem Manajemen Kualitas (Klausul 4 dari ISO 9001:2000).<br /><br />2. Tanggung Jawab Manajemen (Klausul 5 dari ISO 9001:2000).<br /><br />3. Manajemen Sumber Daya (Klausul 6 dari ISO 9001:2000).<br /><br />4. Realisasi Produk (Klausul 7 dari ISO 9001:2000).<br /><br />5. Analisis, Pengukuran, dan Peningkatan (Klausul 8 dari ISO 9001:2000).<br /><br />Prinsip-Prinsip dasar ISO 9001:2000<br /><br />ISO 9001:2000 disusun berlandaskan pada delapan prinsip dasar.<br /><br />Prinsip-prinsip ini digunakan oleh top management untuk membantu meningkatkan kinerja dari sebuah industri atau perusahaan. Berikut ini adalah 8 prinsip dasar ISO 9001:2000 (Gaspersz, 2001, p. 75-84):<br /><br />1. Fokus Pelanggan<br /><br />Industri atau perusahaan sangat tergantung pada pelanggan. Karena itu, setiap industri atau perusahaan harus memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan baik kebutuhan dan keinginan sekarang maupun yang akan datang.<br /><br />2. Kepemimpinan<br /><br />Pemimpin dari industri atau perusahaan harus mampu menetapkan tujuan dan arah dari industri atau perusahaan. Selain itu, pemimpin dari industri atau perusahaan harus menciptakan dan memelihara lingkungan internal agar orang-orang dapat menjadi terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan-tujuan industri atau perusahaan.<br /><br />3. Keterlibatan Personel<br /><br />Keterlibatan personel merupakan faktor yang penting. Dengan melibatkan seluruh personel, manfaat yang diterima industri atau perusahaan akan lebih besar. Manfaat-manfaat yang diperoleh apabila industri atau perusahaan menerapkan prinsip keterlibatan personel adalah:<br /><br />• Orang-orang dalam industri atau perusahaan menjadi termotivasi,memberikan komitmen, dan terlibat.<br /><br />• Orang-orang dalam industri atau perusahaan lebih giat dalam melakukan inovasi agar tujuan-tujuan industri atau perusahaan tercapai.<br /><br />• Orang-orang dalam industri atau perusahaan menjadi bertanggung jawab terhadap kinerja mereka.<br /><br />4. Pendekatan Proses<br /><br />Suatu hasil yang diinginkan akan tercapai secara lebih efisien, apabila aktivitas dan sumber-sumber daya yang berkaitan dikelola sebagai suatu proses. Salah satu metode yang dipakai untuk pendekatan proses adalah PDCA. PDCA secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:<br /><br />• Plan : Tetapkan tujuan dan proses yang diperlukan untuk menyerahkan hasil yang sesuai dengan persyaratan pelanggan<br /><br />• Do : Implementasi proses<br /><br />• Check : Memantau dan mengukur proses terhadap kebijakan tujuan dan persyaratan bagi produk dan laporkan hasilnya<br /><br />• Action : Lakukan tindakan perbaikan secara berkelanjutan<br /><br />5. Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen<br /><br />Pengidentifikasian, pemahaman, dan pengelolaan, dari proses-proses yang saling berkaitan sebagai suatu sistem, akan memberikan kontribusi pada efektivitas dan efisiensi terhadap industri atau perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuannya.<br /><br />6. Peningkatan Terus-Menerus<br /><br />Peningkatan terus-menerus dari kinerja organisasi secara keseluruhan harus menjadi tujuan tetap dari organisasi. Peningkatan terus-menerus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas organisasi untuk memenuhi kebijakan dan tujuan dari organisasi.<br /><br />7. Pendekatan Faktual dalam Pembuatan Keputusan<br /><br />Keputusan yang efekif adalah berdasarkan pada analisis data dan informasi.<br /><br />Analisis data dan informasi berguna untuk menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga masalah-masalah mutu dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan efektivitas implementasi sistem manajemen mutu.<br /><br />8. Hubungan Pemasok yang Saling Menguntungkan<br /><br />Suatu industri dan pemasoknya adalah saling tergantung, dan suatu hubungan yang saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai tambah.<br /><br />Langkah-Langkah Dalam Menerapkan ISO 9001:2000<br /><br />Berikut ini dapat dilihat langkah-langkah yang diperlukan dalam menerapkan ISO 9001:2000 (Gaspersz, 2001):<br /><br />• Tahap Persiapan<br /><br />Tahap persiapan ini meliputi persiapan pembentukan tim pengembangan mutu dan pelatihan dasar untuk memahami sistem manajemen mutu sesuai standar.<br /><br />• Tahap Pengembangan<br /><br />Tahap pengembangan ini melibatkan aktivitas industi atau perusahaan, meninjau semua dokumentasi yang ada dan mengembangkan sistem mutu dalam organisasi. Pelatihan yang lebih detil lagi mungkin diperlukan untuk pelatihan karyawan dalam kunci-kunci pengembangan mutu. Jika industi atau perusahaan berskala cukup besar, bisa dipertimbangkan untuk menggunakan konsultan eksternal untuk membantu mempersiapkan sistem manajemen mutu.<br /><br />• Tahap Implementasi<br /><br />Sistem manajemen mutu yang telah dikembangkan perlu diimplementasikan dalam proyek yang sebenarnya untuk selanjutnya dikaji dalam tahap berikutnya.<br /><br />• Tahap Audit<br /><br />Audit sistem manajemen mutu dilaksanakan setelah implementasi berjalan untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Tujuan dari audit sistem manajemen mutu adalah untuk memastikan apakah semua operasional dalam organisasi sudah berjalan sesuai dengan prosedur.<br /><br />• Tahap Sertifikasi<br /><br />Tahap ini meliputi sertifikasi oleh Badan Sertifikasi yang terakreditasi. Setelah melalui tahap ini, industi atau perusahaan resmi sebagai pemegang sertifikat ISO.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-27289120606451420172010-02-23T23:14:00.000-08:002010-02-23T23:15:47.502-08:00tugas remidial ISOTUGAS REMEDIAL ISO<br /><br /><br />NAMA : ERIC CAHYADI<br /><br />NIM : 223107014<br /><br />JURUSAN : D3 MTU A<br /><br />Penerapan Sistem Managemen Mutu<br /><br />di lingkungan LPMP Jawa Barat<br /><br />Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat Merupakan unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat di Lingkungan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. Sebagai Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, LPMP bertujuan memberikan layanan yang terbaik dalam mutu pendidikan, sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.<br /><br />Sebagai komitmen untuk mencapai tujuan diatas, LPMP menyusun, mengembangkan dan menetapkan alat bantu manajemen berupa Sistem Manajemen Mutu (SMM) yang disusun dan mengacu pada standar ISO 9001:2008, mencakup proses-proses yang berkaitan dengan standar Penjaminan Mutu Pendidikan, sesuai dengan Permendiknas Nomor 49 tahun 2008.<br /><br />Tugas Pokok Dan Fungsi<br /><br />Sesuai dengan Permendiknas nomor 49 tahun 2008 :<br /><br />1. Pemetaan mutu pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA, dan Bentuk lain yang sederajat.<br /><br />2. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA atau bentuk lain yang sederajat<br /><br />3. Supervisi satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA atau bentuk lain yang sederajat dalam pencapaian standar mutu pendidikan<br /><br />4. Fasilitasi sumber daya pendidikan terhadap satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dalam penjaminan mutu pendidikan.<br /><br />5. Pelaksanaan urusan administrasi LPMP<br /><br />Nilai Inti<br /><br />* Religius<br /><br />* Profesionalisme<br /><br />* Transparan<br /><br />* peduli Lingkungan<br /><br />* Berwawasan global<br /><br />* Akuntable<br /><br />Kebijakan Mutu Lembaga<br /><br />Loyal terhadap kebijakan pemerintah sertasistem manajemen mutu ISO 9001:2008 dalam menjalankan tupoksi lembaga<br /><br />Prima dalam memberikan pelayanan untuk menyelengarakan Good Governance sehingga mencapai kepuasan pelanggan<br /><br />Mutu dan daya saing menjadi prioritas lembaga untuk ditingkatkan secara terus menerus<br /><br />Pemerataan akses informasi pendidikan di Jawa Barat<br /><br />JAminan mutu pendidikan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan<br /><br />BARometer informasi di Jawa Barat<br /><br />Sasaran Mutu Lembaga<br /><br />1. Terlaksananya program penjaminan mutu pendikan dengan target kepuasan pelanggan minimal 80%<br /><br />2. Terlaksananya pelayanan non akademis dengan tingkat kepuasan pelanggan internal dan eksternal minimal 80%<br /><br />Sasaran Mutu Seksi/Subbag<br /><br />Sub Bagian Umum :<br /><br />1. Tercapainya tingkat kehadiran pengawai minimal 85% setiap bulan<br /><br />2. Terlaksananya program peningkatan kompetensi pegawai dengan tingkat ketercapaian minimal 50%<br /><br />3. Terlaksananya pelayanan non akademis dengan tingkat kepuasan pelanggan internal dan eksternal minimal 75%<br /><br />Seksi Program dan Sistem Informasi :<br /><br />1. Meminimalkan keluhan pelanggan terhadap putusnya koneksi dengan client dengan jaringan lokal LPMP Jawa Barat tidak lebih dari 10%<br /><br />2. Tersedianya data pendidik dan tenaga kependidikan di Jawa Barat dengan tingkat keakuratan minimal 80%<br /><br />3. Tersajikannya informasi pendidikan melalui media cetak dengan tingkat kepuasan pelanggan 80%<br /><br />4. Terdapatnya minimal 5 informasi baru dalam website LPMP Jawa Barat setiap bulannya.<br /><br />Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi :<br /><br />1. Terlaksananya program pemetaan mutu dan supervisi pendidikan di Jawa Barat dengan tingkat kepuasan pelanggan minimal 85%<br /><br />2. Terlaksananya program monitoring dan evaluasi dengan tingkat kepuasan pelanggan minimal 85%<br /><br />Seksi Fasilitasi Sumber Daya Pendidikan :<br /><br />1. Terselenggarakannya fasilitasi pendidik dan tenaga kependidikan dengan tingkat kepuasan 70%<br /><br />2. Terfasilitasinya bantuan teknis penyaluran dana hibah bagi pendidik dan tenaga kependidikan dengan tingkat keterserapan minimal 70% dalam kurun waktu dua bulan setelah MoU<br /><br />Koordinatorat Widyaiswara :<br /><br />1. Melakukan layanan akademis dengan tingkat kepuasan pelanggan minimal 80%<br /><br />2. Terlaksananya program peningkatan kompetensi tenaga fungsional melalui seminar atau kajian mutu pendidikan minimal 6 kali dalam setahun<br /><br />Pos Wajib<br /><br />1. PW-1, Pengendalian Dokumen<br /><br />2. PW-2, Pengendalian Rekaman<br /><br />3. PW-3, Audit Mutu Internal<br /><br />4. PW-4, Pengendalian produk tidak sesuai<br /><br />5. PW-5, Tindakan Korektif<br /><br />6. PW-6, Tindakan Pencegahan<br /><br />Pos Pendukung<br /><br />1. PP-1, Tinjauan Manajemen<br /><br />2. PP-2, Pengembangan SDM<br /><br />3. PP-3, Penugasan Personil dan Tata Laksana<br /><br />4. PP-4, Pemeliharaan Fasilitas dan Lingkungan Kerja<br /><br />5. PP-5, Pembelian<br /><br />6. PP-6, Analisa Data dan Perbaikan<br /><br />Pos Utama<br /><br />1. PU-1, Perancangan Program<br /><br />2. PU-2, Perencanaan Program<br /><br />3. PU-3, Pelaksanaan Program<br /><br />4. PU-4, Monitoring dan Evaluasi Program<br /><br />Intruksi Kerja<br /><br />Sub Bagian Umum<br /><br />Pengadaan pegawai, Identitas Pegawai, Kesejahteraan dan Penghargaan, Kepangkatan, Disiplin Pegawai, Keuangan, Administrasi Perpustakaan dan Sumber Belajar, Sirkulasi Bahan Pusataka dan Sumber Belajar, Pengembangan Sumber Belajar, Pesanan Akomodasi dan Konsumsi, Fasilitasi Akomodasi dan konsumsi.<br /><br />Seksi Program dan Sistem Informasi<br /><br />Produksi Data, Penyajian Informasi Media Cetak, Pengembangan Website, Pengembangan Perangkat Sistem Informasi, Pemeliharan jaringan, Back-up Data Lembaga.<br /><br />Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi<br /><br />Pemetaan, Supervisi, Monitoring, dan Evaluasi.<br /><br />Seksi Fasilitasi Sumber Daya Pendidikan<br /><br />Pemberian Dana Hibah, Fasilitasi.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-89493882177405042672010-02-23T23:04:00.000-08:002010-02-23T23:05:21.268-08:00revisi tugas Septya Adhi Nugroho (223107021)NAMA : SEPTYA ADHI NUGROHO<br />NIM : 223107021<br />JURUSAN :D3 MTU A<br />MENHUB MINTA MUTU PELAYANAN ANGKUTAN HAJI UNTUK TERUS DITINGKATKAN <br /><br /><br />27-10-2009 <br />Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengatakan, ibadah haji merupakan ibadah rutin tahunan yang diikuti masyarakat Indonesia. Karena itu, dia mengharapkan mutu pelayanan di bandara-bandara yang menjadi embarkasi maupun debarkasi jamaah haji harus terus ditingkatkan.<br />”Ini harus jadi tekad kita semua. Pelaksanaan haji itu kan sepanjang masa, tiap tahun pasti dilakukan. Karena itu pelayanannya harus dibikin lebih baik. Setiap tahun harus ada peningkatan. Bikin kemudahan, jangan jamaah haji itu dipersulit,” tegas Menhub Freddy di sela kunjungan kerja ke Terminal Haji Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (27/10). <br /><br />Dalam kunjungan kerjanya itu, Menhub didampingi Menteri Agama Suryadarma Ali, Dirjen Perhubungan Udara Herry Bakti, Dirut PT Angkasa Pura II Eddy Haryoto, serta Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar. <br /><br />Untuk saat ini, Menhub menambahkan, keberadaan terminal khusus haji yang ada di Bandara Soetta cukup merepresentasikan upaya peningkatan mutu pelayanan kepada jamaah. Pada sisi lain, Menhub juga tidak mempersoalkan kualitas pelayanan yang diberikan Garuda Indonesia selaku maskapai pengangkut jamaah menuju tanah suci. <br /><br />Namun, Menhub tetap meminta baik PT Angkasa Pura II maupun Garuda Indonesia untuk terus mengupayakan peningkatan pelayanan terhadap jamaah. ”Penyediaan terminal khusus haji ini sudah bagus, karena jamaah tidak perlu berbaur dengan penumpang reguler di terminal umum. Saya berharap, mutu pelayanan yang baik tidak hanya saat berangkat, tetapi juga pada saat proses pemulangan jamaah dari tanah suci,” imbuh Menhub. <br /><br />Kepada Garuda, Menhub melanjutkan, salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan yang bisa dilakukan maskapai tersebut adalah dengan memberikan kemudahan pengangkutan bagasi. Karena sebagaimana diketahui, tiap tahun, bagasi selalu menjadi permasalahan sendiri dalam pelaksanaan angkutan haji. <br /><br />”Berilah penumpang kemudahan untuk bagasi, kalau perlu digratiskan sehingga mereka tidak perlu membawa barang banyak-banyak ke dalam kabin yang ruang bagasinya sangat terbatas itu. Saya yakin, kalau itu disosialisasikan dengan baik, memintah jamaah untuk mengepak barangnya dengan baik, pasti bisa. Jamaah pasti akan mengerti,” kata Menhub. <br /><br />”Masalah dalam setiap pelaksanaan angkutan haji memang pasti terjadi. Tetapi, kalau diantisipasi dengan baik, seharusnya tidak perlu ada masalah. Karena itu, dari waktu ke waktu harus bisa lebih baik,” lanjutnya. <br /><br />Menanggapi itu, Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Syatar mengatakan, pihaknya akan berupaya melaksanakan instruksi Menhub untuk terus melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan terhadap jamaah. ”Insya Allah, kami akan terus berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan. Karena itu, kami selalu berusaha untuk menyediakan armada yang baik,” ujar Emir. <br /><br />Selain armada, Emir menambahkan, untuk memudahkan proses komunikasi jamaah selama penerbangan berlangsung, pihaknya juga merekrut putra dan putri daerah dari masing-masing wilayah embarkasi. ”Masih banyak jamaah yang tidak bisa berkomunikasi bahasa Indonesia, karena itu untuk membantu mereka, kita ambil pramugari dan pramugara dari daerah asal masing-masing,” sambungnya. <br /><br />Menag Suryadarma Ali menambahkan, dirinya berharap proses pengangkutan jamaah haji baik dari tanah air maupun dari tanah tanah suci bisa dilakukan tanpa hambatan berarti. ”Untuk transportasi dari Indonesia ke tanah suci, menurut saya tidak ada masalah. Untuk di tanah suci pun, kita sudah pesiapkan sarana transportasi yang memadai bagi jamaah, baik dari Jeddah, Madinah, menuju Arafah atau Mekkah, serta sebaliknya,” papar Suryadarma. <br /><br />Dia juga mengungkapkan bahwa proses pelaksanaan pengangkutan jamaah, terlebih saat pelaksanaan ibadah haji berlangsung, tidak akan terlepas dari masalah. Dia beralasan, tumpah ruahnya jutaan jamaah yang mengikuti ritual tersebut akan menjadi permasalahan tersendiri bagi transportasi di tanah suci. ”Karena itu, kita siapkan skenario antisipasi agar masalah tidak terlalu besar,” ujarnya.<br /><br />ANALISIS :<br />Ibadah haji merupakan aktifitas rutin yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, dalam hal ini mereka yang ingin menunaikan ibadah haji umumnya menggunakan jasa angkutan udara. Oleh karena itu pelayanan dalam penerbangan harus lebih ditingkatkan agar para pengguna merasakan kepuasan yang diberikan. Maka dari itu ini merupakan realisasi produk yang dikeluarkan oleh perusahaan airlines. Manajemen juga harus bertanggung jawab dalam hal peningkatan pelayanan yang akan diberikan. Dalam bidang SDM juga harus bekerja sesuai standar yang ditetapkan perusahaan agar memperoleh kepuasan pelanggan.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-21815934687650249882010-02-23T22:51:00.000-08:002010-02-23T22:52:55.137-08:00revisi tugas eric cahyadi (223107014)NAMA : ERIC CAHYADI <br />NIM : 223107014 <br />JURUSAN : D3 MTU A<br />Pembajakan pesawat (atau disebut juga pembajakan udara dan perompakan pesawat) adalah pengambilan alih sebuah pesawat terbang, oleh satu orang atau berkelompok, umumnya bersenjata. Dalam beberapa kasus, pilot dipaksa terbang berdasarkan aturan si pembajak.<br />Secara alternatif, salah satu dari pembajak berperan sebagai pilot. Contohnya kasus Serangan 11 September 2001; pembajak belajar menerbangkan pesawat untuk persiapan, dan/atau dipilih oleh Al-Qaeda berdasarkan kemampuan menerbangkan pesawat.<br />Dalam satu kasus pilot resmi membajak pesawat: pada bulan Oktober 1998, penerbangan Air China dari Beijing menuju Kunming di Yunnan, pilot tersebut terbang menuju Taiwan setelah mengancam untuk menjatuhkan pesawat dan menewaskan penumpang di dalamnya apabila anggota kru lainnya mencegahnya terbang ke Taiwan.<br />Tidak seperti pembajakan kendaraan darat atau kapal laut, pembajakan udara biasanya tidak diorder untuk merampok barang kargo. Agaknya, beberapa pembajakan pesawat menggunakan penumpang sebagai sandera untuk mengirim pembajak ke tujuan yang diinginkan, menahan mereka untuk tebusan, atau, sebagaimana kasus pesawat Amerika Serikat yang dibajak menuju Kuba tahun 1970, pembajak pesawat tersebut ditahan. Motif biasa lainnya adalah publisitas untuk beberapa alasan. Sejak pembajakan pesawat sebagai misil bunuh diri pada serangan 11 September 2001, pembajakan adalah jenis ancaman keamanan paling berbeda - lebih dulu penggunaan pembajakan pesawat sebagai misil bunuh diri telah dilakukan oleh Samuel Byck pada tahun 1974 dan pada Air France Penerbangan 8969 pada tahun 1994.<br />Pembajakan untuk sandera biasanya telah melalui jalan negosiasi antara pembajak dan otoritas, diikuti dengan beberapa bentuk penyelesaian -- tidak selalu dengan pertemuan para pembajak untuk menentukan permintaan yang asli -- atau menyerang pesawat oleh polisi atau angkatan spesial untuk menyelamatkan sandera. Tanggal 11 September 2001, kebijakan beberapa maskapai penerbangan adalah agar pilot menuruti permintaan pembajak dengan harapan akan terjadi perdamaian. Sejak itu, kebijakan tersebut telah ditarik kembali, dengan alasan kebaikan hati selama menyerang kokpit.<br />Pilihan untuk mencegah pembajakan adalah memeriksa agar tidak ada senjata di pesawat, memasukkan polisi udara selama penerbangan, dan menguatkan kokpit agar pembajak tidak masuk ke dalam kokpit.<br />Latar Belakang<br />Pembajakan pesawat yang terekam pertama kali pada tanggal 21 Februari 1931 di Arequipa, Peru. Byron Rickards menerbangkan sebuah Ford Tri-Motor dan kemudian dipaksa mendarat oleh pasukan revolusioner. Dia menolak untuk menerbangkan mereka dan setelah 10 hari di sana, Rickards menerima informasi bahwa revolusi tersebut telah berhasil dan dia dapat terbang pulang-pergi untuk memberikan tumpangan kepada mereka menuju Lima. Beberapa pembajakan tidak selalu lucu. Pembajakan pertama pada maskapai penerbangan komersial kemungkinan terjadi pada tanggal 16 Juni 1948 saat kegagalan dalam menangani kontrol Miss Macao, sebuah pesawat air milik perusahaan Cathay Pacific, menyebabkan pesawat itu jatuh di laut Macau. Pada tanggal 30 Juni 1948, sebuah pesawat komersial Bulgaria, Junkers, berhasil dibajak menuju Istanbul, Turki oleh seorang diplomat dan keluarganya, yang telah menembak mati ko-pilot (yang akan menjadi kepala penerbangan sipil Bulgaria) dan operator radio dengan permintaan untuk keluar menuju dunia barat. Pada tanggal 12 September 1948, sebuah pesawat T.A.E. Airlines milik Yunani berhasil dibajak oleh 6 murid pro-komunis yang meminta diterbangkan ke Yugoslavia. Pesawat tersebut mendarat dekat Skopje dan kembali menuju Thessaloniki sore itu.<br />Sejak tahun 1947, 60% pembajakan telah membebaskan sandera. Pada tahun 1968-69, jumlah pembajakan pesawat terbang semakin meningkat. Tahun 1968, telah terjadi 27 pembajakan dan meminta diterbangkan ke kuba. Tahun 1969, telah terjadi 82 pembajakan yang terekam di seluruh dunia, dua kali lipat lebih banyak daripada periode 1947,67. Kebanyakan orang Palestina menggunakan pembajakan sebagai senjata politik untuk mempublikasikan sebab membajak dan untuk memaksa pemerintah Israel agar membebaskan tahanan Palestina dari penjara.<br />Pembajakan maskapai penerbangan telah berkurang sejak mencapai puncaknya yaitu 385 insiden antara tahun 1967-76. Tahun 1977-86, total pembajakan berkurang menjadi 300 insiden dan pada tahun 1987-96, figur ini berkurang hingga 212.<br />Daftar Pembajakan yang Diketahui<br />· Israel 12 Desember 1954: Sebuah maskapai penerbangan sipil Syria dipaksa mendarat di Tel Aviv oleh jet Israel kemudian penumpang dan kru pesawat ditahan di sana selama 2 hari, walaupun dunia internasional mengutuk pembajakan itu. <br />· Kuba 11 November 1958: Pembajakan Amerika Serikat-Kuba pertama. Pesawat Cubana en route dari Miami menuju Varadero menuju Havana dibajak oleh militan Kuba. Pembajak mencoba mendarat di Sierra Crystal di Kuba Timur untuk mengirim senjata kepada pemberontak Raúl Castro. Setelah malam hari, pesawat tersebut kehabisan bahan bakar dan mencoba mendarat darurat di pabrik gula Preston, tetapi tidak berhasil dan mendarat di laut, menewaskan penumpang dan kru pesawat. [1] <br />· Palestina 1968: Pembajakan Israel-Arab pertama, sebagaimana 3 anggota popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) membajak sebuah pesawat El Ai menuju Roma. Pesawat tersebut diarahkan menuju Algiers, negosiasi tersebut berlangsung selama 40 hari. Para pembajak dan sandera dibebaskan. Ini adalah pembajakan pertama yang berhasil dan sukses terhadap penerbangan El Ai. <br />· Uni Soviet 15 Mei 1970: Urusan Pembajakan Dymshits-Kuznetsov, sebuah grup refusenik Soviet mencoba untuk membajak pesawat. <br />· Palestina September 1970: Sebagai bagian dari pembajakan Dawson's Field, anggota PFLP mencoba untuk membajak 4 pesawat sekaligus. Mereka berhasil membajak 3 pesawat dan memaksa pesawat untuk terbang ke padang pasir Yordania, dimana para pembajak meledakkan pesawat setelah membebaskan sandera. Sandera terakhir dibebaskan dengan imbalan pembebasan 7 tahanan Palestina. Penyerangan ke-4 pada pesawat El Ai dilakukan oleh 2 orang termasuk Leila Khalid digagalkan oleh petugas bersenjata di dalam pesawat. <br />· Amerika Serikat 1971: D.B. Cooper membajak Northwest Orient Airlines Penerbangan 305 dan meminta tebusan sebesar $200,000 untuk pembebasan penumpang pesawat. Cooper memilih untuk terjun dengan parasut dari belakang Boeing 727 dan tidak pernah ditemukan. <br />· Australia 15 November 1972: Pembajakan pesawat pertama di Australia. Seorang pembajak bersenjata dengan sebuah rifle 22 sawn-of dan sebuah pisau dalam penerbangan Ansett Airlines Penerbangan 232 dari Adelaide menuju Alice Springs dengan 28 penumpang dan 4 kru. Diikuti dengan perang bersenjata di Bandara Alice Springs menghasilkan kematian si pembajak, Miloslav Hrabinec dan seorang petugas polisi terluka kritis. <br />· Amerika Serikat 22 Februari 1974: Samuel Byck menembak dan membunuh petugas polisi Maryland Aviation Administration, Neal Ramsburg, di BWI sebelum menyerang Delta Air Lines Penerbangan 523 menuju Atlanta. Dia mendapat akses menuju kokpit saat pesawat masih di darat, bermaksud untuk membunuh Presiden Nixon dengan menerbangkan DC-9 menuju Gedung Putih. Dia menembak kedua pilot dan ko-pilot sebelum dia ditembak melalui jendela pesawat oleh petugas lainnya. <br />· Palestina 1976: Pembajakan Palestina terhadap Air France Penerbangan 139 berakhir di Bandara Entebbe, Uganda oleh Operasi Entebbe: Komando Israel menyerang gedung itu, menahan para pembajak dan sandera, menewaskan semua pembajak Palestina dan menyelamatkan 105 orang, kebanyakan sandera Israel, 3 penumpang dan 1 komando tewas. <br />· Palestina1977: Lufthansa Penerbangan 181 (juga diketahui sebagai Landshut) dibajak oleh teroris Palestina dalam penerbangan dari Palma de Mallorca menuju Frankfurt. Cobaan itu berakhir di Mogadishu saat komando GSG 9 menyerang pesawat itu. 3 pembajak tewas dan 86 sandera dibebaskan. Pilot pesawat tewas. Pelaku pembajakan diduga sebagai tangan kanan dari German Red Army Faction. <br />· Malaysia 4 Desember 1977: Sebuah Boeing 737 Malaysia Airlines Penerbangan 653 dibajak dan jatuh di Tanjung Kupang, Johor, menewaskan 100 penumpang di dalamnya. <br />· Siprus 1978: 2 orang Arab merampas sebuah pesawat di Siprus. Komando Mesir terbang tanpa diundang untuk mengambil alih pesawat itu. Tentara Siprus menahan kejadian itu dan 15 orang Mesir tewas dalam serangan 45 menit. <br />· Jerman Timur 1979: 2 orang Jerman Timur membajak sebuah pesawat menuju Berlin Barat. <br />· Serbia 20 Juni dan 21 Juni 1979: Sebuah penerbangan American Airlines dari New York menuju Chicago dibajak oleh Nikola Kavaja, seorang nasionalis Serbia, meminta untuk dibebaskannya nasionalis Serbia yang ditahan di Amerika Serikat. Tidak sanggup untuk mengamankan pembebasan sahabatnya, si pembajak membebaskan semua sandera kecuali pilot, ko-pilot dan seorang kru pesawat. Mereka terbang dari Chicago kembali ke New York dimana dia ditransfer menuju sebuah Boeing 707, yang mana terbang menuju Irlandia dimana si pembajak menyerah dan dibawa kembali ke Amerika Serikat untuk diadili. Senjata yang digunakan hanya bom buatan. Tidak ada korban jiwa dalam pembajakan tersebut. <br />· Pakistan 1981: Sebuah jet Pakistan International Airlines dibajak dan dibawa menuju Kabul, dimana seorang penumpang tewas sebelum pesawat tersebut terbang menuju Damaskus; para sandera akhirnya dibebaskan setelah 13 hari saat Pemerintah Pakistan setuju untuk membebaskan 50 tahanan politik. <br />· Indonesia 1981: Pembajakan penerbangan Garuda Indonesia GA 206 pada tanggal 28 Maret 1981. Ini adalah pembajakan serius maskapai penerbangan Indonesia, sejak kasus pertama seorang pembajak laut putus asa yang tewas oleh si pilot itu sendiri. Para pembajak, dalam satu grup yang disebut Komando Jihad, membajak DC-9 "Woyla", dalam rute Palembang menuju Medan, dan meminta pilot untuk terbang menuju Colombo, Sri Lanka. Tetapi sejak kehabisan bahan bakar, pesawat tersebut mengisi bahan bakar di Penang, Malaysia dan menuju Don Muang, Thailand. Para pembajak meminta pembebasan anggota Komando Jihad yang ditahan di Indonesia, dan US$1.5 juta, sebagaimana sebuah pesawat membawa tahanan tersebut menuju tujuan yang ditetapkan. Komando Kopassus yang mengambil bagian dalam misi ini, dilatih selama 3 hari dengan senjata yang sangat asing, dieksekusi secara cepat dalam operasi ini. Salah satu komando Kopassus tertembak oleh pemimpin pembajakan, yang akhirnya menembak dirinya sendiri. Semua sandera selamat. <br />· Irlandia 1981: Sebuah penerbangan Aer Lingus dari Dublin menuju London dibajak dan diarahkan menuju Le Touquet di Perancis oleh seorang laki-laki yang meminta Paus membebaskan keturunan ketiga dari Fatima. Saat otoritas bernegosiasi dengan pembajak dengan radio di kokpit, pasukan spesial Perancis memasuki bagian belakang pesawat dan menundukkan si pembajak. <br />· Sri Lanka 1 Juli 1982: Seorang Sri Lanka, diidentifikasi sebagai Sepala Ekanayaka, yang berusia 33 tahun, membajak sebuah jumbo jet Alitalia dari Bangkok, Thailand, dengan permintaan dapat bersatu kembali dengan istri dan anaknya dan kembali ke Sri Lanka. <br />· India 22 Agustus 1982: Seorang militan Sikh, bersenjatakan pistol dan granat tangan, membajak sebuah Boeing 737 pada penerbangan terjadwalkan dari Mumbai menuju New Delhi membawa 69 penumpang. Pasukan keamanan India membunuh si pembajak dan menyelamatkan semua penumpang <br />· Uni Soviet 1983: Sebuah pesawat dibajak di Tbilisi, Georgia. <br />· India 24 Agustus 1984: 7 pembajak muda Sikh meminta sebuah jetliner Indian Airlines terbang dari Delhi menuju Srinagar [2] agar diterbangkan menuju Amerika Serikat. Pesawat tersebut dibawa ke Uni Emirat Arab dimana menteri keamanan UAE bernegosiasi untuk pembebasan penumpang. Pembajakan ini dikaitkan dengan perlawanan penarikan diri Sikh dari negara bagian Punjab di India. <br />· Lebanon 1984: Pembajak Syiah Lebanon mengarahkan sebuah penerbangan [[Kuwait Airways menuju Tehran. Pesawat tersebut akhirnya dapat diambil alih oleh petugas keamanan Iran yang berpakaian seperti staf keamanan [1] <br />· Lebanon 1985: Pembajak Syiah Lebanon mengarahkan Trans World Airlines (TWA) Penerbangan 847 dari Athena menuju Beirut dengan 153 penumpang di dalamnya. Ketegangan berakhir setelah Israel membebaskan 31 tahanan Lebanon. <br />· Palestina 1985: Pembajak Palestina mengambil alih EgyptAir Penerbangan 648 dan menerbangkan pesawat tersebut ke Malta. Bersama-sama, 60 orang tewas, kebanyakan komando Mesir saat menyerang pesawat itu. <br />· Palestina 1986: 22 penumpang tewas saat pasukan spesial Pakistan menyerang Pan Am Penerbangan 73 di Karachi, membawa 400 penumpang dan kru setelah dikepung selama 16 jam. <br />· Tiongkok 1990: Pembajak merampas sebuah pesawat dari Republik Rakyat Cina yang mana terjatuh setelah mencoba mendarat di Canton, menewaskan 128 penumpang. <br />· Pakistan 1991: 26 Maret 1991, Singapore Airlines Penerbangan 117 dibajak oleh 4 orang yang mengklaim anggota dari Partai Rakyat Pakistan. Anggota Pasukan Operasi Spesial Elit Singapura menyerang pesawat tersebut, menewaskan 4 pembajak dan membebaskan 118 penumpang dan 9 kru dalam waktu 30 detik. Tidak ada penumpang dan kru yang terluka. <br />· Amerika Serikat 1994: FedEx Penerbangan 705 dibajak oleh karyawan Auburn Calloway yang putus asa dan meninggalkan Memphis, Tennessee dengan maksud memanfaatkan pesawat sebagai misil terhadap FedEx Headquarters. Akhirnya dia dapat diatasi oleh kru pesawat sebelum pendaratan darurat di Memphis. <br />· Aljazair 1994: Air France Penerbangan 8969 dibajak oleh 4 teroris GIA yang merencanakan untuk menabrak Menara Eiffel. Setelah mengeksekusi 3 penumpang, komando GIGN menyerang pesawat, menewaskan semua pembajak dan membebaskan semua penumpang. <br />· Iran 1995: Pembelot Iran dan pramugari pesawat, Rida Garari, membajak Kish Air Penerbangan 707, yang mendarat di Israel. Tidak ada korban jiwa. <br />· Palestina 1996: Pesawat Hemus Air Tu-154 dibajak oleh seorang Palestina, Nadir Abdallah, terbang dari Beirut menuju Varna. Si pembajak meminta agar pesawat mengisi bahan bakar dan terbang menuju Oslo, Norwegia setelah mendarat di Bandara Varna. 150 penumpang dibebaskan di Varna, tetapi kru pesawat melanjutkan penerbangan menuju Oslo. <br />· Ethiopia 1996: Ethiopian Airlines Penerbangan 961 jatuh di Samudera hindia setelah para pembajak menolak pilot agar mendarat dan mengisi bahan bakar. 125 penumpang tewas dan 50 penumpang selamat. Pembajakan ini hanyalah insiden ke-3 yang mana terdapat penumpang selamat pada pesawat jet penumpang yang jatuh ke air. <br />· Malta 1997: Dua laki-laki yang membajak pesawat Air Malta en route dari Malta menuju Turki pada tanggal 9 Juni 1997, menyerah kepada polisi di bandara Cologne pada hari yang sama dan dibebaskan. 80 anggota kru dan penumpang pesawat selamat. <br />· Jepang 1999: All Nippon Airways Penerbangan 61 dibajak oleh seorang laki-laki. Dia membunuh pilot sebelum dia ditundukkan. <br />· Afganistan 2000: Ariana Afghan Airlines Boeing 727 dibajak selama penerbangan oleh Taliban, dan berakhir di Bandara London Stansted, dimana kebanyakan penumpang mengklaim dirinya seorang suaka politik. <br />· Pakistan 1999-2000: Teroris berbasis Pakistan membajak Indian Airlines Penerbangan 814 dan diarahkan ke Kandahar. Setelah satu minggu, India setuju untuk membebaskan 3 teroris Pakistan dengan imbalan sandera dibebaskan. 1 sandera ditusuk hingga tewas dan mayatnya dilempar ke landasan sebagai "serangan peringatan". <br />· Filipina 2000: Philippine Airlines Penerbangan 812 dibajak en route dari Davao City, Filipina menuju Manila. Pembajak tersebut keluar dengan menggunakan parasut saat pesawat masih terbang. Akhirnya dia ditemukan dalam keadaan tewas. <br />· Amerika Serikat 2001: Serangan 11 September 2001, Amerika Serikat bagian timur: 19 teroris membajak 4 pesawat (American Airlines Penerbangan 11, American Airlines Penerbangan 77, United Airlines Penerbangan 93, United Airlines Penerbangan 175). Keempat pesawat tersebut digunakan sebagai misil untuk menghasilkan kerusakan infrastruktur pada serangan teroris terburuk yang mencemarkan nama Amerika dalam sejarah; dua dari empat pesawat, United 175 dan American 11 ditabrakkan ke bangunan World Trade Center (WTC) di New York City, menghancurkan komplek WTC. American 77 ditabrakkan ke bangunan Pentagon, di Washington, D.C., menghasilkan kehancuran pada sebagian bangunan Pentagon. 3 pembajakan tersebut adalah pembajakan paling mematikan dari semua pembajakan di dunia. Dalam kasus United 93, tujuannya sama tetapi para penumpang mempelajari fatalnya 3 pesawat lainnya, menyerang kokpit, menyebabkan pembajak menjatuhkan pesawat di sebuah tanah kosong di Pennsylvania, menewaskan semua penumpang di dalamnya. Berdasarkan perhitungan resmi, 2,752 orang tewas di World Trade Center, 189 tewas di Washington, D.C., dan 44 tewas karena jatuh di tanah kosong dekat Shanksville, Pennsylvania. <br />· Turki 2006: Turkish Airlines Penerbangan 1476 terbang dari Tirana menuju Istanbul, dibajak di atas langit Yunani. Pesawat tersebut ,dengan 107 penumpang dan 6 kru di dalamnya, mengirim 2 kode sinyal pembajakan yang mana ditanggapi oleh angkatan udara Yunani<br />Pencegahan<br />Telah terjadi pembicaraan mengenai penguatan pada pintu kokpit untuk mencegah pembajak memasuki dan mengontrol pesawat. Di Britania Raya, Amerika Serikat, India, dan Australia, polisi udara telah ditambahkan pada beberapa penerbangan untuk menakuti pembajak dan mengagalkan pembajakan. Lainnya, beberapa penerbangan telah menambah sistem remote control untuk pesawat dimana tidak seorangpun yang dapat mengontrol penerbangan pesawat.<br />Dalam kasus berisiko serius seperti pesawat ditabrakkan menuju sebuah target, upaya yang harus dilakukan adalah menembak jatuh pesawat, menewaskan semua penumpang dan kru, untuk mencegah konsekuensi serius yang lebih parah.<br />Pilot pesawat komersial Amerika Serikat sekarang memiliki pilihan untuk membawa sebuah pistol pada dek pesawat, agar dapat menakuti si pembajak. Menembak jatuh pesawat dan menewaskan semua orang di dalamnya akan menjadi lebih berisiko daripada pilot menembak pistol pada sebuah maskapai penerbangan si dek pesawat. Menjinakkan peledak di dalam pesawat, bagaimanapun, adalah mitos, dan menurut persetujuan Amerika Serikat, perbuatan tersebut sangat mustahil dilakukan. [2]<br />Sejak "Hi, Jack" dan "hijack" dianggap mirip, ucapan ini secara luas dianggap sebagai ancaman keamanan di beberapa bandara. Bandara Internasional Los Angeles memperingatkan penumpang agar tidak mengucapkan "Hi, Jack" atau "Hey, Jack", tetapi mengucapkan "Hello, Jack" agar tidak dianggap membajak (hijack).<br />Satu tugas keamanan bandara untuk mencegah pembajakan adalah dengan memeriksa penumpang dan menyita benda apapun yang dapat digunakan sebagai senjata (bahkan benda yang kecil seperti gunting kuku).<br /><br />Analisis :<br /> Tindakan kriminal yang terjadi menimpa perusahaan penerbangan salah satunya berupa pembajakan pesawat. Jadi kejadian ini merupakan hasil kesalahan dari Management Sumber Daya, karena dengan kesalahan dari SDM sehingga terjadi tindakan kriminal yang sangat membahayakan keselamatan penumpang. Yang kedua adalah merupakan Tanggung Jawab Management. Selain membuat Airlines menjadi rugi karena permasalahan tersebut, Airlines juga harus mengganti kerugian yang dialami penumpang. Jadi dengan kriminal pembajakan pesawat harus benar-benar dihindari Airlines karena ini semua menyangkut keselamatan penumpang(safety).manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-2202981531889851472010-02-23T00:45:00.000-08:002010-02-23T00:51:02.410-08:00Manajemen MutuNAMA :Lutfi Nazaruddin 2231.07.067<br /><br />DIII MTU B <br /> Tugas Mandiri Manajemen Mutu <br /><br />Komitmen Penegakan Keselamatan Transportasi Udara Masih Rendah<br /><br />Kapanlagi.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Direktorat Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI, Budhi Muliawan Suyitno mengatakan, komitmen penegakkan keselamatan transportasi udara (Ramp Safety) nasional masih rendah.<br />"Untuk meningkatkan komitmen tersebut, butuh kerja sama antarpengelola dan penyedia jasa pesawat serta instansi yang bekerja di bidang transportasi udara," kata Budhi Muliawan Suyitno saat mengkampanyekan keselamatan di sisi udara (Ramp Safety Campaign), di Bandara Soekarno-Hatta (BSH), Tangerang, Selasa.<br />Suyitno mengemukakan, selain meningkatkan komitmen keselamatan udara, hal yang harus diawasi dan dijalankan secara serius yakni, sistem dan manajemen keselamatan juga perlu ditegaskan.<br />Menurut dia, setiap terminal bandara di seluruh Indonesia harus melakukan pembenahan sesuai dengan standar internasional, agar tingkat keselamatan dan pelayanan terhadap pengguna jasa transportasi udara merasa nyaman dan tertib.<br />Sedangkan faktor keselamatan yang harus ditingkatkan, yakni diadakannya pelatihan tanggap darurat terhadap petugas bandara untuk mengantisipasi jatuhnya korban dalam insiden kecelakaan, atau mengurangi resiko kejadian kebakaran seperti di Bandara Polonia, Medan, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.<br />Dasar pelaksanaan peningkatan keselamatan transportasi udara berpegang kepada "Program Airport Council International" (ACI), SKEP ADSH03/03HK.30/III/2000 tentang Peraturan dan Prosedur Kegiatan di Bandara serta Keputusan Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP.140/VI/99 tentang Persyaratan dan Prosedur Pengoperasian Kendaraan di Sisi Udara.<br />Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) II, Edie Haryoto menambahkan, adanya kampanye keselamatan transportasi udara harus mampu memperhatikan bagi keselamatan pengguna jasa pelayanan pesawat, pengelola bandara maupun operator maskapai penerbangan.<br />"Perlu ada pelatihan petugas dan kerja sama antarlembaga atau instansi terkait untuk meningkatkan keselamatan di udara maupun bandara," kata Edie Haryoto.<br />Sementara itu, Kepala Kantor Administrator Bandara (Adban) BSH, Herri Bakti mengemukakan, pihaknya mulai mensosialisasikan tahapan dan regulasi sistem keselamatan penerbangan, salah satunya mengadakan pertemuan dengan seluruh operator maskapai serta PT AP II sebagai pengelola bandara.<br />Bakti menuturkan, selain berupaya meningkatkan keselamatan, Adban BSH juga akan menyusun jadwal penerbangan baru untuk menghindari penundaan jadwal penerbangan atau pendaratan kembali ke bandara atau Return to Base (RtB).<br />"Pasalnya, pekan kemarin penundaan jadwal banyak terjadi di BSH, sehingga diperlukan penyusunan jadwal baru bagi penerbangan," kata Bakti menegaskan. <br />Analisis Materi Diatas;<br />Bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landas pacu namun bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya.<br /><br />Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization): Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.<br /><br />Sedangkan definisi bandar udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah "lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat".<br />Karena itu,sebagai airines, pengelola dan instansi bandara dapat berperan aktif pada segala kekurangan yang ada pada bandara tersebut.untuk menjadi bandara yang mungkin ada hal yang harus dilakukan tindakan yang maksimal pada pelayananannya adapun yang harus dilakukannya adalah tingkatan mutu pelayanan atau kepuasan pelanggan yang dapat diukur dengan 5 dimensi antaranya <br />1. Tangible = Penampilan <br />2. Reliabilty =Keterhandalan <br />3. Responsiveness =Kepekaan <br />4. Assurance = Keterjaminan <br />5. Emphaty = Empati <br />Kebutuhan dan harapan pada transportasi udara meliputi kenyamanan, keselamtan dan kcepatan. Bilamana sudah terpenuhi semua cita- cita yang dapat dinikmati pada akhirnya dapat memberikan hal hal positif bagi airlines, pengelola, dan instansi bandara.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-3102036440438046432010-02-17T02:10:00.000-08:002010-02-17T02:12:08.694-08:00PENERAPAN SISTEM ISO 9001 PADA KEGIATAN PENELITIAN DI PENELITIAN & LABORATORIUM – PERTAMINANama : Julmi Ramadhan 223305015<br /> Lanang Winandu 223306028<br /> M.Erfandi 223306041<br /><br />PENERAPAN SISTEM ISO 9001 PADA KEGIATAN PENELITIAN<br />DI PENELITIAN & LABORATORIUM – PERTAMINA<br /><br />Abstrak<br />PT. Pertamina (Persero) Direktorat Pengolahan mempunyai komitmen penuh untuk memberikan kepuasan menyeluruh kepada pelanggan melalui penyediaan, pendistribusian, pemasaran dan niaga: Crude Oil, BBM, NBBM dan Petrokimia, yang berkualitas, harga kompetitif dan layanan terbaik dengan menerapkan nilai-nilai Fokus, Integrity, Visionary, Excellence dan Mutual Respect ( FIVE-M). Penelitian & Laboratorium adalah fungsi yang bergerak di bidang penelitian dan tetap berprinsip pada mutu dan telah penerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 baik jasa penelitian yang berasal dari Unit-unit Pengolahan, Niaga maupun pihak ke III dan selalu melakukan yang terbaik dalam usaha pencapaian komitmen antara lain: <br /><br />(a) menerapkan dan meningkatkan teknologi, proses dan layanan yang tepat untuk kepuasan pelanggan; <br />(b) mengembangkan produk-produk unggulan yang berstandar internasional; <br />(c) menekankan aspek kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan.<br /><br />Sistem ISO 9001 yang diterapan pada bidang penelitian dapat mencerminkan pada delapan prinsip manajemen mutu sebagai refleksi dari praktek manajemen yang terbaik.<br /><br />Kata kunci: ISO 9001, kualitas, kompetitif, kepuasan pelanggan<br />1 Kepala Operasi di Penelitian dan Laboratorium Pertamina<br />2 Spesialis Fraksi Ringan di Penelitian dan Laboratorium Pertamina.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />I. PENDAHULUAN<br />Isu Globalisasi bisnis bermakna pasar dunia terbuka secara bebas, transparan, dan sarat persaingan. Undang-Undang Migas No. 22/2001 mengkondisikan usaha-usaha dalam bidang Minyak dan Gas Bumi tidak dapat dimonopoli lagi oleh Pertamina, namun dapat diusahakan oleh Badan-Badan Usaha lain baik dari dalam maupun luar negeri. Sejalan globalisasi dan UU Migas/2001, maka berdasarkan Keputusan Presiden<br />RI No. 57/2002, status Badan Usaha Pertamina berubah menjadi PT. Pertamina (Persero), yang harus dikelola untuk mencari laba (profit oriented) dan memiliki daya saing agar mampu bertahan sebagai market leader dalam bisnis migas. Kondisi perubahan ini menuntut perubahan seluruh jajaran Pertamina mulai tingkat manajemen puncak sampai dengan pekerja, agar di dalam menjalankan usahanya meninggalkan orientasi produk (product oriented) menuju orientasi pasar (market<br />oriented). Yang berarti mata rantai proses bisnis Pertamina di semua sektor mulai dari input, proses dan outputnya (produk/jasa) memenuhi harapan, kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Pemilihan metode atau alat mutu untuk mencapai sasaran ini sangat mempengaruhi terhadap hasil yang akan dicapai. Metode dan alat-alat mutu ini merupakan suatu sistem atau metodologi sistematik yang menggunakan berbagai pendekatan ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam melakukan perbaikan (continuous improvement). ISO 9001 adalah standar internasional untuk sistem manajemen kualitas (mutu), yang diumumkan oleh the International Organization for Standardization (ISO), dan<br />standar ini telah digunakan di Pertamina baik di unit-unit pengolahan maupun di Pemasaran Niaga. Fungsi Penelitian dan Laboratorium telah menerapkan ISO 9001-2000 untuk bidang penelitian dan jasa baik permintaan dari Unit-unit Pengolahan maupun dari pihak ke III dalam bidang Jasa Pelayanan Teknis Petrokimia, Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBBM). Kegiatannya dapat dilakukan<br />melalui kajian yang diperoleh dari studi literatur, maupun pengerjaan-pengerjaan di lapangan seperti laboratorium maupun pilot plant dan industri. Apabila ditelusuri, pada dasarnya kegiatan penelitian adalah proses yang aktif dan sistematis yang ditujukan pada pengungkapan, penafsiran dan pengkajian kembali untuk memperbaiki, mendapatkan atau meningkatkan fakta. Dengan demikian penelitian merupakan suatu<br />proses penyelidikan atas investigasi untuk mengungkapkan, menafsirkan atau melihat kembali untuk memperbaiki atau meningkatkan terhadap fakta yang dilakukan secara aktif dan sistematis dalam rangka memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan baik secara langsung maupun yang diwajibkan. Persyaratan standar sistem manajemen mutu bersifat generik, sehingga dapat diterapkan di berbagai bidang, salah satunya<br />bidang penelitian.<br /><br />II. PEMBAHASAN<br />2.1 Implementasi ISO 9001-2000<br />ISO adalah suatu sistem manajemen mutu yang mengimplementasikan system manajemen mutu berstandar internasional dan mengikuti perkembangannya untuk diterapkan di seluruh tingkatan kegiatan penelitian di fungsi Penelitian & Laboratorium - Pertamina yang disesuaikan dengan sifat dan kondisinya. Sistem Manajemen ISO 9001 bertujuan untuk membawa Penelitian & Laboratorium - Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia dengan menerapkan prinsipprinsip<br />manajemen mutu yang efektif dan efisien sebagai dasar untuk memenuhi<br />tuntutan pelanggan sehingga tercapai kepuasan pelanggan melalui kepemimpinan dan basic mentality pekerja yang kuat dalam memberikan komitmen, keterlibatan dan dukungan (Commitment, Involvement dan Support = CIS), proses bisnis yang berkualitas melalui perbaikan di segala bidang secara berkesinambungan (continuous improvement). Penerapan metode ISO 9001 di Pertamina hampir di seluruh tingkatan organisasi di Pertamina. “Tujuan penerapan ISO 9001-2000 adalah mewujudkan visi<br />Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia dengan cara menerapkan metode dan alat – alat mutu yang berstandar internasional”.<br /><br /><br /><br />2.2 Prinsip – Prinsip Penerapan ISO 9001-2000<br />1. Fokus Pada Pelanggan (Customer Focus)<br />Usaha Manajemen dalam penerapan ISO berfokus pada kepuasan pelanggan, sehingga semua kegiatan ditujukan untuk kepuasan pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. Pelanggan haruslah merupakan prioritas utama organisasi karena kelangsungan hidup organisasi ada pada pelanggan. Oleh karena itu organisasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat dijamin dengan menghasilkan jasa penelitian atau berupa konsultasi yang berkualitas tinggi dan memenuhi tuntutan pelanggan. Kualitas harus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal.<br />2. Keterlibatan Penuh (Total Involvement)<br />Penerapan ISO ini membutuhkan keterlibatan dari semua pekerja, khususnya pekerja Penelitian & Laboratorium di bagian Peneliti/spesialis dari level manajemen puncak, level spesialis dan penunjang. Keterlibatan pekerja di sini tidak hanya bersifat memberi masukan, tetapi juga<br />memperhatikan, mempertimbangkan, dan menindaklanjuti apakah masukan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan atau tidak. Tujuan dari keterlibatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan organisasi Penelitian & Laboratorium untuk memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Kesalahan yang harus dihindari pada saat menerapkan total involvement ini antara lain:<br />a. Memulai kegiatan tanpa adanya strategi yang tersistem dengan baik.<br />b. Memulai kegiatan tanpa adanya kepemimpinan yang aktif dan wewenang yang jelas dari top manajemen.<br />c. Membuat rencana yang tidak realistis. ISO sebagai sistem harus diimplementasikan di semua tingkatan kegiatan Pertamina dan Penelitian khususnya, karena penerapan ISO menjamin tertatanya proses kerja organisasi terlaksana dengan baik dan menjamin konsistensi dalam<br />pemberian komitmen oleh pimpinan puncak dan proses pengambilan keputusan, fokus pada pelanggan, proses yang konsisten, keterlibatan pekerja dan upaya perbaikan yang berkesinambungan.<br /><br />2.3 Persyaratan Umum dari ISO 9001-2000<br /><br />Gambar 1 Model Sistem Manajemen Mutu<br />Model dari sistem manajemen mutu berbasis proses di atas mengambarkan hubungan proses yang menunjukan bahwa pelanggan memainkan peranan yang sangat signifikan dalam menetapkan persyaratan dan masukan. Pemantauan kepuasan pelanggan memerlukan evaluasi terhadap informasi yang berkaitan dengan persepsi pelanggan mengenai apakah organisasi telah memenuhi persyaratan pelanggan. Sedangkan untuk tingkat yang rinci tetap harus berpatokan pada PDCA :<br />Perencanaan (Plan) : Tetapkan sasaran dan proses yang diperlukan untuk<br />menyajikan hasil sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan kebijakan organisasi. Lakukan (Do) : Mengimplementasikan proses. Periksa (check) Memantau dan mengukur proses dan produk terhadap kebijakan, sasaran dan persyaratan bagi produk dan melaporkan hasilnya. Tindak (Action) : Lakukan tindakan yang secara berkesinambungan nmeningkatkan kinerja.<br /><br />2.4 Organisasi Dalam Penerapan ISO 9001-2000 di Penelitian & Laboratorium Organisasi Penelitian & Laboratorium yang menerapkan ISO 9001-2000 memenuhi:<br />ruang lingkup penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000/SNI 19-9001-2000 adalah pada Asisten Manajer Penunjang, Kelompok Spesialis Peneliti, Kepala Komersial, Kepala Umum dan Manajer Penelitian & Laboratorium seperti terlihat pada struktur organisasi di atas. Detil struktur organisasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000/SNI 19-9001-2000 sebagai berikut:<br /><br />Gambar 2 Struktur Organisasi Penelitian dan Laboratorium Pertamina<br />ISO 9001:2000 / SNI 19-9001-2001<br /><br /><br /><br />KEPUASAN PELANGGAN PERSYARATAN PELANGGAN<br />Pada organisasi dan proses bisnis yang dilaksanakan pada fungsi Penelitian & Laboratorium dengan sasaran mutu yang setiap tahun terus dilakukan peningkatan maka penerapan sistem mutu ISO 9001-2000 dapat memenuhi delapan prinsip manajemen mutu yaitu :<br /><br />1. Fokus Pada Pelanggan<br />Pelanggan dalam hal ini bisa dari intern maupun dari luar Pertamina. Setiap tahun ditetapkan dan dievaluasi pencapaian target yang terkait dengan peningkatan, baik pendapatan maupun jumlah proyek yang akan dikerjakan sesuai dengan sasaran mutu yang telah ditetapkan. Untuk hal ini yang bisa menjadi contoh adalah saat pelaksanaan proyek usulan penambahan parameter uji pada salah satu produk non bahan bakar minyak yang sudah digunakan oleh industri. Karena adanya isu lingkungan yang memerlukan adanya parameter terkait dengan lingkungan, maka Penelitian & Laboratorium menambahkan parameter seperti yang diusulkan oleh pengguna, walaupun nantinya mungkin ada implikasinya terhadap finansial terkait SDM dan peralatan serta bahan kimia yang harus digunakan, maka harus direncanakan anggarannya dalam hal ketersediaan segala sesuatunya yaitu SDM, peralatan dan bahan kimia yang diperlukan.<br />2. Kepemimpinan<br />Pemimpin dalam hal ini sangat menentukan arah dan kebijakan yang diambil. Ada pemimpin yang mengutamakan pada suatu saat kegiatan lebih dititikberatkan pada salah satu Direktorat sedangkan layanan untuk Direktorat yang lain serta dari luar perusahaan menjadi prioritas berikutnya. Hal ini bisa saja terjadi apabila keperluan dari dalam Direktorat tersebut memang sedang mendapat perhatian terkait dengan sasaran perusahaan atau urgent. Namun hal ini belum pernah terjadi dan apabila memang ada sifatnya insidentil tidak permanen.<br /><br />3. Keterlibatan Orang<br />Dalam melaksanakan proyek penelitian, maka penetapan SDM yang terkait dalam rangka mempercepat penyelesaiannya sangat penting. Penetapan ini meliputi yang berkaitan dari aspek teknis maupun non teknis atau bagian pendukung. Aspek teknis umumnya untuk SDM yang mempunyai kompetensi sejenis sehingga hasil penelitian lebih bersifat objektif dan lebih dalam dan mendapatkankan suatu kesimpulan baik. Hal ini terkait dengan asas kepuasan pelanggan yang berprinsip pada ketepatan dan kecepatan pengerjaan proyek.<br /><br /><br />4. Pendekatan Proses<br />Pada setiap proyek pelaksanaannya mengikuti proses bisnis yang telah ditetapkan dan disepakati. Proses ini disesuaikan dengan alur dari organisasi yang sangat menunjang kelancaran bisnis dari Fungsi Penelitian & Laboratorium. Jadi pada setiap proyek selalu dilengkapi dengan dokumen-dokumen terkait seperti dokumen dari layanan pelanggan, kemudian dari bagian teknis seperti proposal, dari bagian pendukung seperti pengadaan data baik data laboratorium maupun data literatur.<br /><br />5. Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen<br />Dilakukannya pendekatan antara organisasi eksisting dengan organisasi bagi pekerja yang harus mengikuti sistem manajemen mutu ISO 9001:2000. Ternyata sistem dapat diselaraskan antara sistem mutu pada ISO 9001:2000 dengan kegiatan manajemen penelitian. Contoh adanya permintaan dari suatu rapat manajemen yang bersifat operasional menginginkan data bahan bantu proses yang sifatnya untuk peningkatan efisiensi,seperti seleksi katalis. Hal ini dapat direspon dengan ISO 9001:2000 dengan menggunakan sarana pilot plant dengan membandingkan beberapa katalis sejenis. Data dari hasil seleksi dapat<br />direkomendasikan kepada Kilang yang akan melakukan seleksi katalis sehingga kilang tersebut mempunyai referensi katalis yang akan dapat memberikan keuntungan lebih bagi perusahaan.<br />6. Peningkatan berkelanjutan<br />Adanya ide-ide merupakan hal yang sering terjadi di saat melakukan evaluasi. Pada kaji ulang manajemen dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan setiap tahun adanya peningkatan jumlah pekerjaan/project. Project yang dilakukan dapat dalam bentuk hasil yang selesai satu kali dan telah dapat diimplementasikan pada pelanggan di unit pengolahan atau dapat juga berlanjut untuk tahap berikutnya. Dapat juga ide timbul berpijak dari hasil pencapaian proyek sebelumnya, sehingga<br />akan dapat diusulkan sebagai saran peningkatan baik pada sistem maupun<br />produk. Salah satu contoh, hal-hal yang semula dianggap cukup menyulitkan untuk dijalankan pada saat awal, maka kemudian dianggap perlu dilakukan penyederhanaan sehingga pelaksanaan sistem menjadi lebih mudah dan diharapkan dapat meningkatkan motivasi bagi pelaksana.<br /><br />7. Pendekatan Fakta Untuk Pengambilan Keputusan<br />Pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan ini merupakan yang palingn efektif karena berdasarkan data hasil uji laboratorium maupun hasil kajian literature ataupun data hasil pengerjaan menggunakan sarana lain seperti unit pilot plant. Umumnya data-data yang diperoleh akan diolah terlebih dahulu serta dari pengambilan keputusan ini akan menjadi bentuk rekomendasi baik rekomendasi penerapan maupun untuk pemilihan atau seleksi penggunaannya.<br /><br />8. Hubungan Pemasok<br />Hubungan antara pemasok dengan yang menerima pasokan hendaknya dalam prinsip saling menguntungkan. Dalam hal penelitian dengan pemasok yang memasok data adalah untuk kepentingan perusahaan. Pemasok mengetahui data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan akan diambil dari pihak yang dapat dipercaya. Seperti penggunaan atau penunjukan laboratorium yang terakreditasi sehingga dapat memberikan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Sistem ISO 9001-2000 yang telah diterapkan pada Penelitian & Laboratorium mengharuskan menuntut komitmen dari manajer puncak yang sejalan dengan perubahan sistem yang berjalan di Pertamina antara lain :<br /><br />1. Komitmen terhadap efektivitas sistem dan fokus pelanggan melalui pemenuhan persyaratan pelanggan dan ketersediaan sumber daya.<br /><br />2. Menyediakan kebijakan dan menjamin sasaran-sasaran ditetapkan pada fungsi yang relevan. Penekanan dalam isi kebijakan adalah komitmen untuk memenuhi persyaratan dan efektivitas sistem yang terus menerus ditingkatkan.<br /><br /><br />3. Menjamin tanggung jawab dan otoritas ditetapkan diseluruh organisasi melalui penentuan tanggung jawab dan otoritas harus didasarkan pada struktur dan strategi organisasi.<br /><br />4. Menunjuk Management Representative yang bertanggungjawab terhadap efektivitas sistem.<br /><br />5. Tinjauan manajemen sebagai alat manajemen untuk memantau efektivitas sistem.<br /><br />6. Komunikasi internal untuk menjamin efektivitas sistem.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />III. KESIMPULAN<br />Dari Sistem Manajemen Mutu ISO 9001-2000 yang diterapkan di Penelitian & Laboratorium dapat disimpulkan:<br /><br />1. Suatu sistem manajemen mutu yang berstandar internasional dan mengikuti perkembangannya untuk diterapkan di seluruh tingkatan kegiatan Pertamina disesuaikan dengan sifat kondisinya. Sistem Manajemen Mutu Pertamina umumnya dan Penelitian & Laboratorium khususnya bertujuan untuk membawa Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia dengan menerapkan delapan prinsip manajemen mutu yang efektif dan efisien sebagai dasar untuk memenuhi kepuasan pelanggan melalui proses yang berkualitas dengan landasan basic mentality dan didukung oleh kepemimpinan yang baik serta perbaikan di segala<br />bidang secara berkesinambungan.<br /><br />2. Manfaat implementasi ISO 9001:2000<br />a. Pengendalian manajemen lebih baik.<br />b. Meningkatkan kepedulian pada masalah prosedural.<br />c. Menggunakan ISO 9001 sebagai alat promosi.<br />d. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan.<br />e. Meningkatkan efisiensi.<br />f. Meningkatkan image perusahaan.<br />DAFTAR PUSTAKA<br />1. ISO 9001:2000/SNI 19-9001-2001<br />2. Penelitian dan Laboratorium Pertamina. 2004. Bahan Pelatihan ISO 9001-2000.Jakarta<br />3. Penelitian dan Laboratorium Pertamina. 2004. Manual Mutu ISO 9001-2000 Penelitian & Laboratorium tahun 2004- sekarang<br />4. Pertamina. 2007. Bahan Pelatihan SMMP Pertamina<br />5. Internet www. Penerapan ISO 9001 : 2000manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-79421561170730920912010-02-17T02:03:00.000-08:002010-02-17T02:09:29.485-08:00Penanganan Penumpang dan Bagasi di DaratNama : Aldiansyah<br />NIM : 223107049<br /><br /><br />Penanganan Penumpang dan Bagasi di Darat<br /><br /><br />A. Prosedur Penanganan Kedatangan Bagasi<br />Secara umum prosedur penanganan bagasi dalam dunia penerbangan sudah diatur sedemikian rupa, sehingga tercipta standarisasi yang sama antara satu airlines lainnya. Yang dimaksud dengan prosedur disini maksudnya adalah tata cara, aturan atau urutan proses penanganan kedatangan bagasi.<br />Hal-hal yang perlu dilakukan dalam penanganan kedatangan bagasi :<br />a. Penempatan bagasi kedalam container harus sesuai dengan prosedur yaitu berat dibawah dan yang lebih ringan diatas. Diusahakan agar bagasi disusun baik dan label bagasinya mudah dilihat.<br />b. Pada saat bagasi sampai distasiun tujuan bagasi diturunkan atau dibongkar (proses unloading) dari traktor/gerobak/kendaraan, membongkar atau mengosongkan tempat bagasi, memeriksa bagasi datang, lalu oleh petugas bagasi dibawa kebagian pengambilan bagasi.<br />c. Memisahkan bagian transfer VIP dan economy class.<br />d. Dan pada saat penumpang ingin mengambil bagasi tersebut harus menyerahkan dan mencocokkan nomor dari label bagasi tersebut.<br />e. Diupayakan agar setiap bagasi dilihat kondisinya dan jika ada kerusakan harap lebih diteliti lagi. <br /><br />B. Prosedur Pelayanan Check-in Counter<br />Proses Keberangkatan Penumpang Internasional <br />Penumpang memasuki area keberangkatan dan melakukan pengechekan ticket kemudian melewati pemeriksaan bagasi dan penumpang melewati alat deteksi. Kemudian penumpang melaporkan keberangkatannya di check in counter, setelah mendapatkan boarding pass dan langsung membayar airport tax, kemudian penumpang dapat melakukan pembayaran fiscal pada bank-bank yang telah ditunjuk. Kemudian penumpang melewati petugas imigrasi dan melakukan pengecheckan sebelum memasuki boarding gate.<br /><br /><br /><br /><br />Yang dilakukan oleh petugas imigrasi terhadap penumpang adalah:<br />1. Menyamakan foto dengan passport<br />2. Validity of the passport <br />3. Checking pages of the passport<br />4. Mengecheck originalitas passport<br /><br />Apabila petugas menemukan penumpang yang bermasalah, maka petugas berhak mengamankan petugas tersebut dan dibawa ke ruang inspection dan interview, tetapi bila calon penumpang tidak bermasalah, maka penumpang dapat melakukan prosesnya ke pemeriksaan selanjutnya yaitu, pengecheckan kembali terhadap penumpang dan bawaannya. Melalui alat deteksi (metal detector) dan petugas melakukan pengecheckan kembali terhadap passport penumpang. Kemudian penumpang ke boarding gate dan diperiksa kembali oleh petugas tentang boarding pass dan passportnya. Barulah penumpang dapat memasuki pesawat apabila sudah dipersilahkan masuk.<br /><br />Kelancaran seluruh proses bagi penumpang yang akan naik pesawat sangatlah penting, baik bagi penumpang itu sendiri maupun bagi perusahaan penerbangan sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, para petugas di bagian check in counter harus terlatih/dilatih dengan baik sehingga betul-betul menguasai pekrjaannya dan hal-hal lainnya yang terkait.<br />Check in counter di bandara adalah tempat pendaftaran pelaporan bagi para (calon) penumpang yang akan berangkat naik pesawat di Bandar udara. Di bandara/gedung terminal check in counter berlokasi di wilayah restricted public area.<br />Berikut hal-hal yang perlu disiapkan oleh petugas check in counter :<br />1. Mempersiapkan dokumen, formulir, dan item lain yang terkait dwngan penumpang dan bagasi penumpang, seperti special request, special information, connecting flight, boarding pass (perhatikan flight/date, name, gate seat, boarding pass number, destination ; warna boarding pass menunjukkan kelas penerbangan seperti merah untuk F class, biru untuk C, hijau untuk Y, kuning untuk INF, putih untuk A/L Staff atau discount ticket). Baggage Claim Tag (perhatikan : single sector, multi sector, final destination rush tag yaitu untuk pengiriman bagasi yang ketinggalan atau harus dikirim tanpa penumpang/pemiliknya) ; label-label/tags (perhatikan online baggage tag, direct journeys between two points, interline baggage tag, more than one carrier, cabin baggage tag, unchecked baggage, priority tag, checked baggage sticker, nama label, fragile and damage tag, UM, perishable, live animal/AVI) ;’ excess baggage tiket (perhatikan cara menghitung EBT, baik menurut WC maupun PC, nomor tiket bagasi penumpang, klelebihannya berapa, harga per kilo atau per potong, jumlah yang harus dibayar, dan lain-lain).<br />2. Cara Mengecek Travel Document<br />Bebecara dokumen perjalanan penumpang yang perlu di cek adalah :<br />• Tiket penumpang : kota tujuan (from-to), flight number, class, carrier, validity, booking status.<br />• Paspor : apakah foto di paspor sama dengan orangnya dan namanya sama dengan di tiket, validity paspor, dan kondisi paspor, periksa validity minimumnya, sebab khusus menuju Negara-negara tertentu hal ini dipersyaratkan (biasanya kurang dari 6 bulan dari expiry date-nya sudah ditolak).<br />• Visa : Negara asal/tujuan/transit, apakah ada anggota keluarga yang ikut, perhatikan tujuan penumpang berkunjung apakah untuk urusan wisata, bekerja, belajar, dan lain-lain.<br />3. Seat<br />• apakah sudah request ?<br />• pergi sendiri ataukah dengan pasangan/istri/keluarga, UM, WCHC, mother with infant, stretcher, dan lain-lain.<br />4. Formulir yang Diperlukan<br />Petugas harus tahu cara mengisi formulir seperti :<br />• PBWS (Passenger and baggage Weight Sheet)<br />• PTM (Passenger Transfer Message)<br />• SOM (Seat Occuped Message)<br />• Special Information Message seperti VIP, UM, WCHC, VGML, MOML, dan lain-lain.<br /><br />5. Purser Information<br />• Untuk special Meal, UM, VIP, dan lain-lain.<br />6. Information tentang Flight Time<br />Selain apa yang telah disebutkan diatas, ada beberapa hal lain yang perlu diketahui oleh petugas sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, antara lain sebagai berikut :<br />• Apa yang boleh dan tidak boleh dibawa oleh penumpang.<br />• Biasanya penumpang hanya boleh membawa satu potong tas/barang ke dalam kabin.<br />• Peraturan tentang pets (hewan peliharaan).<br />• Tahu cara menghitung flight time sehingga tahu bila ada penumpang yang menanyakan berapa lama perjalanannya, jam berapa sampai di tempat tujuan (local time).<br />• Tahu mengenai international date line, yaitu bila kita melewati garis tersebut, kita bias ‘untung’ atau ‘rugi’ sehari.<br />7. Cara Memeriksa Tiket<br />Beberapa item penting yang harus diperiksa terhadap tiket, yaitu sebagai berikut :<br />• Nama. Nama pada tiket harus sama dengan nama pada paspor.<br />• Masa berlaku tiket. Biasanya ditulis berlaku sebelum/sesudah tanggal ….<br />• Penerbangan. Dengan penerbangan apa, nomor berapa, tanggal berapa.<br />• Harga/kelas. Dilihat dasar harga serta kelasnya.<br />• Pengesahan<br />• Perubahan. Apakah tiket pernah diubah/diganti.<br />• Penyobekan<br />• Daftar Hitam<br />8. Alokasi Tempat Duduk Penumpang<br />Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat menentukan nomor/area tempat duduk penumpang, dengan alas an keselamatan penerbangan dan atau permintaan penumpang itu sendiri, ketentuan umum yang harus diperhatikan petugas adalah sebagai berikut :<br />• Ibu yang membawa bayi, anak di bawah 12 tahun, penumpang yang memiliki handicap, tidak diizinkan utuk duduk pada barisan yang berada pada pintu darurat/emergency exit.<br />• UM (Unaccompanied Minor) dianjurkan duduk bersama apabila lebih dari 1 orang dan lokasi tempat dduk harus berada dalam jangkauan penglihatan atau pengawasan cabin crew.<br />• Penumpang yang berpergian secara bersama/group. Sebaiknya ditempatkan berdekatan.<br />• Apabila ada penumpang yang berpergian sekeluarga sebaiknya ditempatkan berdekatan.<br />• Tempat duduk untuk extra crew diatur penempatannya berdasarkan instruksi atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh sarana pengangkut.<br /><br />C. Untuk kenyamanan calon penumpang dan kelancaran kerja, para petugas di check in counter harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :<br />1. Penampilan harus rapi, murah senyum, dan ramah.<br />2. Harus menguasai tata cara check in, antara lain :<br />• bagaimana memeriksa tiket, passport, visa, surat kesehatan.<br />• Cara mempersiapkan boarding pass<br />• Cara mempersiapkan baggage claim tag.<br />• Cara membaca PNL atau PNR.<br />• Cara membuat excess baggage ticket seandainya penumpang mempunyai kelebihan berat atas bagasinya.<br />• Cara membaca buku TIM, ABC guide, TIMATIC (Travel Information Automatic).<br />3. Langkah-langkah yang harus dilakukan petugas :<br />• Menyapa dengan sopan disertai senyuman kepada penumpang yang dating dengan ucapan selamat pagi, selamat siang atau selamat sore.<br />• Meminta dokumen perjalanan penumpang : tiket, paspor, visa, dan lain-lain.<br />• Setelah menerima tiket mencocokkan dengan PNL/PNR apakah nama calon penumpang ada dalam daftar tersebut. Kalau ada petugas langsung menyapa dengan menyebut namanya, misalnya Mr. Harto, Mrs. Rita, dan sebagainya.<br />• Menimbang bagasi, lalu mencantumkan atau memasang baggage claim tag. Kalau ada kelebihan berat, penumpang diberi tahu dan harus membayar berapa, bagaimana cara pembayarannya, kemudian dibuatkan excess baggage tiket.<br />• Memeriksa paspor, visa dan dokumen lainnya.<br />• Menanyakan apakah ada permintaan khusus seperti tempat duduk, makanan, dan lain-lain.<br />• Kalaun semuanya sudah beres, petugas harus memberi boarding pass untuk penumpang disertai tiket dan dokumen perjalanan lainnya, memberitahukan waktu barangkat serta dimana ruang tunggunya, dari check in counter penumpang harus menuju kemana, misalnya membayar fiscal lalu ke bagian imigrasi, baru ke ruang tunggu.<br />• Jangan lupa mengucapkan terima kasih dan selamat jalan “Have a Nice Trip”.<br /><br /><br />D. Kehilangan Bagasi (Missing Bagage)<br />1. Penyebab Bagasi hilang<br />Kemungkinan penyebab bagasi hilang adalah :<br />a. Bagasi masih tertinggal dikota keberangkatan, karena kelalaian petugas bagian pemuatan atau sebab lain.<br />b. Bagasi tertinggal dikota transit, karena mungkit tidak cukup waktunya, atau tulisan di tag tidak jelas, sehingga petugas keliru memasukkannya kepesawat lain.<br />c. Label bagasi terlepas, sehingga tidak ketahuan harus dibawa kemana.<br />d. Tertinggal dipesawat<br />e. Salah ambil merek dan warna sama, lalu diambil oleh orang lain dengan tidak sengaja.<br />f. Masih tertinggal di Converyor-belt.<br />g. Sengaja diambil orang.<br /><br />2. Berbagai Alasan Miss Handling Baggage adalah :<br />1. Short-shipped Bagasi yang tidak terbawa dari station baggage pemberangkatan pertama<br />2. Short-landed Bagasi yang tiba bukan ditempat tujuan yang baggage dimaksud<br />3. Over-carried Bagasi yang tidak bukan ditempat tujuan / terbawa baggage ke station lain<br />4. Damage Bagage bagasi yang ditemukan rusak pada saat datang baggage yang diakibatkan karena satu dalam lain hal.<br />5. Pilfered Bagasi yang dibongkar secara paksa dan isinya baggage dinyatakan hilang oleh pemikiliknya<br />6. Lost Bagage Bagasi yang dinyatakan hilang oleh karena sebab-sebab tertentu<br /><br />3.Penanganan Bagasi Hilang adalah :<br />a. Memerikasa bagasi yang dinyatakan hilang.<br />b. Memeriksa ulang berat yang diterima maupun yang belum diterima oleh penumpang.<br />c. Membuat laporan property irregularity report (PIR).<br />d. Melaksanakan tracing selama 2-14 hari. Tracing yaitu pengacakan bagasi dengan menggunakan telex agar bagasi penumpang tersebut dapat ditemukan kembalai secara cepat.<br />e. Memberitahukan penumpang yaitu member informasi kepada penumpang tentang :<br />1. Keberadaan bagasinya<br />2. Bagasinya suadah atau belum ditemukan<br />3. Bagasi akan ditransfer<br />4. Setiap memberikan informasi, perlu dicatat tanggal/jam dan inisial staff<br />5. Bagasi yang hanya ada halamannya atau telepon segera dikirim surat pemberitahuan<br />6. Untuk klaim bagasi yang diakibatkan oleh kerusakan bagasi-bagasi terbuka dan didalamnya ada barang yang hilang maka penanganan bagsi tersebut adalah :<br />a) Memeriksa label bagasi, bila perlu memakai limited release tag (kerusakan tanggung jawab penumpang).<br />b) Membuat laporan property irregularity report (PIR).<br />c) Membuka laporan damage priferage report (DPR).<br />d) Mengganti kerugian, kehilangan bagasi, apabila penumpang tersebut membawa bagasi yang berisi keperluan penumpang tersebut.<br /><br />1. Kerusakan Bagasi ( Damage Baggage )<br />a. Penyebab Terjadinya Bagasi Rusak ( Damage Rusak )<br />1) Kerusakan bagasi akibat pemeriksaan yang kasar dan tidak beraturan.<br />2) Penanganan bagasi di lorong conveyor belt make-up area kasar dan dilempar.<br />3) Transfer baggage terlama mengendap di make-up area.<br />4) Bagasi tidak diberi kunci sebagai taambahan pengamanan.<br />5) Penempatan bagasi yang ditumpuk dan dipaksa yang melebihi batas.<br /><br /><br />b. Tindakan-tindakan Yang perlu Dilakukan Sebagai berikut “<br />1) Menimbang ulang bagasi rusak tersebut dan mencatat beratnya yang baru serta selisih beratnya bila ada.<br />2) Mempersilahkan kepada pemiliknya untuk memeriksa kembali kelengkapan isi bagasi keberangkatan.<br />3) Mencatat benda-benda yang dinyatakan rusak oleh penumpang.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-73031727840860182612010-02-13T22:25:00.000-08:002010-02-13T22:26:42.632-08:00manajemen mutu yang berpatokan pada TQM<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C02%5Cclip_filelist.xml"><link rel="themeData" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C02%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C02%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">Nama <span style=""> </span>:Lutfi Nazaruddin <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">Kelas <span style=""> </span>:DIII MTU B <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">Mata Kuliah <span style=""> </span>:Manajemen Mutu<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">PERBANDINGAN TINGKAT IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DI ANTARA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN ISO DAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN NON ISO<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">Strategi berbasis mutu produk telah lazim digunakan oleh berbagai perusahaan penerbangan besardi dunia untuk memenangkan persaingan ketat di era pasar bebas saat ini. Hal inididorong adanya fakta bahwa kepuasan konsumen terhadap mutu produk sangatmenentukan loyalitas konsumen terhadap perusahaan. Walaupun kepuasankonsumen terhadap mutu suatu produk atau jasa lebih dipengaruhi oleh atributatributyang melekat pada produk akhir, namun sebenarnya mutu terkait erat denganunsur proses, lingkungan, dan orang. Implementasi TQM (Total QualityManagement) merupakan cara terbaik untuk untuk memperbaiki unsur-unsurtersebut.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">TQM mensyaratkan keterlibatan semua level perusahaan dalam upaya perbaikanproses-proses organisasi secara berkesinambungan dengan menggunakan metodemetodekualitatif dan kuantitatif agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan,keinginan, dan harapan konsumen. Perbaikan berkesinambungan ini akan membawaperusahaan pada pencapaian mutu terbaik.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">Berbagai jenis sistem manajemen mutu telah lama dirancang dan dikembangkandemi mencapai penerapan TQM secara total di perusahaan. Salah satu jenis sistemmanajemen mutu yang mulai banyak diterapkan adalah ISO 9000. ISO 9000 adalahstandar sistem manajemen mutu yang diakui dunia dan bersifat global. Menurutsalah satu literatur, penerapan ISO 9000 di perusahaan merupakan suatu modelpendekatan TQM dan penerapan ISO 9000 dari waktu ke waktu menjadi alat bagiperusahaan untuk mencapai TQM secara penuh.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">Penelitian ini mengukur dan membandingkan tingkat implementasi TQM diperusahaan yang telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9000 dengantingkat implementasi TQM di perusahaan yang belum menerapkan sistemmanajemen mutu ISO 9000. Selain itu, penelitian ini juga mengukur tingkatpengaruh sistem manajemen mutu yang diterapkan terhadap implementasi TQM diperusahaan. Pengumpulan data dilakukan di empat perusahaan yang bergerak dalambidang bahan pembersih keperluan rumah tangga. Dua di antara perusahaan tersebutmenerapkan sistem manajemen mutu ISO 9000 dan dua perusahaan yang lainmenggunakan sistem manajemen mutu selain ISO. Metode pengolahan data yangdigunakan adalah uji hipotesis.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif";">Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkatimplementasi pada sebagian besar prinsip TQM di antara kedua jenis perusahaantersebut. Tingkat implementasi TQM di perusahaan ISO lebih baik daripada tingkatimplementasi TQM di perusahaan non ISO. Lebih lanjut lagi, dari penelitian ini jugadiketahui bahwa unsur yang paling kuat dipengaruhi oleh penerapan ISO 9000adalah aspek lingkungan, sedangkan unsur orang serta unsur proses dan produkkurang kuat dipengaruhi oleh penerapan ISO 9000. Diduga hal ini disebabkankarena kurangnya pelaksanaan dan pemahaman personel perusahaan terhadappersyaratan-persyaratan ISO 9000. Pada perusahaan non ISO, pengaruh sistemmanajemen mutunya dianggap kurang kuat terhadap semua unsur tersebut (orang,proses dan produk, serta lingkungan). Diduga hal ini disebabkan ada perusahaanperusahaannon ISO yang masih belum menerapkan sistem manajemen mutu yangtepat. Sistem manajemen mutu tersebut masih menganut konsep mutu yang sempit,yaitu masih terbatas pada aspek hasil saja. Namun demikian, ada perusahaan nonISO lain yang telah menerapkan sistem manajemen mutu berwawasan TQM.Perusahaan-perusahaan ini memiliki tingkat implementasi TQM yang tidak kalahdengan perusahaan-perusahaan ISO. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ISObukan satu-satunya cara untuk menerapkan TQM secara penuh.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-87243472680536296372010-02-13T01:16:00.000-08:002010-02-13T01:19:15.994-08:00Nama : Andirie Budi Pratama Muaya<br />Nim : 223106023<br />Jurusan : D3 MTU<br />Transportasi sebagai sarana penghubung<br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1. LATAR BELAKANG<br /><br />Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. (Salim, A Abbas 2006 Manajemen Transportasi, Jakarta : Rajawali pers.)<br /> Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut dapat lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan – tujuan tertentu. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br /> Transportasi merupakan sebuah proses yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut, dan mengalihkan di mana proses ini tidak dapat dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br />Daerah terpencil adalah daerah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi dan fisik relatif tertinggal dibandingkan daerah lain atau sekitarnya, yang dicirikan oleh adanya permasalahan sebagai berikut : rendahnya tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, keterbatasan Sumberdaya Alam (rendahnya produktifitas lahan / kritis minus), rendahnya aksesibilitas dan terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana kawasan,serta rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia.<br />Kawasan Tertinggal secara lokasi pada umumnya berada di kawasan pedalaman, kawasan kepulauan/gugus pulau terpencil,pesisir pantai, atau kawasan perbatasan terpencil. Contoh Kawasan Tertinggal : KAWASAN Kepulauan Sangihe Talaud, Kawasan Pulau Nias, Kawasan Pedalaman/ Perbatasan Kalimantan dengan Sarawak (Malaysia), Kawasan kritis minus di Sukabumi bagian selatan, Kawasan Pedalaman Jaya Wijaya, Kawasan Perbatasan Irian Jaya dengan Papua Nugini, dll.<br />Pengertian lain tentang Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d , Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d *23736 dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya yang besar. (2)Diberikan perlakuan yang sama dengan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah perairan laut yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral dalam kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter (deep sea deposits).<br /> Transportasi daerah terpencil adalah ??<br />2. RUMUSAN MASALAH<br />1. Mengapa transportasi itu penting?<br />2. Bagaimana kondisi transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />3. Apa sajakah bentuk-bentuk transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />4. Berilah contoh kasus bentuk transportasi daerah terpencil?<br />5. Bagaimana pengembangan transportasi didaerah terpencil?<br /><br /><br />BAB II<br />ISI<br /> Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik itu sumberdaya alamnya maupun potensi yang lain. Disamping itu pula kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya selalu berubah. Hal inilah yang membuat transportasi sangat penting bagi manusia karena kebutuhan manusia tidak sama dan belum tentu semua kebutuhan itu terdapat didaerahnya faktor inilah yang memperngaruhi manusia untuk pindah dari satu tempat ketempat yang lain.<br />Dalam determinan perkembangan wilayah ada enam aspek/faktor penting yang mendasari maju tidak suatu wilayah. Ke enam faktor penting itu adalah sumberdaya alam, peralatan manufaktur, pekerja, modal, pasar, dan keahlian teknologi. Determinan pengembangan wilayah yang terdiri atas enam faktor tersebut sebenarnya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh suatu wilayah, karena jika salah satunya saja tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan wilayah tersebut menjadi kurang maju atau bahkan tertinggal.<br />Yang menjadi masalah adalah tidak semua wilayah memiliki ke enam faktor penting tersebut. Masing-masing wilayah memang memiliki potensi tersendiri yang bisa dikembangkan tetapi sangat jarang kita menemui keenam faktor determinan itu dalam satu wilayah. Misalnya saja kita ambil contoh kota Yogyakarta dengan kabupaten Sleman. Di kota banyak terdapat modal, peralatan ,pasar dan keahlian teknologi tetapi sumberdaya alam tidak terdapat dikota, sedangkan sebaliknya Sleman memiliki banyak pekerja dan sumberdaya alam tetapi tidak mempunyai yang lainnya sehingga kedua wilayah itu pasti akan saling berinteraksi untuk bisa saling memenuhi kebutuhannya masing-masing. Disini dapat kita lihat arti penting adanya transportasi. Transportasi dapat menghubungkan wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya untuk tujuan saling berinteraksi memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. Transportasi juga akan mempermudah akses pada semua aspek antar wilayah yang berbeda. Sehingga dari hal ini sedikit dapat kita simpulkan bahwa baik buruknya sistem transportasi antar wilayah akan mempengaruhi maju tidaknya wilayah-wilayah tersebut.<br /> Bentuk–bentuk transportasi ada tiga yaitu tranportasi laut, darat, dan udara. Transportasi udara ada Pesawat terbang layang (Glider), Pesawat bermesin piston, Pesawat bermesin turbo propeler, Pesawat bermesin turbojet, Pesawat bermesin turbofan, Pesawat bermesin ramjet. Pesawat terbang atau pesawat udara adalah mesin atau kendaraan apapun yang mampu terbang di atmosfer atau udara. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Transportasi laut ada Kapal, seperti sampan atau perahu, merupakan suatu kendaraan yang dibuat untuk lautan atau pengangkutan merintang air. Ia biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti perahu keselamatan. Secara kebiasaannya kapal bisa membawa perahu tetapi perahu tidak boleh membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu disebut kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan atau kebiasaan setempat.<br />Transportasi darat ada Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua), atau 3 (tiga) tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus. Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa mesin sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin. Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Becak merupakan alat angkutan yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara (kecuali becak bermotor tentunya) dan masih banyak lagi namun untuk daerah terpencil tidak semua alat transportasi tersebut dapat digunakan hanya sebagian saja yang dapat digunakan untuk transportasi didaerah terpencil.<br /><br />Beberapa contoh Studi Kasus yang ada kaitannya dengan ketersediaan transportasi di daerah terpencil/terisolir di Indonesia<br />1. Kabupaten Aceh Tengah<br />Letak kabupaten yang berada di tengah-tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah yang didominasi pegunungan, menjadikan daerah ini masih terisolir. Prasarana transportasi menjadi kendala utama. Takengon dan daerah lain di Aceh Tengah bisa dibilang jauh dari keramaian arus lalu lintas. Jalur ke Takengon menjadi semacam jalan "buntu". Artinya, angkutan semacam bus dan truk tidak dapat melanjutkan perjalanan ke daerah lain, sehingga kembali melalui jalan yang sama.<br />Akses menuju ke daerah ini sangat bergantung pada jalan Bireun-Takengon, serta jalan alternatif Takengon-Blang Kejeren-Kutacane yang kurang representatif. Kondisi kedua jalan itu sangat tidak kondusif, baik karena rawan longsor maupun gangguan lainnya seperti gangguan keamanan.<br />Tak heran bila di daerah yang bergunung-gunung masih terdapat kawasan yang tidak memiliki prasarana transportasi seperti kawasan Samarkilang, Karang Ampar, Pameu, dan Jamat.Kawasan ini masih terisolasi dari berbagai aspek. Sebagian besar produk pertanian yang dihasilkan hanya digunakan untuk kebutuhan hidup.<br />Menyadari persoalan itu, salah satu upaya pemerintah kabupaten (pemkab) untuk mengatasinya adalah memperbaiki dan membuka ruas jalan baru yang bernilai ekonomis, baik antarkecamatan maupun antarkabupaten. Terutama jaringan jalan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah pemasaran.<br />Anggaran yang disediakan bagi sektor transportasi mencapai Rp 57,25 milyar atau 52,77 persendari total belanja pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2001 yang sebesar Rp 108,49 milyar. Pembukaan ruas jalan baru bukan saja menguntungkan bagi penduduk, tetapi juga pemkab dapat memetik hasil dari mempromosikan keindahan alam "Negeri Antara" yang dimilikinya. (Kompas, 2002)<br />2. Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur<br />Setelah berpisah dengan Kabupaten Bulungan tahun 1999, nama daerah baru ini belum banyak didengar. Apalagi, tidak ada jalan darat untuk mencapainya. Terpaksa harus memanfaatkan jasa angkutan sungai ataupun pesawat udara. Setelah jalan Trans Kalimantan selesai dibangun tahun 2000, Kabupaten Malinau baru bisa dijangkau dengan sarana transportasi darat.<br />Meski pusat pemerintahannya dilintasi jalan raya yang menghubungkan titik-titik utama di Pulau Kalimantan, prasarana berstatus jalan kabupaten belum menjangkau keseluruhan wilayah. Delapan puluh persen wilayahnya belum juga tertembus oleh infrastruktur jalan. Tak heran, sistem transportasi di kabupaten yang memiliki 24 sungai ini bertumpu pada angkutan sungai. Bahkan, beberapa daerah terpencil hanya bisa dicapai dengan pesawat terbang.<br />Lokasi daerah ini sangat jauh dari pusat kota, sehingga akses ke dunia luar sangat sulit. Daerah ini menjadi sangat terisolir. Untuk tiba di sana, butuh tiga sarana transportasi. Pertama, naik pesawat ke Samarinda, lalu disambung dengan speed boat. Sekitar tiga jam perjalanan, kemudian naik angkutan umum, kemudian berjalan kaki. Jarak dari Malinau ke Balikpapan saja masih sekitar 700 kilometer, itupun harus menempuh perjalanan dengan kapal laut sehari semalam. (Swaramuslim.net, 2006)<br />Kabupaten yang dicapai 30 menit dari Tarakan menggunakan pesawat ini harus bergantung pada daerah sekelilingnya. Kota Tarakan menjadi penyuplai barang-barang kebutuhan pokok penduduk yang dikirim dengan memanfaatkan angkutan sungai. Bahkan, ada beberapa barang seperti telur, gula, minuman, dan makanan kaleng dikirim dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan.<br />Namun, ketersediaan barang-barang kebutuhan tetap menjadi masalah di bagian-bagian Malinau yang terpencil. Keterbatasan sarana transportasi menyebabkan kenaikan harga barang. Sebagai contoh, harga BBM Rp 15.000 per liter karena beratnya medan dan mahalnya ongkos pengangkutan ke daerah yang terpencil.<br />Di masa mendatang, pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan pemerintah kabupaten adalah terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Pembangunan hanya akan tetap terkutub di titik-titik tertentu bila tak ada dukungan jaringan prasarana yang merata. Saat ini pemerintah daerah memulai pembangunan dengan sistem gunting. Maksudnya, pembangunan dilakukan dari dua arah bersamaan. Satu arah dari ibu kota menuju daerah-daerah terpencil di pinggiran, pada saat yang sama dari daerah terpencil ke pusat pemerintahan.<br />Bila jaringan jalan tersedia menyeluruh, sektor lain yang berpotensi terakselerasi lebih laju, seperti sektor perkebunan dan pariwisata. Selama ini berbagai obyek wisata jauh dari pusat kota dan sulit dicapai. (Kompas, 2003)<br />3. Sintang, Pontianak, Kalimantan Barat<br />Infrastruktur jalan dan jembatan sebagai sarana membuka daerah terisolasi di pedesaan masih jadi kebutuhan utama. Banyak desa dan dusun di pehuluan terisolir lantaran tak tersedianya infrastruktur jalan. Di Kayan Hulu misalnya, 9 desa dari 14 desa di kecamatan tersebut relatif tertinggal pembangunannya sementara 5 desa lainnya bisa diakses langsung melalui jalan darat, dan sisanya masih mengandalkan transportasi sungai.<br />Akibat keterisoliran tersebut malah ada warga dari satu desa, yakni Desa Nanga Kemangai, yang urbanisasi ke kota kecamatan dan kota kabupaten untuk mencari pekerjaan. Ini membuat tingkat keterisolasian masyarakat dari segi ekonomi dan budaya jauh tertinggal. Ditambah, sejak diserang hama belalang kembara dua tahun terakhir ini, ladang berpindah gagal panen.<br />Selain tak tersedianya jalan darat menuju desa dan dusun, tertinggalnya masyarakat di daerah pehuluan sungai yang jauh di daerah terpencil juga disebabkan tak meratanya potensi SDA (sumber daya alam). Diperkirakan ada 16 ribu penduduk yang tinggal di daerah terisolir. Umumnya masyarakat itu pekerjaan utamanya ladang berpindah dan masih tergantung alam. <br />Kendati masih mengalami keterbatasan, menurut Abdul Sufriyadi, masyarakat Kayan Hulu masih punya keyakinan bahwa pemerintahan daerah saat ini (Milton-Jarot) bisa membuka keterisolasian di Kayan Hulu serta dapat menyediakan program-program padat karya bagi penduduk yang gagal panen pasca serangan hama belalang dua tahun terakhir ini. Karena selain ladang berpindah, masyarakat petani di Kayan Hulu juga masih bersandar dengan SDA yang ada walaupun relatif terbatas. (Pontianak Post Online, 2007)<br />4. Nusa Tenggara Barat<br />Secara geografis, NTB umumnya terisolir dari segi transportasi dan komunikasi. Hal ini bisa dilihat, kalau ke Mataram ibu kota Propinsi NTB dari Jakarta harus mampir dulu di Surabaya atau daerah lain.<br />Semestinya, Mataram sebagai ibu kota propinsi mampu ditempuh dari berbagai penjuru di seluruh Indonesia, khususnya Jakarta, tanpa harus mampir atau transit di daerah lain. Kendati sekarang ini, sudah ada maskapai penerbangan melayani Mataram-Jakarta dan sebaliknya, itu masih belum cukup dan mesti ditambah, sehingga akses transportasi ke NTB tetap lancar.<br />Di sisi lain, NTB sebagai daerah yang rawan bencana memerlukan sarana telekomunikasi memadai, sehingga mampu mengatasi permasalahan ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Untuk itu, adanya kerjasama daerah yang tergabung dalam forum regional di daerah ini mampu mempercepat pembangunan yang diinginkan.<br />Masing-masing daerah yang tergabung dalam forum regional tersebut harus saling bahu membahu mengembangkan produk-produk unggulan yang dimiliki, sehingga sesuai dengan yang diinginkan bersama. (Suara NTB, 2006)<br />5. Sumbawa Selatan<br />Wilayah selatan pulau Sumbawa masih terisolir. Tidak ada lintasan jalan sepanjang 400 kilometer. Akibatnya, terjadi hambatan pergerakan ekonomi masyarakat di desa-desa selatan daerah Nusa Tenggara Barat. Diperlukan dana pembiayaan Rp500an miliar untuk membuka isolasi daerah tersebut. <br />Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB Lalu Fathurahman menjelaskan idealnya dibutuhkan kelancaran transportasi di Selatan Sumbawa. "Untuk terbukanya jalan di sana, diperlukan sekitar 50 unit jembatan penghubung," ujarnya.<br />Selain jalan tersebut, guna meningkatkan kesejahteraan dan sumber daya manusianya, NTB juga memerlukan ketersediaan infrastruktur lainnya berupa pembangkit listrik tenaga uap kapasitas 100 megawatt, rumah sakit umum di setiap kabupaten, air, perguruan tinggi, pendidikan dasar dan peluang lapangan kerja untuk masyarakat. (Tempo Interaktif, 2006)<br />6. Papua<br />Pemekaran daerah baru di Papua sejak tahun 2001 sampai tahun 2006 mencapai 16 daerah pemekaran. Permasalahan daerah pemekaran di Papua terkait minimnya sarana akses di daerah terpencil dan terisolir. <br />Permasalahan pemekaran daerah baru di Papua merupakan ketidakpuasan daerah yang terisolir dan terpencil. Selain itu, daerah pemekaran muncul karena tidak ada intervensi pembangunan dan juga minimnya intervensi negara dalam hal ini pemerintah pusat. Rencana pemekaran daerah Papua kedepan dibutuhkan sarana aksesbilitas untuk jangka panjang. (Okezone, 2007)<br />Dalam kunjungan kerja ke Papua, Menkokesra Aburizal Bakrie juga menyatakan bahwa diharapkan dalam tiga tahun mendatang tidak ada lagi daerah terisolir di Papua. Jalan tembus yang akan menghubungkan daerah di kawasan Pegunungan Tengah dengan kawasan pesisir di Kabupaten Timika nantinya diharapkan sudah selesai dalam waktu dekat. Dengan adanya jalan ini roda perekonomian bisa berjalan lebih lancar dan harga-harga pun tidak terlalu tinggi. (www.menkokesra.go.id, 2006)<br />7. Kabupaten Seram, Maluku<br />Kabupaten Seram Bagian Timur yang dikategorikan kabupaten miskin di Indonesia oleh Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, kini masih terisolir khusus di bidang transportasi dan komunikasi. Ruas jalan aspal yang ada di kabupaten tersebut hanya sepanjang empat kilometer. Untuk menjangkau satu desa ke desa lain, maupun ke kota kecamatan dan kota kabupaten hanya bisa melewati laut. Itu juga kalau kondisi lautnya mendukung. <br />Selain dataran luas, kabupaten yang memiliki banyak pulau dan terpencil makin membuat jaringan transportasi antar pulau sangat terbatas. Banyaknya pulau-pulau terpencil itu hanya dilayari kapal perintis antara 2 hingga 4 minggu sekali di beberapa lokasi saja. Persoalan ini tentu saja berpengaruh, termasuk akses pelayanan kesehatan ke masyarakat.<br />Akibat kondisi itu pula, saat wabah malaria menyerang Dusun Wawasa Kecamatan Kepulauan Gorom pada awal Mei 2005 lalu menewaskan 22 orang dan 761 warga di dusun tersebut sakit parah. Warga Wawasa meninggal selain krisis pangan di daerahnya, juga akibat lambatnya penanganan kesehatan karena keterisolasiannya. <br />Pengobatan warga yang terjangkit malaria sulit dilakukan akibat tidak adanya fasilitas kesehatan di Wawasa. Puskesmas terdekat berada di desa induknya Amarsekaru, yang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu tradisional ketinting selama 1 hingga 1,5 jam. Karena terbatasnya sarana tranportasi dan biaya transportasi yang tinggi, warga sulit untuk berobat dan perawat di puskesmas terdekat juga sulit mengunjungi korban. (Fkmcpr, 2006)<br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />1. transportasi merupakan sarana penghubung yang sangat penting dalam mempengaruhi maju tidaknya suatu wilayah.<br />2. kondisi geografis daerah terisolir mengakibatkan sulitnya pembagunan sektor transportasi<br />3. bentuk transportasi di daerah terpencil di dominasi oleh truk, motor trail, pesawat terbang, speed boat, dan kapal laut.<br />4. kondisi transportasi di daerah terpencil kurang layak baik dari segi sarana maupun prasarana dan rendahnya anggaran yang disediakan untuk sektor transportasi di daerah terpencil<br />SARAN<br />1. Untuk memajukan transportasi berbagai moda di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandar udara. Selain itu yang tak kalah penting adalah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan pemeliharaan infrastruktur-infrastruktur tersebut.<br />2. sehibungan dengan penyediaan berbagai macam moda saran/prasarana transportasi bagi daerah pinggiran terpencil, prioritas perlu ditekankan pada pengembangan fasilitas pelayanan transportasi di daerah pedesaan, daerah/pulau terpencil, dan daerah transmigrasi, yang diharapkan akan meningkatkan aktifitas perekonomian wilayah-wilayah tersebut.<br />3. selain membangun berbagai infrastruktur trasnportasi, pemerintah kiranya perlu untuk selalu menyediakan transportasi yang murah dan terjangkau bagi masyarakat di daerah terpencil/pinffiran, misalnya dengan kebijakan-kabijakan untuk menurunkan harga BBM, memberikan subsidi, melakukan pengawasan ketat terhadap tata niaga dan distribusinya dan sebagainya.<br />4. dalam hal peningkatan kualitas pelayanan transportas, pemerintah wajib menerapkan kebijakan-kebijakan regulasi dan manajemen transportasi yang efektif, serta melakukan pengawasan-pengawasan ketat terhadap pengoperasia kebijakan-kebijakan tersebut untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh perusahan atau organisasi penyelenggara transportasi.<br />5. hal terakhir yang paling penting dari pembanaunan sarana/prasaranatransportasi adalah pembangunan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia di bidang transportasi. Selain itu, diperlukan peran serta segenap pengguna transportasi untuk memelihara sarana dan prasarana transportasi, serta turut mematuhi berbagai peraturan keselamatan yang ada utuk mengurangi terjadi kecelakaan.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-75566760677922906952010-02-12T01:43:00.000-08:002010-02-12T01:47:26.292-08:00Tugas MandiriNAMA : SEKTI WULAN SARI<br />NIM : 223107080<br />JURUSAN : D3 MTU<br /><br /><br /><br />BAB I <br />PENDAHULUAN<br /><br />A.LATAR BELAKANG<br /><br /> Kebandarudaraan meliputi segala sesuatu yang diberikan dengan kegiatan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi nasional dan daerah, Sedangkan Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.<br /><br /> Dari pengertian dan fungsi Bandar udara diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bandar udara merupakan titik sentral atau pusat kegiatan penerbangan sehingga wajar apabila pengaturan menganai penerbangan dimulai dari Bandar udara baik yang terkait pergerakan pesawat, proses bongkar muat angkutan udara maupun proses perpindahan antar moda trasportasi serta penerapan prosedur pengawasan dan pengendalian operasional lainnya. Dengan demikian, Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau menjadikan penerbangan sebagai “Jembatan udara” yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya dengan memanfaatkan Bandar udara sebagai pusat penyebaran (alias bandara tujuan)<br /><br /> Penerbangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan wilayah udara pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan penerbangan serta kegiatan fasilitas penunjang lainnya. Mengingat begitu luas dan kompleksitas masalah penerbangan tersebut, maka peran pemerintah dalam mengatur pemanfaatan wilayah udara nasionalnya adalah sangat penting demi kelancaran,keselamatan, dan keamanan angkutan penumpang, barang dan pos di indonesia.<br /> Maka dari itu hal yang sangat menunjang di Bandar udara salah satunya ialah pelayanan Pada penerbangan Bandar udara meliputi pelayanan operasional dan pelayanan keselamatan penerbangan yang mana pelayanan operasi Bandra udara sangat penting untk kelancaran pada saat take off dan landing, karena semua itu didasari dari pelayanan operasional di Bandar udara , selain pelayanan operasional bandar udara terdapat pelayanan yang paling utama ialah Keselamatan penerbangan yang mana yang dimaksud dengan keselamatan penerbangan adalahn suatu kondisi untuk mewujudkan penerbangan dilaksanakan secara aman dan selamat sesuai dengan rencana penerbangan.<br /><br /> Keamanan penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaran penerbangan yang bebas dari gangguan dan/ atau tindakan yang melawan hukum. Sedangkan keselamatan penerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelaikan teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta penunjangnya. Pesawat udara merupakan salah satu sarana angkutan yang syarat dengan teknulogi maju disamping memiliki kecepatan tinggi sehingga sanagat rentan terhadap situasi maupun kesalahan ( sekecil apapun ) diudara, apabila dibandingkan dengan sarana angkutan lainnya. Oleh karna itu pengturan tentang keselamatan dan keamanan penerbangan dibuat sangat ketat baik untuk pesawatnya sendiri atau terhadap alat bantu navigasi, terhadap angkutan maupun untuk kepentingan masyrakat umum di darat. Kecelakaan ( accident ) berhubungna dengan keselamatan penerbangan, sedangkan tindakan melawan hukum atau kekerasan terkait masalah keamanan penerbangan dimana kedua masalah ini salinh berkaitan satu sama lain serta di ikuti dengan pengawasan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />A.Pelayanan operasi bandar udara meliputi :<br /><br />1.Pelayanan Apron<br />Melaksanakan kegiatan pelayanan operasi penerbangan, pengawasan pergerakan pesawat udara, lalu lintas kendaraan, kebersihan d daerah sisi udara serta pencatatan data penerangan yang meliputi :<br />- Pelayanan operasi penerbangan<br />- Pelayanan pemarkiran pesawat udara (marshlling) yang tidak di layani oleh ground handling agent<br />- Pengkoordinasian pengawasan dan penertiban lalu lintas kendaraan di daerah sisi udara<br />- Pengawasan kebersihan di daearah sisi udara<br />- Pengoperasian garbarata<br />- Pencatatan data penerbangan<br />- Pengaturan baggage conveyor belt bagi penumpang yang datang<br /><br />2.Pelayanan sentra operasi terminal<br /> Melaksanakan kegiatan pengaturan pemakaian tempat parkir pesawat udara (parking stand management), pengoperasian secara real time akurasi data informasi penerbangan serta pengaturan pemakaian ruang tunggu (boarding longue) dan penempatan nomor check-in melalui sistem computer, meliputi :<br />- pengumpulan jadwal penerbangan<br />- penyimpanan pemasukan data ke dalam sistem komputer<br />- pengaturan penempatan pesawat udara di area parkir terminal<br />- pengisian operasi untuk keberangkatan/kedatanagan tamu negara/VIP ke dalam sistem komputer<br />- pengisian informasi lain dalam bentuk free text ke dalam public TV<br />- pengisian real time data informasi penerbangan<br /><br /><br /><br />3.Pelayanan inspeksi terminal<br />Melaksanakan kegiatan pengawasan peralatan/fasilitas penunjang operasional yang berada di terminal penumapang bandar udara seperti :<br />- pengoperasian meja panel terminal control station<br />- pengoperasian peralatan check-in counter control center<br />- pengoperasian peralatan baggage conveyor belt<br />- pelayan trolley di terminal<br />- menerima laporan tentang kerusakan/tidak berfungsinya peralatan/fasilitas di terminal untuk diteruskan kepada unit kerja terkait<br /><br />4.Pelayanan informasi penerbangan dan informasi umum<br />Melaksanakan pemberian jasa informasi mengenai penerbangan, pariwisata dan umum di bandar udara untuk kelancaran lalu lintas penumpang dan pengguna jasa bandar udara lainnya meliputi :<br />- pelayanan informasi melalui public information desk<br />- pelayanan informasi melalui pusat layanan informasi telpon<br />- pelayanan public addressed system<br />- pelayanan kegiatan very important person<br />- pelayanan informasi melalui boarding information desk di daerah non public area<br />- tugas protokoler atas nama perusahaan<br /><br />5.Pelayanan sistem informasi bandar udara<br />Melaksanakan koordinasi penyiapan, pembuatan dan pendistribusian jadwal dan informasi penerbangan melalui hasil cetak maupun system display (flight information display system) untuk kepentingan perusahaan maupun pengguna jasa bandar udara, pengoperasian perangkat keras dan jaringan komputer serta penyiapan, pengolahan dan penyajian laporan tagihan/biling dan statistik penerbangan.<br /><br /><br /><br /><br /><br />6.Pelayanan angkutan darat<br />Melaksanakan kegiatan pemberian jasa pelayanan di sisi darat seperti pelayanan kegiatan angkutan di sisi darat dan menunjang kegiatan angkutan untuk kepentingan perusahaan.<br /><br /><br />BAB IV<br />PENUTUP<br /> <br />A KESIMPULAN<br />1. Bandar udara merupakam salah satu elemen dalam sistim transportasi dan merupkan sangat penting dalam sistem transportasi secara umum dan transportasi udara khususnya, sebanb bandar udara merupakan tempat perpindahan antar transportasi udara,darat seperti jalan raya,jalan rel, dan transportasi laut lainnya<br />2. Di bandar udara pelayanana operasional , keselamatan dan keamanan penerbangan merupakan hal yang paling utama demi kelancaran penerbangan . <br />3. Penyelenggaraan bandar udara bertanggung jawab terhadsap keamanan, dan keselamatan penerbangn serta kelancaran pelayanannya <br />4. Guna menjamin keselamatan, maka setipa fasilitas atau peralatan penunjang lainya di bandar udara harus memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan, sebagai mana di isyaratan dalm fasilitas seperti radar,radio komunikasi.navigasi dan alat bantu pendaratan dan sebagainya.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-8956727197724209712010-02-12T00:09:00.000-08:002010-02-12T00:10:40.624-08:00Geri Aldino NIM (223107075)NAMA : GERI ALDINO<br />NIM : 223107075<br /><br /><br /><br /><br />KECELAKAAN KERJA BANDAR UDARA DI BALI<br />DILIHAT DARI WAKTU KEJADIAN KECELAKAAN<br />TAHUN 1995-1998<br /><br />Di Bali penggunaan mesin dan peralatan mekanis telah cukup meluas pada berbagai kegiatan<br />ekonomi. Namun penggunaan mesin dan peralatan mekanis tersebut tidak dilengkapi dengan alat<br />pengaman maupun alat pelindung diri yang baik, serta tidak diberikan pelatihan terhadap calon<br />operatornya sebelum mengoperasikan mesin tersebut. Dengan demikian kemungkinan terjadinya<br />kecelakaan kerja sangat besar dengan risiko kerugian baik bagi karyawan maupun pengusaha<br />serta masyarakat umum. Guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja berbagai usaha telah<br />dilakukan oleh Kanwil Depnaker Propinsi Bali, namun kecelakaan kerja tetap tinggi bahkan<br />cenderung meningkat. Untuk itu telah dilakukan penelitian retrospektif dari laporan kecelakaan<br />kerja pada PT. JAMSOSTEK Bali selama tahun 1995-1998. Hasil menunjukkan bahwa<br />kecelakaan kerja yang paling banyak dari perusahaan bongkar muat di pelabuhan, perusahaan<br />kayu, dan konstruksi. Dari seluruh kecelakaan kerja yang dilaporkan 50% lebih merupakan<br />kecelakaan lalu-lintas. Sebaran terjadinya kecelakaan kerja dihubungkan dengan jam kerja<br />ternyata kecelakaan kerja banyak terjadi pada pukul 10.00 – 11.00 dan 14.00-16.00 WITA; pada<br />saat itu terjadi penurunan kemampuan fisik karyawan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan<br />kerja maka disarankan untuk memberikan jam istirahat pendek pada pukul 10.00 dan 14.00<br />WITA.<br /><br />PENDAHULUAN<br />Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan (1).<br />Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dan ada hubungannya dengan<br />2<br />pelaksanaan pekerjaan, termasuk pula kecelakaan lalu lintas yang terjadi saat perjalanan<br />atau transportasi ke dan dari tempat kerja ke rumahnya.<br />Dengan dimanfaatkannyan ilmu pengetahuan dan teknologi tempo pembangunan<br />semakin cepat, dimana resiko kecelakaan juga makin meningkat dan makin berat.<br />Kemajuan teknologi telah meningkatkan penggunaan mesin-mesin dan peralatan mekanis<br />(1). Menurut Levy et.al.(2) pada setiap penggunaan mesin dan alat mekanis harus sudah<br />dilengkapi dengan alat pengaman yang baik atau diberi latihan yang baik terhadap calon<br />operator. Di Bali penggunaan mesin dan alat mekanis telah meluas pada setiap kegiatan<br />ekonomi. Namun penggunaan mesin dan alat mekanis tersebut sering tidak dilengkapi<br />dengan alat pengaman yang baik, maupun latihan pemakaian yang baik (3). Dengan<br />demikian kecenderungan terjadinya kecelakaan kerja sangat tinggi dengan berbagai<br />resiko kerugian baik bagi karyawan, perusahaan maupun masyarakat pada umumnya.<br />Dengan peningkatan pemakaian mesin dan alat mekanis kecendrungan terjadinya<br />kecelakaan kerja juga meningkat.<br />Guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja berbagai usaha telah dilakukan<br />seperti: pembinaan dan pengawasan oleh Kanwil Depnaker Propinsi Bali, Kampanye<br />bulan K3, pemasangan spanduk dan bendera K3, Lomba K3, namun kenyataannya<br />kejadian kecelakaan kerja masih sering terjadi bahkan tampaknya masih tetap tinggi.<br />Tingkat kecelakaan kerja selama tahun 1984-1998 sekitar 27,59% per tahun (4).<br />Kecelakaan kerja banyak terjadi pada perusahaan menengah dan kecil dan informal.<br />Sedangkan pada perusahaan besar pelaksanaan K3 sudah cukup baik bahkan beberapa<br />perusahaan sudah mencapai tingkat kecelakaan nihil (zero eccident).<br />Dalam makalah ini dibahas kasus kecelakaan kerja di Bali dilihat dari waktu<br />kejadian kecelakaan. Selanjutnya dihubungkan dengan jam kerja dan jam istirahat.<br /><br />METODE<br />Penelitian ini adalah penelitian retrospektif data sekunder dari laporan kasus<br />kecelakaan kerja yang dilaporkan ke PT.ASTEK selama tahun 1995-1998. Hasilnya<br />dianalisa secara deskriptif<br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br />Kecelakaan kerja dapat terjadi pada semua kegiatan ekonomi atau kehidupan,<br />baik itu sektor formal, maupun informal. Dalam hal ini dapat dikelompokkan sbb.:<br />1. Yang masuk program JAMSOSTEK:<br />a. Kasus kecelakaan kerja yang tercatat di PT.JAMSOSTEK yang dilaporkan ke<br />PT.JAMSOSTEK, untuk mendapatkan penggantian biaya (biaya pemeriksaan,<br />pengobatan, perawatan, maupun kompensasi karena cacat).<br />b. Kasus kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan ke PT.JAMSOSTEK, dengan<br />berbagai alasan. Ini tidak tercatat di PT.JAMSOSTEK.<br />2. Yang tidak masuk program JAMSOSTEK<br />Di berbagai sektor belum terjangkau oleh program JAMSOSTEK seperti sektor<br />industri rumah tangga (informal), sektor pertanian, perdagangan, jasa rumah tangga<br />3<br />dsb. Apabila terjadi kecelakaan kerja tidak dilaporkan ke PT.JAMSOSTEK, dan sudah<br />jelas tidak tercatat.<br />Dengan demikian data kecelakaan kerja yang dilaporkan jauh lebih kecil<br />dari data kecelakaan kerja yang sebetulnya terjadi. Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat<br />di PT.JAMSOSTEK selama periode 1995-1998, disajikan pada tabel 1. Dari tabel<br />tersebut tampak bahwa prosentase kasus kecelakaan kerja yang paling banyak adalah<br />kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi saat para pekerja di perjalanan<br />baik waktu berangkat kerja maupun setelah pulang kerja. Apabila dianalisa kecelakaan<br />kerja yang terjadi ternyata kecelakaan kerja paling banyak terjadi pada tenaga kerja<br />bongkar muat (bongkar kayu dan semen) di pelabuhan dan perusahaan kayu.Dari<br />kecelakaan lalu lintas yang paling banyak karena kecelakaan sepeda motor, dan ini sesuai<br />dengan laporan kecelakaan lalu lintas di POLDA NUSRA 1995 dimana kecelakaan lalu<br />lintas yang paling banyak pada umumnya karena pengendara sepeda motor (5).<br />Sedangkan kasus kecelakaan kerja yang lainnya kemungkinan karena para pekerja tidak<br />mempergunakan alat pelindung dengan baik seperti topi, sepatu, sarung tangan dsb., di<br />samping karena faktor manusia sendiri seperti keteledoran, tergesa-gesa, terlalu berani,<br />lelah, ngantuk dsb.<br />SEBARAN WAKTU TERJADINYA KECELAKAAN KERJA<br />Sebaran waktu terjadinya kecelakaan kerja dikaitkan dengan waktu kerja dan<br />waktu istirahat disajikan pada grafik (1,2,3,4). Dari grafik tersebut tampak bahwa sebaran<br />waktu terjadinya kecelakaan kerja menunjukkan pola yang serupa. Kecelakaan lalu lintas<br />terbanyak terjadi pada saat-saat karyawan berangkat atau pulang kerja. Sedangkan<br />kecelakaan kerja (karena melakukan pekerjaan yang sebenarnya, bukan kecelakaan lalu<br />lintas), terjadinya sekitar pukul 10.00 - 11.00 WITA dan pukul 14.00-17.00 WITA.<br />Suma’mur (1) menyebutkan kecelakaan kerja tertinggi terjadi menjelang akhir kerja.<br />Pada perusahaan yang menganut pola waktu kerja 8 jam kerja sehari apakah itu hanya<br />kerja siang hari saja ataupun kerja pagi, sore dan malam, kecelakaan kerja yang tertinggi<br />pada saat kemampuan tubuh sedang menurun (6,7). Pada Industri Pesawat Terbang<br />Nusantara (IPTN) kecelakaan kerja paling banyak terjadi sekitar pukul 09.00-10.00 WIB<br />karena jam istirahat makan pukul 11.00 –12.00 WIB (8). Apabila kita lihat grafik<br />hubungan waktu kerja, waktu makan dan kesiapan kerja selama 8 jam kerja (grafik 5),<br />maka tampak bahwa pada pukul 10.00-11.00 dan 14.00-16.00 adalah pada saat kesiapan<br />kerja menurun (7). Kondisi tersebut akan tampak jelas pada pengaturan jam kerja yang<br />menerapkan istirahat hanya 1 jam pada pukul 12.00-13.00 WITA. Sedangkan apabila me-<br />nerapan istirahat pendek setiap 2 jam kerja maka kesiapan kerja tetap di atas ambang.<br />SIMPULAN DAN SARAN<br />1. Kecelakaan kerja paling banyak adalah kecelakaan lalu lintas hampir 50% lebih. Dan<br />lebih banyak karena kecelakaan sepeda motor. Kemudian diikuti oleh kecelakaan<br />bongkar muat di pelabuhan dan perusahaan kayu.<br />2. Frekuensi tertinggi waktu terjadinya kecelakaan kerja sekitar pukul 10.00-11.00 dan<br />14.00-16.00 WITA.<br />4<br />SARAN<br />1. Oleh karena kecelakaan kerja sering terjadi pada saat kemampuan fisik menurun<br />dimana kesiapan kerja menurun, maka perlu diterapkan istirahat pendek pada pukul<br />10.00 dan 14.00 WITA selama 5-10 menit.<br />2. Perlu selalu dibudayakan keselamatan kerja di perusahaan.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-61845417719799974712010-02-12T00:03:00.000-08:002010-02-12T00:04:54.697-08:00Utami Handayani (NIM :223107090)Nama :Utami Handayani<br />NIM :223107090<br />Maskapai penerbangan bertarif rendah<br /><br /><br />Sebuah angkutan bertarif rendah atau maskapai penerbangan bertarif rendah (juga dikenal sebagai angkutan / maskapai tanpa pajak atau diskon) merupakan sebuah maskapai penerbangan yang memberikan tarif rendah dengan gantinya menghapus beberapa layanan penumpang yang biasa. Konsep ini diperkenalkan di Amerika Serikat sebelum menyebar ke Eropa pada awal 1990-an dan seluruh dunia. Cara tersebut dimulai pada industri maskapai yang merujuk pada struktur pengoperasian bertarif rendah daripada pesaingnya. Melalui berbagai media, cara ini menghasilkan banyak maskapai dengan harga tiket yang rendah dan layanan yang terbatas karena biaya operasinya.<br />• <br />Model bisnis<br />Beberapa praktik model bisnis maskapai bertarif rendah meliputi:<br />• sebuah kelas penumpang tunggal<br />• sebuah tipe pesawat terbang bersayap tetap (umumnya Airbus A320 atau Boeing 737) tunggal, mengurangi biaya pelatihan dan pengoperasian<br />• sebuah kumpulan peralatan kecil pilihan di pesawat, seringkali tidak termasuk perlengkapan modern seperti ACARS, lebih mengurangi biaya perawatan.<br />• sebuah cara harga biasa, seperti memberi setengah harga tiket searah daripada ulang-alik (terkadang harga naik seiring pesawat mengisi bahan bakar, sehingga menuntut reservasi awal)<br />• kursi yang tidak ditentukan (membolehkan penumpang memasuki pesawat lebih awal dan cepat)<br />• terbang murah, bandar udara kedua yang kurang padat dan terbang awal di pagi atau sore hari untuk menghindari penundaan lalu lintas udara dan pajak pendaratan lebih rendah<br />• rentang waktu terbang ulang alik yang cepat (membolehkan penggunaan pesawat secara maksimum)<br />• rute yang dipermudah, menekankan perpindahan titik-ke-titik daripada pindah pesawat di hub maskapai (membolehkan penggunaan pesawat dan pengurangan masalah mengenai penumpang atau barang bawaan yang tertunda dan tertinggal penerbangan selanjutnya)<br />• mengutamakan penjualan tiket secar alangsung, khususnya melalui Internet (menghindari pajak dan komisi terhadap agen perjalanan dan sistem reservasi komputer)<br />• membolehkan penggunaan dan pengambilan melalui tiket elektronik atau perjalanan tanpa tiket<br />• karyawan dengan berbagai pekerjaan, seperti pramugari yang juga membersihkan pesawat atau bekerja sebagai petugas gerbang (membatasi gaji perorangan)<br />• makanan dalam penerbangan "gratis" dan layanan "cuma-cuma" dihapus, dan digantikan dengan pilihan makanan dan minuman yang dibayar (menghasilkan sumber keuntungan tambahan bagi maskapai)<br />• sebuah keseganan untuk menangani penumpang Layanan Khusus, contohny dengan menaruh batas usia yang tinggi pada Unaccompanied Minors (UM) daripada maskapai layanan penuh<br />• program lindung nilai bahan bakar yang agresif<br />• "tidak mengikat" biaya tambahan (seperti pajak bandara, dan pajak lainnya sebagai biaya yang dipisah daripada sebagai bagian dari harga yang diiklankan) untuk membuat "harga headline" terlihat rendah<br />Tidak setiap maskapai bertarif rendah melaksanakan kesemua persyaratan di atas (contohnya, beberapa maskapai mencoba membedakan dirinya dengan kursi yang ditentukan, sementara yang lainnya beroperasi lebih dari satu tipe pesawat, atau memiliki biaya operasi yang tinggi tetapi harga rendah). Walaupun begitu ini merupakan karakteristik umum, beberapa diantaranya berlaku kepada maskapai bertarif rendah yang diberikan.<br /> Karakteristik yang khas pada pasaran Amerika Serikat<br />Maksud kompetisi paling utama adalah untuk menjadi maskapai dengan harga naik turun. Tujuan harga pembelian adalah menjadi pesaing dengan maskapai penerbangan besar tetapi tidak rendah secara signifikan. Beberapa LCC (maskapai bertarif rendah) yang berhasil mencoba memberikan sebagian keuntungan tambahannya, seperti penerbangan tepat waktu yang lebih baik atau lebih banyak ruang sandaran kaki. AirTran Airways dan Spirit Airlines telah menuai sukses dengan Kelas Bisnis bertarif rendah mereka, sementara Frontier dan JetBlue memberikan acara-acara televisi langsung dalam penting<br /> Sejarah<br /> <br /> <br />Boeing 737-700 milik maskapai bertarif rendah Inggris, easyJet mengantri untuk lepas landas di Bristol<br />Maskapai penerbangan bertarif rendah pertama yang berhasil adalah Pacific Southwest Airlines di Amerika Serikat, yang menjadi perintis konsep tersebut ketika penerbangan perdananya dilakukan pada tanggal 6 Mei 1949. Cara ini tidak disengaja diberikan kepada Southwest Airlines yang memulai penerbangannya pada 1971 dan mendatangkan keuntungan tiap tahunnya sejak 1973. Dengan munculnya deregulasi penerbangan, model ini menyebar ke Eropa, dimana maskapai yang sukses berasal dari Irlandia, Ryanair, yang memulai penerbangan bertarif rendahnya pada tahun 1991, dan easyJet, dibentuk pada 1995. Maskapai bertarif rendah mulai dibentuk di Asia dan Oseania pada tahun 2000 oleh operator seperti AirAsia dari Malaysia, dan Virgin Blue dari Australia. Model maskapai bertarif rendah berlaku di seluruh dunia, meskipun pasar yang tertata ulang paling pas untuk penyebarannya yang cepat. Tahun 2006, LCC baru diumumkan di Arab Saudi dan Meksiko.<br />Maskapai bertarif rendah menaruh ancaman berat terhadap maskapai "layanan penuh" terdahulu, sejak struktur harga tinggi maskapai layanan penuh mencegah mereka bersaing pada harga - faktor yang paling penting di antara konsumen adalah ketika memilih sebuah maskapai. Sejak 2001 hingga 2003, ketika industri penerbangan dikejutkan dengan terorisme, perang dan SARS, maskapai-maskapai besar mengalami kemerosotan ketika maskapai bertarif rendah tetap menguntungkan.<br />Banyak maskapai memilih meluncurkan versi tarif rendahnya, seperti Buzz KLM, Go Fly British Airways, Air India-Express Air India dan Ted United Airlines, tetapi mendapat kesulitan ketika mengorbankan inti bisnisnya. Pengecualian ini terjadi pada bmibaby bmi, germanwings yang 49% dikontrol oleh Lufthansa dan Jetstar Qantas, semuanya berhasil beroperasi pada layanan penuh.<br />Untuk tujuan wisata, maskapai bertarif rendah juga bersaing dengan penjualan sewa kursi. Bagaimanapun, infleksibilitas maskapai sewaan menjadikan mereka tidak populer dengan kebanyakan turis.<br />Masuknya negara-negara baru ke Uni Eropa dari Eropa Timur dan berjalan dengan legislasi UE oleh siapapun yang belum bergabung, telah membawa kepada perluasan perjanjian langit terbuka. Ini membawa peresmian rute bertarif rendah dengan menetapkan dan operator baru seperti Wizz Air dari Hungaria yang melakukan penerbangan perdananya pada 19 Mei 2004. Sejak 2004 hingga 2007, banyak rute yang diresmikan menuju Bulgaria, Slovenia, Polandia, Hungaria, Republik Ceko, Turki dan Israel.<br />Di Kanada, Air Canada mengalami kesulitan untuk bersaing dengan pesaing bertarif rendah barunya sepert iWestjet, Canjet dan Jetsgo meskipun posisinya sangat dominan sebelumnya di pasaran: Air Canada memasuki periode perlindungan kebangkrutan pada tahun 2003, tetapi keluar dari perlindungan pada bulan September 2004. Air Canada mengoperasikan dua subsidiari bertarif rendah, Tango dan Zip, tetapi keduanya tidak melanjutkan. (Jetsgo sendiri menghentikan operasinya pada tanggal 11 Maret 2005 dan Canjet mengumumkan bahwa mereka berhenti pada tanggal 10 September 2006.)<br />Maskapai penerbangan bertarif rendah pertama India, Air Deccan memulai penerbangannya tanggal 25 Agustus 2003. Tarif maskapai untuk rute Delhi-Bangalore 30% lebih kurang daripada yang ditawarkan oleh pesaingnya seperti Indian Airlines, Air Sahara dan Jet Airways pada rute yang sama. Kesuksesan Air Deccan telah membawa masuknya sejumlah maskapai bertarif rendah ke India. Air Deccan sekarang menghadapi kompetisi dari maskapai bertarif rendah India lainnya seperti SpiceJet, GoAir dan Paramount Airways. IndiGo Airways baru-baru ini menaruh pesanan untuk 100 Airbus A320 yang bernilai 6 milyar USD di Pertunjukan Udara Paris, tertinggi di antara maskapai domestik Asia manapun. Setelah setahun beroperasi, pada 2006, Kingfisher Airlines merubah model bisnisnya dari tarif rendah menjadi maskapai menguntungkan.<br />Di Finlandia, kompetisi berjalan dengan arah yang berbeda, maskapai nasional Finnair mengurangi tarifnya sehingga pesaing bertarif rendahnya Flying Finn terpaksa menghentikan operasinya. Tiga bulan setelah kebangkrutan Flying Finn, operator lainnya Blue1 memulai penerbangan menuju tiga tujuan paling menguntungkan Flying Finn.<br />Di Norwegia, maskapai bertarif rendah pertama adalah ColorAir di tahun 1998. Tarif rendah mereka disamakan dengan pesaing SAS dan Braathens, dan Color Air gulung tikar pada 1999. Maskapai bertarif rendah berikutnya, Norwegian Air Shuttle (atau Norwegian), memulai operasi Boeing 737-nya pada bulan September 2002, memunculkan kompetisi lebih berat untuk pergabungan bagian Norwegian di SAS dan Braathens. Meskipun Norwegian dimulai dengan rute domestik, hari ini operasi internasionalnya lebih besar daripada domestik. Dengan melincurkan penerbangan tanpa henti dari kota seperti Stavanger, Bergen, Trondheim juga Oslo, mereka akan menjadi terkenal. Orang Norwegia merupakan yang paling sering terbang di dunia, terutama karena geografi negaranya tetapi juga pendapatannya yang tinggi.<br />Maskapai bertarif rendah pertama Australia adalah Compass yang meluncurkan operasinya pada tahun 1990 tetapi tidak lama beroperasi. Tahun 2000, Impulse dan Virgin Blue mengumumkan operasi bertarif rendah membawa kompetisi menuju kota-kota Australia. Virgin Blue telah menjadi maskapai terbesar kedua di Australia, sementara Qantas membeli Impulse dan mengoperasikannya pada sebuah perjanjian 'sewa basah' sebelum merubahnya ke maskapai bertarif rendah berunya Jetstar. Qantas telah meluncurkan dua maskapai bertarif rendah: JetStar bersaing dengan Virgin Blue di pasaran domestik Australia, sementara Australian Airlines beroperasi secara internasional menuju kota-kota Asia. Tahun 2006, Qantas mulai mengoperasikan penerbangan Australian Airlines pada sebuah perjanjian 'sewa basah' yang berarti kru dan pesawat Australian Airlines beroperasi dibawah merek Qantas. Pada tahun 2006, Qantas ingin terus membangun sebuah merek bertarif rendah di sekitar Jetstar yang akan meliputi kota-kota internasional.<br />Tahun 1995, Air New Zealand meresmikan sebuah subsidiari bertarif rendahnya, Freedom Air, dengan pengumuman penerbangan diskon trans-tasman menggunakan maskapai Kiwi Airlines. Kompetisi pada rute trans-Tasman membawa kepada runtuhnya Kiwi Airlines pada 1996. Freedom Air berlanjut memberikan penerbangan diskon antara Australia dan Selandia Baru. Subsidiari milik Qantas, Jetconnect dibentuk sebagai bagian Qantas bertarif rendah di Selandia Baru, dengan Jetconnect yang beroperasi di semua penerbangan domestik Selandia Baru dan beberapa penerbangan trans-tasman pada sebuah perjanjian 'sewa basah', menggunakan merek Qantas. Qantas juga meluncurkan penerbangan Jetstar trans-Tasman.<br />Tanggal 3 Februari 2003, Air Arabia didirikan dan memulai operasinya pada 29 Oktober 2003. Air Arabia dapat dikatakan menjadi maskapai bertarif rendah pertama di daerah Timur Tengah.<br />Tanggal 5 Mei 2004, maskapai bertarif rendah pertama Singapura, Valuair diluncurkan, menghalangi maskapai Singapore Airlines untuk berinvestasi pada maskapai bertarif rendah baru, Tiger Airways, untuk memenangi kompetisi tersebut. Belum selesai, maskapai paling dominan kedua Bandar Udara Singapore Changi, Jetstar Asia Airways yang berbasis di Singapura dan memulai operasinya pada tanggal 13 Desember 2004. AirAsia Malaysia telah membuat keinginan yang diulang untuk membentuk sebuah operasi Singapura, tetapi menggunakan Bandar Udara Seletar, dengan tambahan untuk mengurangi pajak penggunaan bandara, menghambat kemampuannya dalam mencapai izin dari otoritas di Singapura. Ini dapat menghentikan ambisi AirAsia melakukan perluasan ke Singapura. Bulan Juli 2005, pemilik Jetstar Asia mengambil alih Valuair dan menggabungkan kedua maskapai. Dalam kontras dengan AirAsia, tidak ada maskapai bertarif rendah Singapura yang menguntungkan.<br /><br />Sementara jumlah maskapai bertarif rendah terus meningkat, maskapai-maskapai tersebut terus bersaing dengan yang lainnya seperti maskapai terdahulu. Di AS, maskapai penerbangan telah merespon dengan meluncurkan variasi bermodel tersebut. US Airways menawarkan produk kelas pertama dan lounge bandara, sebagai contoh, sementara Frontier Airlines dan JetBlue Airways berilan di televisi satelit. Para pengiklan mendukung Skybus Airlines yang akan diluncurkan dari Columbus pada tahun 2007. Di Eropa, kepentingan tersebut berlanjut pada pengurangan tarif dan penerbangan tanpa pajak. Tahun 2004, Ryanair mengumumkan proposol untuk menghapus layanan kursi baring, jendela kaca, penutup bantal kepala, dan kantung kursi dari pesawatnya<br />Beberapa elemen model tarif rendah ini telah menjadi bahan kritikan oleh Pemerintah dan Regulator, dan di Inggris sepertinya masalah "tidak mengikat" biaya tambahan oleh kedua maskapai bertarif rendah dan lainnya (seperti pajak bandara, dan pajak lainnya sebagai biaya yang dipisah daripada sebagai bagian dari harga yang diiklankan) untuk membuat "harga headline" terlihat rendah yang mengakibatkan aksi pemaksaan. Jumlah itu membawa kepada arah yang salah dalam memberikan harga, Perkantoran Perdagangan Harga pada bulan Februari 2007 memberikan semua maskapai dan perusahaan perjalanan tiga bulan untuk meliputi semua harga non-pilihan dalam tarif dasar yang diiklankan. Meskipun maskapai layanan penuh telah mematuhi jadwal yang ditentukan, maskapai bertarif rendah ini telah sedikit berhasil dalam masalah ini, membawa kepada prospek aksi legal oleh OFT<br />Penerbangan jarak jauh tanpa pajak<br />Maskapai pertama yang menawarkan penerbangan transatlantik tanpa pajak adalah Laker Airways milik Freddie Laker, yang mengoperasikan penerbangan "Skytrain"-nya yang terkenal antara London dan New York City sepanjang 1970-an. Penerbangan tersebut dihentikan setelah pesaing Laker, British Airways dan Pan Am, mampu mengeluarkan Skytrain ke luar pasar.<br />Tahun 2004, perusahaan Irlandia Aer Lingus mengurangi tarifnya untuk bersaing dengan perusahaan lainnya seperti Ryanair dan juga mulai menawarkan penerbangan transatlantik tanpa pajak dengan tarif €100. Di tahun itu juga, maskapai Kanada Zoom Airlines juga mulai menjual penerbangan transatlantik antara Glasgow, Britania; Manchester, Britania; dan Kanada seharga £89.<br />Telah diperlihatkan bahwa Airbus A380, mampu mengangkut 853 penumpang dalam konfigurasi kelas Ekonomi penuh [3], dapat menerapkan penerbangan jarak jauh bertarif rendah, Sementara harga per kursi pada pesawat semacam itu dapat lebih rendah daripada kompetisi, terdapat sedikit tabungan biaya yang mungkin pada operasi jarak jauh dan sebuah operator jarak jauh bertarif rendah sulit membedakan dirinya dari maskapai konvensional. Agaknya, maskapai bertarif rendah menerbangkan pesawat mereka dengan jam dan penerbangan lebih banyak setiap hari, menjadwalkan keberangkatan pertama di pagi hari dan kedatangan terakhir di malam hari. Bagaimanapun, menjadwalkan pesawat jarak jauh sangat tidak mungkin menurut percampuran zona waktu (contohnya meninggalkan Pantai Timur AS di sore dan tiba di Eropa pada pagi berikutnya), dan waktu tempuh penerbangan yang lebih lama berarti meningkatkan penggunaan pesawat dengan menambah satu atau dua penerbangan pendek setiap hari.<br />Majalah industri Airline Business baru-baru ini menganalisa potensi untuk penerbangan jarak jauh bertarif rendah [4] dan menyimpulkan bahwa sejumlah maskapai Asia dekat dengan penerapan model pekerjaan semacam itu. Salah satunya AirAsia. Pada tanggal 2 November 2007, AirAsia X, sebuah subsidiari AirAsia dan Virgin Group melakukan penerbangan perdananya dari Kuala Lumpur, Malaysia menuju Gold Coast, Australia. AirAsia X mengklaim bahwa mereka adalah maskapai jarak jauh bertarif rendah asli setelah akhir era Sir Freddie Laker.<br />Bulan Agustus 2006, Zoom Airlines mengumumkan bahwa mereka mendirikan subsidiari Inggrisnya, kemungkinan berbasis di Bandar Udara Gatwick, untuk menawarkan penerbangan jarak jauh bertarif rendah menuju Amerika Serikat dan India.<br />Tanggal 26 Oktober 2006, Oasis Hong Kong Airlines memulai penerbangannya dari Hong Kong menuju Bandar Udara London Gatwick. Seharusnya terbang pada 25 Oktober tetapi ditunda sehari karena Rusia membatalkan perjanjian terbang-di atas untuk penerbangan sejam sebelum keberangkatan yang dijadwalkan. Tiket untuk penerbangan Hong Kong menuju London serendahnya adalah £75 (sekitar US$150) per orang (tidak termasuk pajak dan biaya tambahan) untuk kelas ekonomi dan £470 (sekitar US$940) per orang untuk kelas bisnis pada rute yang sama. Kota tujuan yang direncanakan selanjutnya adalah Vancouver, kota besar di Kanada, yang memulai penerbangannya pada tanggal 28 Juni 2007.<br />Maskapai bisnis bertarif rendah<br />Sebuah tren baru-baru ini adalah pembentukan maskapai bertarif rendah yang secara eksklusif menargeetkan pasaran penerbangan bisnis jarak jauh, dengan pesawat kelas tunggal, terutama pada rute transatlantik. Sering digambarkan sebagai "sedikit pajak" daripada "tanpa pajak", maskapai awal di pasaran ini, termasuk Eos Airlines, Maxjet Airways, dan Silverjet menggunakan pesawat jet bermesin ganda ukuran menengah seperti Boeing 757 dan Boeing 767 untuk melayani pasaran London - Pantai Timur AS.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-16263041337908783662010-02-11T23:51:00.000-08:002010-02-11T23:52:26.106-08:00NOVIANDRY PAMUNGKAS TRISILO (NIM : 223107039)NAMA : NOVIANDRY PAMUNGKAS TRISILO<br />NIM : 223107039<br />PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 40 TAHUN 1995<br />TENTANG<br />ANGKUTAN UDARA<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />Menimbang : a.bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur pokok-pokok ketentuan mengenai Angkutan Udara; <br />b.bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dipandang perlu mengatur ketentuan mengenai Angkutan Pemerintah; <br />Mengingat : 1.Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar Tahun 1945; <br />2.Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481); <br />MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan :PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ANGKUTAN UDARA. <br />BAB I<br />KETENTUAN UMUM<br />Pasal 1<br />Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : <br />1. Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara; <br />2. Angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran; <br />3. Angkutan udara perintis adalah angkutan udara niaga yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan pedalaman atau daerah yang sukar terhubungi oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan; <br />4. Perusahaan angkutan udara adalah perusahaan yang mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan pos dengan memungut pembayaran; <br />5. Rute penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari bandar udara asal ke bandar udara tujuan melalui jalur penerbangan yang telah ditetapkan; <br />6. Jaringan penerbangan adalah kumpulan dari rute penerbangan yang merupakan satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan udara; <br />7. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang penerbangan. <br />BAB II<br />PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA<br />Bagian Pertama<br />Penggunaan Pesawat Udara<br />Pasal 2<br />Angkutan udara sipil di wilayah Republik Indonesia wajib menggunakan pesawat udara sipil yang mempunyai tanda kebangsaan Indonesia. <br />Pasal 3<br />(1) Pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat digunakan untuk angkutan udara sipil dalam hal tidak tersedianya pesawat udara sipil untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan. <br />(2) Penggunaan pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang berlaku untuk pesawat udara sipil. <br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur oleh Menteri setelah mendengar pendapat Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan keamanan. <br />Pasal 4<br />Penggunaan pesawat udara sipil untuk angkutan udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. <br />Pasal 5<br />(1) Penggunaan pesawat udara sipil asing oleh perusahaan angkutan udara asing dari dan ke atau melalui wilayah Republik Indonesia untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri, hanya dapat dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral. <br />(2) Penggunaan pesawat udara sipil asing oleh perusahaan angkutan udara asing atau perorangan dari dan ke atau melalui wilayah Republik Indonesia, selain untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin terbang dari menteri. <br />(3) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemohon menyampaikan permohonan kepada Menteri dilengkapi dengan data sebagai berikut : <br />a.nama perusahaan pemilik/penyewa pesawat udara; <br />b.jenis pesawat udara; <br />c.tanda kebangsaan, pendaftaran dan tanda panggilan; <br />d.sifat penerbangan; dan <br />e.rencana operasi. <br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur oleh Menteri. <br />Pasal 6<br />(1) Perusahaan angkutan udara asing yang melakukan kegiatan ke dan dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), wajib menempatkan atau menunjuk perwakilannya di Indonesia untuk mengurus kepentingan di bidang operasi dan administrasi. <br />(2) Untuk melakukan penjualan dan pemasaran jasa angkutan udara dari dan ke luar negeri, perusahaan angkutan udara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), wajib menunjuk agen di Indonesia untuk mewakili kepentingannya. <br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan atau penunjukan perwakilan, dan penunjukan agen di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur oleh Menteri. <br />Pasal 7<br />(1) Penggunaan pesawat udara negara asing untuk kegiatan angkutan udara dari dan ke atau melalui wilayah Republik Indonesia, hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin terbang dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan keamanan. <br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan persyaratan untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan keamanan. <br />Bagian Kedua<br />Kegiatan Angkutan Udara<br />Pasal 8 <br />(1) Kegiatan angkutan udara terdiri atas : <br />a. angkutan udara niaga; dan <br />b. angkutan udara bukan niaga. <br />(2)Angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi : <br />a. angkutan udara niaga berjadwal; dan <br />b. angkutan udara niaga tidak berjadwal. <br />Pasal 9<br />(1)Untuk menunjang kegiatan angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, dapat diselenggarakan kegiatan penunjang angkutan udara niaga. <br />(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan penunjang angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. <br />Bagian Ketiga Jaringan dan Rute <br />Pasal 10<br />(1) Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a dilakukan dalam jaringan penerbangan. <br />(2)Jaringan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : <br />a. jaringan penerbangan dalam negeri; dan <br />b. jaringan penerbangan luar negeri. <br />(3)Jaringan penerbangan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, terdiri atas: a. rute utama; <br />b. rute pengumpan; dan <br />c. rute perintis. <br />(4) Jaringan penerbangan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, merupakan kumpulan rute luar negeri. <br />Pasal 11<br />(1)Rute utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a, adalah rute yang menghubungkan antar bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran. <br />(2)Rute pengumpan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf b, merupakan penunjang rute utama yang menghubungkan : <br />a.bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan bandar udara yang berfungsi bukan sebagai pusat penyebaran; atau <br />b.antar bandar udara yang berfungsi bukan sebagai pusat penyebaran. <br />(3)Rute perintis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf c, adalah rute yang menghubungkan daerah terpencil dan pedalaman serta daerah yang sukar terhubungi oleh moda transportasi lain. <br />(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai rute sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri. <br />Pasal 12<br />(1) Jaringan dan rute penerbangan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan keterpaduan intra dan antar moda. <br />(2) Jaringan dan rute penerbangan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), ditetapkan oleh Menteri berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral. <br />(3) Perjanjian bilateral atau multilateral sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya permintaan jasa angkutan udara sera jaringan dan rute penerbangan dalam negeri. <br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perjanjian bilateral atau multilateral sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur oleh Menteri. <br />Pasal 13<br />(1)Pembukaan rute baru untuk angkutan udara berjadwal dalam negeri dilakukan dengan mempertimbangkan : <br />a.adanya permintaan jasa angkutan udara yang potensial dengan perkiraan faktor muatan yang layak, kecuali rute perintis: b.tersedianya fasilitas bandar udara yang memadai. <br />(2)Penambahan kapasitas angkutan udara berjadwal dalam negeri pada suatu rute dilakukan dengan mempertimbangkan : <br />a.kelayakan faktor muatan rata-rata; <br />b.tersedianya fasilitas bandar udara yang memadai. <br />Pasal 14<br />(1) Menteri melakukan evaluasi terhadap potensi permintaan jasa angkutan udara dan kapasitas angkutan udara sebagai dasar untuk pembukaan rute baru dan penambahan kapasitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 serta mengumumkan hasil evaluasi sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan. <br />(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi dan tata cara pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. <br />Pasal 15<br />Jaringan dan rute penerbangan sebagaimana diatur dalam Bagian ini tidak berlaku bagi kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b. <br />BAB III<br />ANGKUTAN UDARA NIAGA<br />Bagian Pertama<br />Izin Usaha Angkutan Udara Niaga<br />Pasal 16<br />(1) Kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan udara niaga tidak berjadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dapat dilakukan oleh : <br />a.Badan Usaha Milik Negara; <br />b.Badan Usaha Milik Swasta yang berbentuk badan hukum; atau <br />c.Koperasi. <br />(2) Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal atau angkutan udara niaga tidak berjadwal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib memiliki izin usaha angkutan udara niaga. <br />(3) Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan untuk jangka waktu selama perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan usahanya. <br />Pasal 17<br />Izin usaha angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) terdiri atas : <br />a.izin usaha angkutan udara niaga berjadwal; <br />b.izin usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal; <br />Pasal 18<br />(1)Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) wajib : <br />a.menyampaikan studi kelayakan yang sekurang-kurangnya meliputi : <br />1)jenis dan jumlah pesawat udara yang akan dioperasikan; <br />2)rute penerbangan, bagi perusahaan angkutan udara niaga berjadwal; <br />3)aspek pemasaran; <br />4)sumber daya manusia, termasuk teknisi dan awak pesawat udara; <br />5)kesiapan atau kelayakan operasi; <br />6)analisis dan evaluasi dari aspek ekonomi dan finansial. <br />b.memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). <br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. <br />Pasal 19<br />Dalam melakukan penilaian terhadap permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, Menteri memperhatikan : <br />a.kelangsungan usaha dari perusahaan angkutan udara niaga berjadwal; <br />b.keseimbangan antara permintaan dan penawaran jasa angkutan udara; <br />c.terlayaninya seluruh rute yang telah ditetapkan. <br />Pasal 20<br />(1)Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, diajukan secara tertulis kepada Menteri. <br />(2) Menteri memberikan izin usaha apabila pemohon memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan berdasarkan penilaian dinyatakan layak untuk melakukan kegiatan usaha sesuai jenis izin usaha yang dimohon. <br />(3) Penolakan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Menteri secara tertulis disertai alasan penolakan. <br />(4) Pemberian atau penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3), diberikan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. <br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, pemberian dan penolakan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur oleh Menteri. <br />Pasal 21<br />(1) Pemegang izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, melakukan kegiatan angkutan udara berjadwal sesuai dengan rute yang ditetapkan dalam izin usaha. <br />(2) Pemegang izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, dapat melakukan kegiatan angkutan udara tidak berjadwal dalam negeri dan atau luar negeri. <br />Pasal 22<br />(1) Perusahaan angkutan udara niaga yang telah mendapatkan izin usaha diwajibkan untuk : <br />a.melakukan kegiatan usahanya selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan setelah izin usaha diberikan; <br />b.mematuhi ketentuan wajib angkut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; <br />c.melaporkan kepada Menteri apabila terjadi perubahan data sebagaimana tercantum dalam izin usaha; <br />d.melaporkan kegiatan angkutan udara setiap bulan kepada Menteri; <br />e.mematuhi ketentuan-ketentuan di bidang teknis, operasi dan keselamatan penerbangan. <br />(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur oleh Menteri. <br />Bagian kedua Pencabutan Izin Usaha Angkutan Udara Niaga <br />Pasal 23<br />(1) Izin usaha angkutan udara niaga dicabut apabila perusahaan angkutan udara melanggar salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. <br />(2) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. <br />(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin usaha untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. <br />(4) Apabila pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, izin usaha dicabut. <br />Pasal 24 <br />Izin usaha angkutan udara niaga dicabut tanpa *25177 melalui proses peringatan dan pembekuan izin, dalam hal perusahaan yang bersangkutan terbukti : <br />a.melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara; atau <br />b.memperoleh izin usaha dengan cara tidak sah. <br />(3)Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku selama masih menjalankan kegiatan sesuai dengan izin yang diberikan. <br />Pasal 28<br />(1)Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), pemohon wajib memenuhi persyaratan : <br />a.menyampaikan rencana kegiatan angkutan udara yang sekurang-kurangnya meliputi: <br />1) kegiatan pokoknya; <br />2) tujuan penggunaan pesawat udara; <br />3) daerah operasi; <br />4)jenis dan jumlah pesawat udara yang akan dioperasikan; <br />5)kesiapan operasi; <br />b.memiliki izin dari instansi yang membina kegiatan pokoknya bagi pemohon yang berbentuk badan hukum Indonesia atau lembaga tertentu, dan tanda jati diri bagi pemohon perorangan; <br />c.memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). <br />(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. <br />Pasal 29<br />(1) Pemohon izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), diajukan secara tertulis kepada Menteri. <br />(2) Menteri memberikan izin apabila pemohon telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan berdasarkan penilaian dinyatakan layak untuk melakukan kegiatan angkutan udara. <br />(3) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan oleh Menteri secara tertulis disertai alasan penolakan. <br />(4) Pemberian dan penolakan atas permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3), diberikan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. <br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, pemberian, dan penolakan izin kegiatan angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur oleh Menteri. <br />Pasal 30<br />(1)Pemegang izin kegiatan angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), diwajibkan : <br />a.melakukan kegiatan angkutan udara selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan setelah izin diberikan; <br />b.melaporkan apabila terjadi perubahan data sebagaimana tercantum dalam izin kegiatan angkutan udara; <br />c.melaporkan kegiatan angkutan udara setiap tahun kepada Menteri; <br />d.mematuhi ketentuan di bidang teknis operasi keselamatan penerbangan. <br />(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur oleh Menteri. <br />Pasal 31 <br />(1)Izin kegiatan angkutan udara bukan niaga dicabut apabila pemegang izin melanggar salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1). <br />(2)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing satu bulan. <br />(3)Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin untuk jangka waktu satu bulan. <br />(4)Apabila pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, izin dicabut. <br />Pasal 32<br />Izin kegiatan angkutan udara bukan niaga dicabut *25179 tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan izin, dalam hal pemegang izin yang bersangkutan terbukti: a.melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara; <br />b.memperoleh izin kegiatan angkutan udara dengan cara tidak sah. <br />BAB V TARIF <br />Pasal 33<br />(1)Tarif angkutan udara niaga berjadwal terdiri atas : <br />a. tarif penumpang; dan <br />b. tarif kargo. <br />(2)Tarif penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri atas : <br />a.tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri; <br />b.tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal luar negeri; dan <br />c.tarif penumpang angkutan udara perintis. <br />(3)Tarif angkutan kargo sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdiri atas : <br />a.tarif kargo angkutan niaga berjadwal dalam negeri; <br />b.tarif kargo angkutan niaga berjadwal luar negeri; dan <br />c.tarif kargo angkutan udara perintis. <br />Pasal 34<br />(1)Golongan tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a, terdiri atas; a.tarif pelayanan ekonomi, yang berorientasi pada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas; <br />b.tarif pelayanan non ekonomi, yang berorientasi pada kelangsungan dan pengembangan usaha angkutan. <br />(2)Menteri menetapkan kriteria pelayanan dan besarnya perimbangan kapasitas tempat duduk dalam pesawat udara untuk pelayanan ekonomi *25180 dan non ekonomi, dengan mempertimbangkan : <br />a.kelangsungan usaha perusahaan angkutan udara berjadwal; <br />b.peningkatan mutu pelayanan; <br />c.pengembangan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang lebih luas. <br />Pasal 35<br />(1)Struktur tarif pelayanan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a, terdiri atas tarif dasar dan tarif jarak. <br />(2)Struktur tarif pelayanan non ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b, terdiri atas tarif pelayanan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tarif pelayanan tambahan. <br />(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur oleh Menteri. <br />Pasal 36 <br />(1)Tarif pelayanan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, ditetapkan oleh Menteri. <br />(2)Tarif Pelayanan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), ditetapkan oleh penyedia jasa angkutan. <br />Pasal 37<br />(1)Tarif penumpang angkutan udara perintis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c, ditetapkan dengan memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat pada daerah yang bersangkutan. <br />(2)Struktur tarif penumpang dan kargo angkutan udara perintis terdiri atas tarif dasar dan tarif jarak. <br />(3)Tarif penumpang dan kargo sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan oleh Menteri. <br />(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur oleh Menteri. <br />Pasal 38<br />(1)Golongan tarif penumpang angkutan udara niaga berjadwal luar negeri terdiri atas tarif pelayanan ekonomi dan tarif pelayanan non ekonomi. *25181 (2)Tarif penumpang dan kargo angkutan udara niaga berjadwal luar negeri ditetapkan dengan berpedoman pada ketentuan dalam perjanjian bilateral atau multilateral dan kesepakatan para pihak yang telah mendapat persetujuan Menteri. <br />Pasal 39<br />Tarif kargo angkutan udara berjadwal dalam negeri dan tarif angkutan udara tidak berjadwal ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan. <br />BAB VI WAJIB ANGKUT <br />Pasal 40<br />Perusahaan angkutan udara niaga wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap calon pengguna jasa angkutan udara. <br />Pasal 41 <br />(1) Perusahaan udara niaga wajib mengutamakan pengangkutan calon penumpang atau barang yang pemiliknya telah melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian pengangkutan yang disepakati. <br />(2) Dalam hal terjadi keterlambatan atau penundaan dalam pengangkutan karena kesalahan pengangkut, perusahaan angkutan wajib memberikan pelayanan yang layak kepada penumpang atau memberikan ganti rugi atas kerugian yang secara nyata dialami oleh penumpang atau pemilik barang. <br />BAB VII<br />TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT<br />Pasal 42<br />Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berjadwal bertanggung jawab atas : <br />a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;<br />b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut;<br />c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut. <br />Pasal 43<br />(1) Santunan untuk penumpang yang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat udara ditetapkan sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). <br />(2) Santunan untuk penumpang yang menderita luka karena kecelakaan pesawat udara atau sesuatu peristiwa di dalam pesawat udara atau selama waktu antara embarkasi dan debarkasi berlangsung, ditetapkan sampai dengan setinggi-tingginya Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). <br />(3) Santunan ganti rugi bagi penumpang yang menderita cacat tetap karena kecelakaan pesawat udara ditetapkan berdasarkan tingkat cacat tetap yang dialami sampai dengan setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). <br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat cacat tetap serta besarnya santunan ganti rugi untuk masing-masing tingkat cacat tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ditetapkan oleh Menteri. <br />Pasal 44<br />(1)Jumlah ganti rugi untuk kerugian bagasi tercatat, termasuk kerugian karena kelambatan dibatasi setinggi-tingginya Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap kilogram. <br />(2)Jumlah ganti rugi untuk kerugian bagasi kabin karena kesalahan pengangkut dibatasi setinggi-tingginya Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap penumpang. <br />(3)Jumlah ganti rugi untuk kerugian kargo termasuk kerugian karena kelambatan karena kesalahan pengangkut dibatasi setinggi-tingginya Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap kilogram. <br />4)Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) hanya terhadap kerugian yang secara nyata dialami. <br />Pasal 45<br />(1) Setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian pesawat udara atau kecelakaan pesawat udara atau jatuhnya benda-benda lain dari pesawat udara yang dioperasikan. <br />(2) Santunan untuk pihak ketiga yang meninggal dunia sebagai akibat dari peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). <br />(3) Santunan untuk pihak ketiga yang menderita luka sebagai akibat dari peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan sampai dengan setinggi-tingginya Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). <br />(4) Santunan ganti rugi bagi pihak ketiga yang menderita cacat tetap karena kecelakaan pesawat udara ditetapkan berdasarkan tingkat cacat tetap yang dialami sampai dengan setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). <br />(5) Ganti rugi untuk kerusakan barang milik pihak ketiga sebagai akibat dari peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya terhadap kerugian yang secara nyata diderita berdasarkan penilaian yang layak. <br />(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat cacat tetap serta besarnya santunan ganti rugi untuk masing-masing tingkat cacat tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan oleh Menteri. <br />BAB VIII<br />PELAYANAN UNTUK PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT<br />Pasal 46<br />(1) Perusahaan angkutan udara niaga wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dan memberikan pelayanan khusus bagi penumpang penyandang cacat atau orang sakit. <br />(2)Fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : <br />a.fasilitas kemudahan naik dan turun dari dan atau ke pesawat udara; <br />b.penyediaan tempat untuk kursi roda di dalam pesawat udara; <br />c.sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur; <br />d.pemberian prioritas tambahan tempat duduk. <br />Pasal 47<br />Penambahan fasilitas dan pelayanan khusus *25184 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan penerbangan dan kelaikan udara. <br />BAB IX KETENTUAN PERALIHAN <br />Pasal 48<br />Pada tanggal mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan mengenai angkutan udara dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. <br />BAB X KETENTUAN PENUTUP <br />Pasal 49<br />Peraturan Pemerintahan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. <br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. <br />Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Nopember 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA <br />ttd <br />SOEHARTO <br />Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Nopember 1995 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA <br />ttd <br />MOERDIONO <br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 68<br />________________________________________<br />PENJELASAN<br />ATAS<br />PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 40 TAHUN 1995<br />TENTANG<br />ANGKUTAN UDARA<br />UMUM <br />Peraturan Pemerintah tentang Angkutan Udara ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan angkutan udara sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia, serta tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. <br />Sebagai salah satu komponen sistem transportasi nasional, pada hakekatnya angkutan udara mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan jasa pelayanan angkutan di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dalam rangka menghubungkan daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan moda angkutan lain secara cepat dan efisien untuk jarak tertentu atau yang dikenal dengan angkutan udara perintis. <br />Dalam kedudukan dan peranan yang demikian sudah selayaknya pemerintah memberikan bimbingan dan pembinaan sehingga angkutan udara dapat diselenggarakan secara selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan efisien dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat, dan mampu berperan dalam rangka menunjang dan mendukung sektor-sektor pembangunan lainnya. <br />Kegiatan angkutan udara sipil meliputi angkutan udara niaga dan angkutan udara bukan niaga. Dalam Peraturan Pemerintah ini ditegaskan kembali bahwa kegiatan angkutan udara sipil di wilayah Indonesia hanya dilakukan oleh pesawat udara sipil berkebangsaan Indonesia. <br />Pengoperasian pesawat udara sipil asing dari dan ke atau melalui wilayah Republik Indonesia hanya dapat dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral, multilateral atau izin khusus Pemerintah. <br />Salah satu bentuk pembinaan yang dilakukan Pemerintah dalam kegiatan angkutan udara adalah pengaturan perizinan yang dititik beratkan kepada jaminan keselamatan dan kualitas pelayanan angkutan penumpang, kargo, dan pos untuk angkutan udara niaga dan aspek keselamatan dalam pengoperasian untuk kegiatan angkutan udara bukan niaga serta upaya untuk menumbuhkan iklim usaha yang sehat. <br />Bagi usaha angkutan udara niaga diwajibkan memiliki izin usaha angkutan udara, sedangkan bagi angkutan bukan niaga, hanya diwajibkan memiliki izin kegiatan angkutan udara, karena izin usaha yang bersangkutan melekat pada izin usaha kegiatan pokoknya. <br />Selanjutnya dalam upaya menunjang kegiatan angkutan udara niaga diatur pula ketentuan mengenai kegiatan penunjang angkutan udara niaga yang merupakan satu kesatuan mata rantai dengan kegiatan angkutan udara yang antara satu sama lainnya saling terkait dan mendukung dalam rangka mewujudkan kelancaran dan kelangsungan pelayanan jasa angkutan udara. Demikian pula dalam rangka menjamin kelangsungan usaha di bidang angkutan udara serta kemampuan masyarakat pengguna jasa angkutan udara, dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula mengenai tarif penumpang yang meliputi tarif pelayanan ekonomi dan non ekonomi serta tarif kargo. <br />PASAL DEMI PASAL <br />Pasal 1<br />Angka 1 Pengertian mengangkut penumpang, kargo dan pos adalah menyangkut penumpang saja, kargo saja, pos saja atau *25186 gabungan. <br />Angka 2 Cukup Jelas <br />Angka 3 Cukup Jelas <br />Angka 4 Cukup Jelas <br />Angka 5 Cukup Jelas <br />Angka 6 Cukup Jelas <br />Angka 7 Cukup Jelas <br />Pasal 2<br />Cukup jelas <br />Pasal 3<br />Ayat (1) Yang termasuk dalam kegiatan "penyelenggaraan tugas pemerintah" antara lain penyelenggaraan angkutan udara untuk penanggulangan bencana alam dan angkutan udara untuk kegiatan transmigrasi. <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Ayat (3) Cukup jelas <br />Pasal 4<br />Cukup jelas <br />Pasal 5<br />Ayat (1) Penggunaan pesawat udara sipil untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri oleh perusahaan angkutan udara asing sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak terikat pada ketentuan tentang tanda kebangsaan pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. <br />Ayat (2) Yang dimaksud dengan "selain untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri" adalah kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal atau kegiatan angkutan udara untuk keperluan tertentu antara lain kegiatan kalibrasi, pameran, survei dan pemetaan, kegiatan pencarian dan pertolongan (SAR). <br />Ayat (3) Yang dimaksud dengan "pemohon" ialah pemilik, penyewa, kuasa, atau perwakilannya di Indonesia. <br />Ayat (4) *25187 Cukup jelas <br />Pasal 6<br />Ayat (1) Yang dimaksud dengan "mengurus kepentingan di bidang operasi dan administrasi" antara lain meliputi : a.mengurus perizinan yang berkaitan dengan kegiatannya; b.mengurus manajemen perkantoran dan keuangan; c.mengurus operasi penerbangan antara lain teknis pesawat dan handling (sebagai supervisi). <br />Ayat (2) Yang dimaksud dengan agen dalam keputusan ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia untuk mewakili kepentingan perusahaan angkutan udara asing dalam melaksanakan pemasaran dan penjualan jasa angkutan udara. <br />Kegiatan keagenan tersebut dalam dunia penerbangan dikenal dengan General Sales Agent (GSA). <br />Ayat (3) Cukup jelas <br />Pasal 7<br />Ayat (1) Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, yang dimaksud dengan pesawat udara negara adalah pesawat udara yang dipergunakan oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pesawat udara instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan untuk menegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. <br />Sehingga yang dimaksud dengan pesawat udara negara asing adalah pesawat udara negara yang dipergunakan oleh angkatan bersenjata negara asing dan pesawat udara instansi pemerintah asing yang diberi fungsi dan kewenangan untuk menegakkan hukum. <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Pasal 8<br />Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan kegiatan angkutan udara bukan niaga adalah kegiatan angkutan udara yang dilaksanakan oleh Badan Hukum Indonesia, yang kegiatan pokoknya bukan usaha angkutan udara dan hanya untuk mendukung kegiatan pokok Badan Hukum tersebut atau perorangan. <br />Kegiatan angkutan udara bukan niaga dapat berupa : <br />a.angkutan udara untuk kegiatan keudaraan (aerial work) yaitu kegiatan yang menggunakan *25188 pesawat udara antara lain untuk penyemprotan, penyerbukan, pemotretan, survei, olah raga keudaraan atau kegiatan lainnya; <br />b.angkutan udara untuk kegiatan pendidikan awak pesawat udara yaitu kegiatan yang menggunakan pesawat udara khusus untuk kepentingan pendidikan awak kokpit pesawat udara; <br />c.angkutan udara bukan niaga lainnya yang kegiatan pokoknya bukan usaha angkutan udara niaga. <br />Ayat (2) Huruf a Cukup jelas <br />Huruf b Pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, angkutan udara niaga tidak berjadwal dalam negeri dan luar negeri dikenal dengan sebutan angkatan udara borongan. <br />Pasal 9<br />Ayat (1) Kegiatan penunjang merupakan kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan angkutan udara niaga. Kegiatan penumpang angkutan udara niaga dapat berupa ekspedisi muatan pesawat udara (EMPU) atau Jasa Pengurusan Transportasi (JPT). Dalam hubungan dengan kegiatan angkutan udara niaga, peranan kegiatan penunjang angkutan udara niaga adalah sebagai pemilik barang. Sedangkan hubungan dengan pemilik barang yang sesungguhnya, peranan kegiatan penunjang angkutan udara niaga adalah mewakili kepentingan pemilik barang sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Pasal 10<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Ayat (3) Cukup jelas <br />Ayat (4) Cukup jelas <br />Pasal 11<br />Ayat (1) Yang dimaksud dengan "bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran" adalah bandar udara yang terletak di kota yang merupakan pusat zona ekonomi, dengan jumlah penumpang cukup tinggi dan atau berfungsi untuk *25189 menyebarkan penumpang ke bandar udara lain. <br />Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "bandar udara yang berfungsi bukan sebagai pusat penyebaran" adalah bandar udara lainnya yang tidak termasuk dalam bandar udara yang berfungsi sebagai pusat penyebaran. <br />Huruf b Cukup jelas <br />Ayat (3) Yang dimaksud dengan "rute perintis" adalah rute yang menghubungkan daerah terpencil dan pedalaman atau daerah yang sukar terhubungi oleh moda transportasi lain, yang turut berfungsi dalam mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta mewujudkan stabilitas pertahanan dan keamanan negara. <br />Ayat (4) Cukup jelas <br />Pasal 12<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Ayat (3) Dalam menentukan permintaan jasa angkutan udara antara lain dipertimbangkan pengembangan pariwisata atau potensi ekonomi daerah. <br />Ayat (4) Cukup jelas <br />Pasal 13<br />Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "perkiraan faktor muatan yang layak" adalah perkiraan sebagai hasil perhitungan yang dilakukan terhadap potensi permintaan jasa angkutan udara pada suatu daerah tertentu yang belum dihubungkan oleh transportasi melalui udara, dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas dibukanya rute baru tersebut. <br />Huruf b Yang dimaksud dengan "yang memadai" adalah memenuhi persyaratan minimal untuk dapat memenuhi kebutuhan pengoperasian pesawat udara yang meliputi aspek keselamatan penerbangan dan pelayanan jasa bandar udara. <br />Ayat (2) Huruf a *25190 Dengan berdasarkan kelayakan faktor muatan rata-rata dapat tetap diwujudkan iklim usaha yang sehat. Huruf b Cukup jelas <br />Pasal 14<br />Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pembukaan rute-rute baru atau penambahan kapasitas angkutan udara pada rute-rute tersebut dengan tetap memperhatikan upaya untuk mewujudkan iklim usaha yang sehat. <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Pasal 15<br />Cukup jelas <br />Pasal 16<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Ayat (3) Cukup jelas <br />Pasal 17<br />Cukup jelas <br />Pasal 18<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Pasal 19<br />Cukup jelas <br />Pasal 20<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Penilaian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan, kelangsungan usaha dan menciptakan iklim usaha yang sehat di bidang angkutan udara niaga. <br />Ayat (3) Cukup jelas <br />Ayat (4) Cukup jelas <br />Ayat (5) *25191 Cukup jelas <br />Pasal 21<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Pasal 22<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Ayat (3) Cukup jelas <br />Ayat (4) Yang dimaksud dengan "usaha perbaikan" adalah usaha-usaha yang nyata dilakukan oleh pemegang izin untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dapat berkaitan dicabutnya izin usaha angkutan udara niaga. <br />Pasal 24<br />Huruf a Yang dimaksud dengan "membahayakan keamanan negara" antara lain melakukan kegiatan mata-mata untuk kepentingan negara lain, menyelundupkan senjata api atau bahan peledak. <br />Huruf b Yang dimaksud dengan "cara tidak sah" antara lain memberikan keterangan yang tidak benar pada waktu mengajukan permohonan izin usaha angkutan udara atau memperoleh izin usaha angkutan udara tanpa melalui prosedur yang ditetapkan. <br />Pasal 25<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Penunjukan perusahaan angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak mengurangi tanggung jawab Pemerintah untuk menjamin kelangsungan pelayanan angkutan udara perintis. <br />Ayat (3) Cukup jelas <br />*25192 Pasal 26 Ayat (1) Kompensasi dalam ketentuan ini dapat berupa antara lain pemberian rute lain di luar rute perintis bagi perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dengan mempertimbangkan kelayakan usaha yang bersangkutan dan bantuan biaya operasi atau kemudahan untuk mendapatkan bahan bakar di lokasi. <br />Ayat (2) Cukup jelas <br />Ayat (2) Penilaian sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini antara lain terhadap jaminan keselamatan penerbangan dan kebutuhan angkutan udara untuk menunjang kegiatan pokoknya. <br />Ayat (4) Yang dimaksud dengan "usaha perbaikan" adalah usaha-usaha yang nyata dilakukan oleh pegang izin untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dapat berakibat dicabutnya izin kegiatan angkutan udara. <br />Pasal 32<br />Huruf a Lihat penjelasan Pasal 24 huruf a. <br />Huruf b Yang dimaksud dengan "cara tidak sah" antara lain memberikan keterangan yang tidak benar pada waktu mengajukan permohonan izin kegiatan angkutan udara tanpa melalui prosedur yang ditetapkan. <br />Pasal 33<br />perkalian tarif dasar dengan jarak tempuh. <br />Ayat (2) Tarif pelayanan tambahan adalah besaran tarif sesuai fasilitas dan tingkat pelayanan yang diberikan. <br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Tarif dasar angkutan udara perintis adalah tarif per penumpang kilometer yang perhitungannya didasarkan dengan memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat pada daerah-daerah yang bersangkutan.<br />Ayat (1) Cukup jelas <br />Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kesepakatan para pihak" adalah kesepakatan antara perusahaan angkutan udara yang melayani rute yang bersangkutan. <br />Pasal 39<br />Cukup jelas <br />Pasal 40<br />Ketentuan ini dimaksudkan agar calon pengguna jasa angkutan udara niaga memperoleh pelayanan jasa angkutan sesuai dengan jenis jasa angkutan udara yang dikehendaki. <br />Pasal 41<br />Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan agar calon penumpang atau pemilik barang yang telah lebih dahulu melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian pengangkutan yang disepakati, mendapatkan prioritas utama untuk diangkut. <br />Ayat (2) Yang dimaksud dengan memberikan pelayanan yang layak dalam ketentuan ini adalah memberikan pelayanan dalam batas kelayakan sesuai kemampuan pengangkut kepada penumpang selama menunggu keberangkatan antara lain berupa penyediaan tempat dan kosumsi secara layak selama menunggu keberangkatan atau mengupayakan mengalihkan angkutan ke perusahaan angkutan udara niaga lainnya sesuai perjanjian pengangkutan yang disepakati.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-1514313836077363542010-02-11T23:50:00.000-08:002010-02-11T23:51:21.088-08:00DENNI ZIKRI PRANATA (NIM : 223107009)| <br /><br />NAMA : DENNI ZIKRI PRANATA<br />NIM : 223107009<br />Kecelakaan Transportasi Akibat Disiplin Renda<br /><br />Selasa, 27 Februari 2007 - Disiplin ren <br />dah dan kurangnya perawatan prasarana transportasi menjadi pemicu tingginya angka kecelakaan angkutan darat, laut maupun udara di Indonesia, kata seorang wakil rakyat. <br />Anggota Komisi V (Perhubungan) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Joseph Umarhadi, di Jakarta, Selasa, mengatakan pemerintah sebagai regulator dan pengawas tidak bisa ditawar-tawar lagi harus lebih tegas dan keras dalam menerapkan peraturan. <br />"Kecelakaan beruntun terjadi akibat lemahnya kedisiplinan dalam semua hal," katanya lagi menunjuk pada sejumlah kelalaian di beberapa moda transportasi nasional. <br />Disiplin rendah itu terlihat mulai pada hal-hal yang sangat elementer, yakni dalam menggunakan alat-alat keselamatan, baik dalam moda transportasi darat, laut apalagi udara. <br />"Lalu yang kurang mendapat sorotan kritis, tetapi ini sesungguhnya yang paling berisiko tinggi, ialah rendahnya kedisiplinan dalam hal perawatan," katanya. <br />Menyangkut peran para regulator dalam hal terjadinya kecelakaan berakibat fatal, menurut Joseph Umarhadi, misalnya berhubungan dengan kedisiplinan dalam pengaturan kelebihan muatan maupun penumpang, pemberian kelaikan sarana transportasi, kesiapan prasarana, hingga kecakapan sumberdaya manusia. <br />"Jangan dianggap biasa-biasa saja. Masalah ini serius. Karena itulah, Komisi V DPR RI sudah membentuk Panja Kecelakaan yang akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah guna melengkapi temuan-temuan lainnya," demikian Joseph Umarhadi. (*/cax)manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-18253135535639617032010-02-11T23:44:00.000-08:002010-02-11T23:45:43.306-08:00Hayatul Badriah (Nim : 223107069)Nama : Hayatul Badriah<br />Nim : 223107069<br />Jurusan : D3 MTU B<br /><br />Transportasi sebagai alat Perpindah tempat dari Tempat yang satu<br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />1. LATAR BELAKANG<br />Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. (Salim, A Abbas 2006 Manajemen Transportasi, Jakarta : Rajawali pers.) <br /> Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut dapat lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan – tujuan tertentu. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br /> Transportasi meruapkan sebuah proses yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut, dan mengalihkan di mana proses ini tidak dapat dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br />Daerah terpencil adalah daerah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi dan fisik relatif tertinggal dibandingkan daerah lain atau sekitarnya, yang dicirikan oleh adanya permasalahan sebagai berikut : rendahnya tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, keterbatasan Sumberdaya Alam (rendahnya produktifitas lahan / kritis minus), rendahnya aksesibilitas dan terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana kawasan,serta rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia. <br />Kawasan Tertinggal secara lokasi pada umumnya berada di kawasan pedalaman, kawasan kepulauan/gugus pulau terpencil,pesisir pantai, atau kawasan perbatasan terpencil. Contoh Kawasan Tertinggal : KAWASAN Kepulauan Sangihe Talaud, Kawasan Pulau Nias, Kawasan Pedalaman/ Perbatasan Kalimantan dengan Sarawak (Malaysia), Kawasan kritis minus di Sukabumi bagian selatan, Kawasan Pedalaman Jaya Wijaya, Kawasan Perbatasan Irian Jaya dengan Papua Nugini, dll.<br />Pengertian lain tentang Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d , Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d *23736 dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya yang besar. (2)Diberikan perlakuan yang sama dengan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah perairan laut yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral dalam kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter (deep sea deposits). <br /> Transportasi daerah terpencil adalah ??<br />2. RUMUSAN MASALAH<br />1. Mengapa transportasi itu penting?<br />2. Bagaimana kondisi transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />3. Apa sajakah bentuk-bentuk transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />4. Berilah contoh kasus bentuk transportasi daerah terpencil?<br />5. Bagaimana pengembangan transportasi didaerah terpencil?<br /><br /><br />BAB II<br />ISI<br /> Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik itu sumberdaya alamnya maupun potensi yang lain. Disamping itu pula kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya selalu berubah. Hal inilah yang membuat transportasi sangat penting bagi manusia karena kebutuhan manusia tidak sama dan belum tentu semua kebutuhan itu terdapat didaerahnya faktor inilah yang memperngaruhi manusia untuk pindah dari satu tempat ketempat yang lain. <br />Dalam determinan perkembangan wilayah ada enam aspek/faktor penting yang mendasari maju tidak suatu wilayah. Ke enam faktor penting itu adalah sumberdaya alam, peralatan manufaktur, pekerja, modal, pasar, dan keahlian teknologi. Determinan pengembangan wilayah yang terdiri atas enam faktor tersebut sebenarnya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh suatu wilayah, karena jika salah satunya saja tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan wilayah tersebut menjadi kurang maju atau bahkan tertinggal. <br />Yang menjadi masalah adalah tidak semua wilayah memiliki ke enam faktor penting tersebut. Masing-masing wilayah memang memiliki potensi tersendiri yang bisa dikembangkan tetapi sangat jarang kita menemui keenam faktor determinan itu dalam satu wilayah. Misalnya saja kita ambil contoh kota Yogyakarta dengan kabupaten Sleman. Di kota banyak terdapat modal, peralatan ,pasar dan keahlian teknologi tetapi sumberdaya alam tidak terdapat dikota, sedangkan sebaliknya Sleman memiliki banyak pekerja dan sumberdaya alam tetapi tidak mempunyai yang lainnya sehingga kedua wilayah itu pasti akan saling berinteraksi untuk bisa saling memenuhi kebutuhannya masing-masing. Disini dapat kita lihat arti penting adanya transportasi. Transportasi dapat menghubungkan wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya untuk tujuan saling berinteraksi memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. Transportasi juga akan mempermudah akses pada semua aspek antar wilayah yang berbeda. Sehingga dari hal ini sedikit dapat kita simpulkan bahwa baik buruknya sistem transportasi antar wilayah akan mempengaruhi maju tidaknya wilayah-wilayah tersebut.<br /> Bentuk–bentuk transportasi ada tiga yaitu tranportasi laut, darat, dan udara. Transportasi udara ada Pesawat terbang layang (Glider), Pesawat bermesin piston, Pesawat bermesin turbo propeler, Pesawat bermesin turbojet, Pesawat bermesin turbofan, Pesawat bermesin ramjet. Pesawat terbang atau pesawat udara adalah mesin atau kendaraan apapun yang mampu terbang di atmosfer atau udara. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Transportasi laut ada Kapal, seperti sampan atau perahu, merupakan suatu kendaraan yang dibuat untuk lautan atau pengangkutan merintang air. Ia biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti perahu keselamatan. Secara kebiasaannya kapal bisa membawa perahu tetapi perahu tidak boleh membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu disebut kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan atau kebiasaan setempat.<br /> Transportasi darat ada Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua), atau 3 (tiga) tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus. Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa mesin sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin. Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Becak merupakan alat angkutan yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara (kecuali becak bermotor tentunya) dan masih banyak lagi namun untuk daerah terpencil tidak semua alat transportasi tersebut dapat digunakan hanya sebagian saja yang dapat digunakan untuk transportasi didaerah terpencil.<br /><br />Beberapa contoh Studi Kasus yang ada kaitannya dengan ketersediaan transportasi di daerah terpencil/terisolir di Indonesia<br />1. Kabupaten Aceh Tengah<br />Letak kabupaten yang berada di tengah-tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah yang didominasi pegunungan, menjadikan daerah ini masih terisolir. Prasarana transportasi menjadi kendala utama. Takengon dan daerah lain di Aceh Tengah bisa dibilang jauh dari keramaian arus lalu lintas. Jalur ke Takengon menjadi semacam jalan "buntu". Artinya, angkutan semacam bus dan truk tidak dapat melanjutkan perjalanan ke daerah lain, sehingga kembali melalui jalan yang sama. <br />Akses menuju ke daerah ini sangat bergantung pada jalan Bireun-Takengon, serta jalan alternatif Takengon-Blang Kejeren-Kutacane yang kurang representatif. Kondisi kedua jalan itu sangat tidak kondusif, baik karena rawan longsor maupun gangguan lainnya seperti gangguan keamanan. <br />Tak heran bila di daerah yang bergunung-gunung masih terdapat kawasan yang tidak memiliki prasarana transportasi seperti kawasan Samarkilang, Karang Ampar, Pameu, dan Jamat.Kawasan ini masih terisolasi dari berbagai aspek. Sebagian besar produk pertanian yang dihasilkan hanya digunakan untuk kebutuhan hidup. <br />Menyadari persoalan itu, salah satu upaya pemerintah kabupaten (pemkab) untuk mengatasinya adalah memperbaiki dan membuka ruas jalan baru yang bernilai ekonomis, baik antarkecamatan maupun antarkabupaten. Terutama jaringan jalan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah pemasaran. <br />Anggaran yang disediakan bagi sektor transportasi mencapai Rp 57,25 milyar atau 52,77 persendari total belanja pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2001 yang sebesar Rp 108,49 milyar. Pembukaan ruas jalan baru bukan saja menguntungkan bagi penduduk, tetapi juga pemkab dapat memetik hasil dari mempromosikan keindahan alam "Negeri Antara" yang dimilikinya. (Kompas, 2002) <br />2. Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur <br />Setelah berpisah dengan Kabupaten Bulungan tahun 1999, nama daerah baru ini belum banyak didengar. Apalagi, tidak ada jalan darat untuk mencapainya. Terpaksa harus memanfaatkan jasa angkutan sungai ataupun pesawat udara. Setelah jalan Trans Kalimantan selesai dibangun tahun 2000, Kabupaten Malinau baru bisa dijangkau dengan sarana transportasi darat.<br />Meski pusat pemerintahannya dilintasi jalan raya yang menghubungkan titik-titik utama di Pulau Kalimantan, prasarana berstatus jalan kabupaten belum menjangkau keseluruhan wilayah. Delapan puluh persen wilayahnya belum juga tertembus oleh infrastruktur jalan. Tak heran, sistem transportasi di kabupaten yang memiliki 24 sungai ini bertumpu pada angkutan sungai. Bahkan, beberapa daerah terpencil hanya bisa dicapai dengan pesawat terbang.<br />Lokasi daerah ini sangat jauh dari pusat kota, sehingga akses ke dunia luar sangat sulit. Daerah ini menjadi sangat terisolir. Untuk tiba di sana, butuh tiga sarana transportasi. Pertama, naik pesawat ke Samarinda, lalu disambung dengan speed boat. Sekitar tiga jam perjalanan, kemudian naik angkutan umum, kemudian berjalan kaki. Jarak dari Malinau ke Balikpapan saja masih sekitar 700 kilometer, itupun harus menempuh perjalanan dengan kapal laut sehari semalam. (Swaramuslim.net, 2006)<br />Kabupaten yang dicapai 30 menit dari Tarakan menggunakan pesawat ini harus bergantung pada daerah sekelilingnya. Kota Tarakan menjadi penyuplai barang-barang kebutuhan pokok penduduk yang dikirim dengan memanfaatkan angkutan sungai. Bahkan, ada beberapa barang seperti telur, gula, minuman, dan makanan kaleng dikirim dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan.<br />Namun, ketersediaan barang-barang kebutuhan tetap menjadi masalah di bagian-bagian Malinau yang terpencil. Keterbatasan sarana transportasi menyebabkan kenaikan harga barang. Sebagai contoh, harga BBM Rp 15.000 per liter karena beratnya medan dan mahalnya ongkos pengangkutan ke daerah yang terpencil. <br />Di masa mendatang, pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan pemerintah kabupaten adalah terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Pembangunan hanya akan tetap terkutub di titik-titik tertentu bila tak ada dukungan jaringan prasarana yang merata. Saat ini pemerintah daerah memulai pembangunan dengan sistem gunting. Maksudnya, pembangunan dilakukan dari dua arah bersamaan. Satu arah dari ibu kota menuju daerah-daerah terpencil di pinggiran, pada saat yang sama dari daerah terpencil ke pusat pemerintahan.<br />Bila jaringan jalan tersedia menyeluruh, sektor lain yang berpotensi terakselerasi lebih laju, seperti sektor perkebunan dan pariwisata. Selama ini berbagai obyek wisata jauh dari pusat kota dan sulit dicapai. (Kompas, 2003) <br />3. Sintang, Pontianak, Kalimantan Barat<br />Infrastruktur jalan dan jembatan sebagai sarana membuka daerah terisolasi di pedesaan masih jadi kebutuhan utama. Banyak desa dan dusun di pehuluan terisolir lantaran tak tersedianya infrastruktur jalan. Di Kayan Hulu misalnya, 9 desa dari 14 desa di kecamatan tersebut relatif tertinggal pembangunannya sementara 5 desa lainnya bisa diakses langsung melalui jalan darat, dan sisanya masih mengandalkan transportasi sungai. <br />Akibat keterisoliran tersebut malah ada warga dari satu desa, yakni Desa Nanga Kemangai, yang urbanisasi ke kota kecamatan dan kota kabupaten untuk mencari pekerjaan. Ini membuat tingkat keterisolasian masyarakat dari segi ekonomi dan budaya jauh tertinggal. Ditambah, sejak diserang hama belalang kembara dua tahun terakhir ini, ladang berpindah gagal panen. <br />Selain tak tersedianya jalan darat menuju desa dan dusun, tertinggalnya masyarakat di daerah pehuluan sungai yang jauh di daerah terpencil juga disebabkan tak meratanya potensi SDA (sumber daya alam). Diperkirakan ada 16 ribu penduduk yang tinggal di daerah terisolir. Umumnya masyarakat itu pekerjaan utamanya ladang berpindah dan masih tergantung alam. <br />Kendati masih mengalami keterbatasan, menurut Abdul Sufriyadi, masyarakat Kayan Hulu masih punya keyakinan bahwa pemerintahan daerah saat ini (Milton-Jarot) bisa membuka keterisolasian di Kayan Hulu serta dapat menyediakan program-program padat karya bagi penduduk yang gagal panen pasca serangan hama belalang dua tahun terakhir ini. Karena selain ladang berpindah, masyarakat petani di Kayan Hulu juga masih bersandar dengan SDA yang ada walaupun relatif terbatas. (Pontianak Post Online, 2007) <br />4. Nusa Tenggara Barat <br />Secara geografis, NTB umumnya terisolir dari segi transportasi dan komunikasi. Hal ini bisa dilihat, kalau ke Mataram ibu kota Propinsi NTB dari Jakarta harus mampir dulu di Surabaya atau daerah lain. <br />Semestinya, Mataram sebagai ibu kota propinsi mampu ditempuh dari berbagai penjuru di seluruh Indonesia, khususnya Jakarta, tanpa harus mampir atau transit di daerah lain. Kendati sekarang ini, sudah ada maskapai penerbangan melayani Mataram-Jakarta dan sebaliknya, itu masih belum cukup dan mesti ditambah, sehingga akses transportasi ke NTB tetap lancar.<br />Di sisi lain, NTB sebagai daerah yang rawan bencana memerlukan sarana telekomunikasi memadai, sehingga mampu mengatasi permasalahan ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Untuk itu, adanya kerjasama daerah yang tergabung dalam forum regional di daerah ini mampu mempercepat pembangunan yang diinginkan. <br />Masing-masing daerah yang tergabung dalam forum regional tersebut harus saling bahu membahu mengembangkan produk-produk unggulan yang dimiliki, sehingga sesuai dengan yang diinginkan bersama. (Suara NTB, 2006) <br />5. Sumbawa Selatan<br />Wilayah selatan pulau Sumbawa masih terisolir. Tidak ada lintasan jalan sepanjang 400 kilometer. Akibatnya, terjadi hambatan pergerakan ekonomi masyarakat di desa-desa selatan daerah Nusa Tenggara Barat. Diperlukan dana pembiayaan Rp500an miliar untuk membuka isolasi daerah tersebut. <br />Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB Lalu Fathurahman menjelaskan idealnya dibutuhkan kelancaran transportasi di Selatan Sumbawa. "Untuk terbukanya jalan di sana, diperlukan sekitar 50 unit jembatan penghubung," ujarnya.<br />Selain jalan tersebut, guna meningkatkan kesejahteraan dan sumber daya manusianya, NTB juga memerlukan ketersediaan infrastruktur lainnya berupa pembangkit listrik tenaga uap kapasitas 100 megawatt, rumah sakit umum di setiap kabupaten, air, perguruan tinggi, pendidikan dasar dan peluang lapangan kerja untuk masyarakat. (Tempo Interaktif, 2006) <br />6. Papua <br />Pemekaran daerah baru di Papua sejak tahun 2001 sampai tahun 2006 mencapai 16 daerah pemekaran. Permasalahan daerah pemekaran di Papua terkait minimnya sarana akses di daerah terpencil dan terisolir. <br />Permasalahan pemekaran daerah baru di Papua merupakan ketidakpuasan daerah yang terisolir dan terpencil. Selain itu, daerah pemekaran muncul karena tidak ada intervensi pembangunan dan juga minimnya intervensi negara dalam hal ini pemerintah pusat. Rencana pemekaran daerah Papua kedepan dibutuhkan sarana aksesbilitas untuk jangka panjang. (Okezone, 2007)<br />Dalam kunjungan kerja ke Papua, Menkokesra Aburizal Bakrie juga menyatakan bahwa diharapkan dalam tiga tahun mendatang tidak ada lagi daerah terisolir di Papua. Jalan tembus yang akan menghubungkan daerah di kawasan Pegunungan Tengah dengan kawasan pesisir di Kabupaten Timika nantinya diharapkan sudah selesai dalam waktu dekat. Dengan adanya jalan ini roda perekonomian bisa berjalan lebih lancar dan harga-harga pun tidak terlalu tinggi. (www.menkokesra.go.id, 2006) <br />7. Kabupaten Seram, Maluku <br />Kabupaten Seram Bagian Timur yang dikategorikan kabupaten miskin di Indonesia oleh Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, kini masih terisolir khusus di bidang transportasi dan komunikasi. Ruas jalan aspal yang ada di kabupaten tersebut hanya sepanjang empat kilometer. Untuk menjangkau satu desa ke desa lain, maupun ke kota kecamatan dan kota kabupaten hanya bisa melewati laut. Itu juga kalau kondisi lautnya mendukung. <br />Selain dataran luas, kabupaten yang memiliki banyak pulau dan terpencil makin membuat jaringan transportasi antar pulau sangat terbatas. Banyaknya pulau-pulau terpencil itu hanya dilayari kapal perintis antara 2 hingga 4 minggu sekali di beberapa lokasi saja. Persoalan ini tentu saja berpengaruh, termasuk akses pelayanan kesehatan ke masyarakat.<br />Akibat kondisi itu pula, saat wabah malaria menyerang Dusun Wawasa Kecamatan Kepulauan Gorom pada awal Mei 2005 lalu menewaskan 22 orang dan 761 warga di dusun tersebut sakit parah. Warga Wawasa meninggal selain krisis pangan di daerahnya, juga akibat lambatnya penanganan kesehatan karena keterisolasiannya. <br />Pengobatan warga yang terjangkit malaria sulit dilakukan akibat tidak adanya fasilitas kesehatan di Wawasa. Puskesmas terdekat berada di desa induknya Amarsekaru, yang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu tradisional ketinting selama 1 hingga 1,5 jam. Karena terbatasnya sarana tranportasi dan biaya transportasi yang tinggi, warga sulit untuk berobat dan perawat di puskesmas terdekat juga sulit mengunjungi korban. (Fkmcpr, 2006) <br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />1. transportasi merupakan sarana penghubung yang sangat penting dalam mempengaruhi maju tidaknya suatu wilayah.<br />2. kondisi geografis daerah terisolir mengakibatkan sulitnya pembagunan sektor transportasi<br />3. bentuk transportasi di daerah terpencil di dominasi oleh truk, motor trail, pesawat terbang, speed boat, dan kapal laut.<br />4. kondisi transportasi di daerah terpencil kurang layak baik dari segi sarana maupun prasarana dan rendahnya anggaran yang disediakan untuk sektor transportasi di daerah terpencil<br />SARAN<br />1. Untuk memajukan transportasi berbagai moda di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandar udara. Selain itu yang tak kalah penting adalah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan pemeliharaan infrastruktur-infrastruktur tersebut.<br />2. sehibungan dengan penyediaan berbagai macam moda saran/prasarana transportasi bagi daerah pinggiran terpencil, prioritas perlu ditekankan pada pengembangan fasilitas pelayanan transportasi di daerah pedesaan, daerah/pulau terpencil, dan daerah transmigrasi, yang diharapkan akan meningkatkan aktifitas perekonomian wilayah-wilayah tersebut.<br />3. selain membangun berbagai infrastruktur trasnportasi, pemerintah kiranya perlu untuk selalu menyediakan transportasi yang murah dan terjangkau bagi masyarakat di daerah terpencil/pinffiran, misalnya dengan kebijakan-kabijakan untuk menurunkan harga BBM, memberikan subsidi, melakukan pengawasan ketat terhadap tata niaga dan distribusinya dan sebagainya.<br />4. dalam hal peningkatan kualitas pelayanan transportas, pemerintah wajib menerapkan kebijakan-kebijakan regulasi dan manajemen transportasi yang efektif, serta melakukan pengawasan-pengawasan ketat terhadap pengoperasia kebijakan-kebijakan tersebut untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh perusahan atau organisasi penyelenggara transportasi.<br />5. hal terakhir yang paling penting dari pembanaunan sarana/prasaranatransportasi adalah pembangunan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia di bidang transportasi. Selain itu, diperlukan peran serta segenap pengguna transportasi untuk memelihara sarana dan prasarana transportasi, serta turut mematuhi berbagai peraturan keselamatan yang ada utuk mengurangi terjadi kecelakaan.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-21378453476300408752010-02-11T23:42:00.001-08:002010-02-11T23:42:47.503-08:00Transportasi sebagai sarana penghubungNama : Debby Cintya HIdayanti<br />Nim : 223107088<br />Jurusan : D3 MTU B<br />Transportasi sebagai sarana penghubung<br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />1. LATAR BELAKANG<br />Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. (Salim, A Abbas 2006 Manajemen Transportasi, Jakarta : Rajawali pers.) <br /> Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut dapat lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan – tujuan tertentu. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br /> Transportasi meruapkan sebuah proses yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut, dan mengalihkan di mana proses ini tidak dapat dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br />Daerah terpencil adalah daerah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi dan fisik relatif tertinggal dibandingkan daerah lain atau sekitarnya, yang dicirikan oleh adanya permasalahan sebagai berikut : rendahnya tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, keterbatasan Sumberdaya Alam (rendahnya produktifitas lahan / kritis minus), rendahnya aksesibilitas dan terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana kawasan,serta rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia. <br />Kawasan Tertinggal secara lokasi pada umumnya berada di kawasan pedalaman, kawasan kepulauan/gugus pulau terpencil,pesisir pantai, atau kawasan perbatasan terpencil. Contoh Kawasan Tertinggal : KAWASAN Kepulauan Sangihe Talaud, Kawasan Pulau Nias, Kawasan Pedalaman/ Perbatasan Kalimantan dengan Sarawak (Malaysia), Kawasan kritis minus di Sukabumi bagian selatan, Kawasan Pedalaman Jaya Wijaya, Kawasan Perbatasan Irian Jaya dengan Papua Nugini, dll.<br />Pengertian lain tentang Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d , Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d *23736 dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya yang besar. (2)Diberikan perlakuan yang sama dengan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah perairan laut yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral dalam kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter (deep sea deposits). <br /> Transportasi daerah terpencil adalah ??<br />2. RUMUSAN MASALAH<br />1. Mengapa transportasi itu penting?<br />2. Bagaimana kondisi transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />3. Apa sajakah bentuk-bentuk transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />4. Berilah contoh kasus bentuk transportasi daerah terpencil?<br />5. Bagaimana pengembangan transportasi didaerah terpencil?<br /><br /><br />BAB II<br />ISI<br /> Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik itu sumberdaya alamnya maupun potensi yang lain. Disamping itu pula kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya selalu berubah. Hal inilah yang membuat transportasi sangat penting bagi manusia karena kebutuhan manusia tidak sama dan belum tentu semua kebutuhan itu terdapat didaerahnya faktor inilah yang memperngaruhi manusia untuk pindah dari satu tempat ketempat yang lain. <br />Dalam determinan perkembangan wilayah ada enam aspek/faktor penting yang mendasari maju tidak suatu wilayah. Ke enam faktor penting itu adalah sumberdaya alam, peralatan manufaktur, pekerja, modal, pasar, dan keahlian teknologi. Determinan pengembangan wilayah yang terdiri atas enam faktor tersebut sebenarnya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh suatu wilayah, karena jika salah satunya saja tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan wilayah tersebut menjadi kurang maju atau bahkan tertinggal. <br />Yang menjadi masalah adalah tidak semua wilayah memiliki ke enam faktor penting tersebut. Masing-masing wilayah memang memiliki potensi tersendiri yang bisa dikembangkan tetapi sangat jarang kita menemui keenam faktor determinan itu dalam satu wilayah. Misalnya saja kita ambil contoh kota Yogyakarta dengan kabupaten Sleman. Di kota banyak terdapat modal, peralatan ,pasar dan keahlian teknologi tetapi sumberdaya alam tidak terdapat dikota, sedangkan sebaliknya Sleman memiliki banyak pekerja dan sumberdaya alam tetapi tidak mempunyai yang lainnya sehingga kedua wilayah itu pasti akan saling berinteraksi untuk bisa saling memenuhi kebutuhannya masing-masing. Disini dapat kita lihat arti penting adanya transportasi. Transportasi dapat menghubungkan wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya untuk tujuan saling berinteraksi memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. Transportasi juga akan mempermudah akses pada semua aspek antar wilayah yang berbeda. Sehingga dari hal ini sedikit dapat kita simpulkan bahwa baik buruknya sistem transportasi antar wilayah akan mempengaruhi maju tidaknya wilayah-wilayah tersebut.<br /> Bentuk–bentuk transportasi ada tiga yaitu tranportasi laut, darat, dan udara. Transportasi udara ada Pesawat terbang layang (Glider), Pesawat bermesin piston, Pesawat bermesin turbo propeler, Pesawat bermesin turbojet, Pesawat bermesin turbofan, Pesawat bermesin ramjet. Pesawat terbang atau pesawat udara adalah mesin atau kendaraan apapun yang mampu terbang di atmosfer atau udara. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Transportasi laut ada Kapal, seperti sampan atau perahu, merupakan suatu kendaraan yang dibuat untuk lautan atau pengangkutan merintang air. Ia biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti perahu keselamatan. Secara kebiasaannya kapal bisa membawa perahu tetapi perahu tidak boleh membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu disebut kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan atau kebiasaan setempat.<br /> Transportasi darat ada Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua), atau 3 (tiga) tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus. Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa mesin sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin. Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Becak merupakan alat angkutan yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara (kecuali becak bermotor tentunya) dan masih banyak lagi namun untuk daerah terpencil tidak semua alat transportasi tersebut dapat digunakan hanya sebagian saja yang dapat digunakan untuk transportasi didaerah terpencil.<br /><br />Beberapa contoh Studi Kasus yang ada kaitannya dengan ketersediaan transportasi di daerah terpencil/terisolir di Indonesia<br />1. Kabupaten Aceh Tengah<br />Letak kabupaten yang berada di tengah-tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah yang didominasi pegunungan, menjadikan daerah ini masih terisolir. Prasarana transportasi menjadi kendala utama. Takengon dan daerah lain di Aceh Tengah bisa dibilang jauh dari keramaian arus lalu lintas. Jalur ke Takengon menjadi semacam jalan "buntu". Artinya, angkutan semacam bus dan truk tidak dapat melanjutkan perjalanan ke daerah lain, sehingga kembali melalui jalan yang sama. <br />Akses menuju ke daerah ini sangat bergantung pada jalan Bireun-Takengon, serta jalan alternatif Takengon-Blang Kejeren-Kutacane yang kurang representatif. Kondisi kedua jalan itu sangat tidak kondusif, baik karena rawan longsor maupun gangguan lainnya seperti gangguan keamanan. <br />Tak heran bila di daerah yang bergunung-gunung masih terdapat kawasan yang tidak memiliki prasarana transportasi seperti kawasan Samarkilang, Karang Ampar, Pameu, dan Jamat.Kawasan ini masih terisolasi dari berbagai aspek. Sebagian besar produk pertanian yang dihasilkan hanya digunakan untuk kebutuhan hidup. <br />Menyadari persoalan itu, salah satu upaya pemerintah kabupaten (pemkab) untuk mengatasinya adalah memperbaiki dan membuka ruas jalan baru yang bernilai ekonomis, baik antarkecamatan maupun antarkabupaten. Terutama jaringan jalan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah pemasaran. <br />Anggaran yang disediakan bagi sektor transportasi mencapai Rp 57,25 milyar atau 52,77 persendari total belanja pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2001 yang sebesar Rp 108,49 milyar. Pembukaan ruas jalan baru bukan saja menguntungkan bagi penduduk, tetapi juga pemkab dapat memetik hasil dari mempromosikan keindahan alam "Negeri Antara" yang dimilikinya. (Kompas, 2002) <br />2. Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur <br />Setelah berpisah dengan Kabupaten Bulungan tahun 1999, nama daerah baru ini belum banyak didengar. Apalagi, tidak ada jalan darat untuk mencapainya. Terpaksa harus memanfaatkan jasa angkutan sungai ataupun pesawat udara. Setelah jalan Trans Kalimantan selesai dibangun tahun 2000, Kabupaten Malinau baru bisa dijangkau dengan sarana transportasi darat.<br />Meski pusat pemerintahannya dilintasi jalan raya yang menghubungkan titik-titik utama di Pulau Kalimantan, prasarana berstatus jalan kabupaten belum menjangkau keseluruhan wilayah. Delapan puluh persen wilayahnya belum juga tertembus oleh infrastruktur jalan. Tak heran, sistem transportasi di kabupaten yang memiliki 24 sungai ini bertumpu pada angkutan sungai. Bahkan, beberapa daerah terpencil hanya bisa dicapai dengan pesawat terbang.<br />Lokasi daerah ini sangat jauh dari pusat kota, sehingga akses ke dunia luar sangat sulit. Daerah ini menjadi sangat terisolir. Untuk tiba di sana, butuh tiga sarana transportasi. Pertama, naik pesawat ke Samarinda, lalu disambung dengan speed boat. Sekitar tiga jam perjalanan, kemudian naik angkutan umum, kemudian berjalan kaki. Jarak dari Malinau ke Balikpapan saja masih sekitar 700 kilometer, itupun harus menempuh perjalanan dengan kapal laut sehari semalam. (Swaramuslim.net, 2006)<br />Kabupaten yang dicapai 30 menit dari Tarakan menggunakan pesawat ini harus bergantung pada daerah sekelilingnya. Kota Tarakan menjadi penyuplai barang-barang kebutuhan pokok penduduk yang dikirim dengan memanfaatkan angkutan sungai. Bahkan, ada beberapa barang seperti telur, gula, minuman, dan makanan kaleng dikirim dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan.<br />Namun, ketersediaan barang-barang kebutuhan tetap menjadi masalah di bagian-bagian Malinau yang terpencil. Keterbatasan sarana transportasi menyebabkan kenaikan harga barang. Sebagai contoh, harga BBM Rp 15.000 per liter karena beratnya medan dan mahalnya ongkos pengangkutan ke daerah yang terpencil. <br />Di masa mendatang, pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan pemerintah kabupaten adalah terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Pembangunan hanya akan tetap terkutub di titik-titik tertentu bila tak ada dukungan jaringan prasarana yang merata. Saat ini pemerintah daerah memulai pembangunan dengan sistem gunting. Maksudnya, pembangunan dilakukan dari dua arah bersamaan. Satu arah dari ibu kota menuju daerah-daerah terpencil di pinggiran, pada saat yang sama dari daerah terpencil ke pusat pemerintahan.<br />Bila jaringan jalan tersedia menyeluruh, sektor lain yang berpotensi terakselerasi lebih laju, seperti sektor perkebunan dan pariwisata. Selama ini berbagai obyek wisata jauh dari pusat kota dan sulit dicapai. (Kompas, 2003) <br />3. Sintang, Pontianak, Kalimantan Barat<br />Infrastruktur jalan dan jembatan sebagai sarana membuka daerah terisolasi di pedesaan masih jadi kebutuhan utama. Banyak desa dan dusun di pehuluan terisolir lantaran tak tersedianya infrastruktur jalan. Di Kayan Hulu misalnya, 9 desa dari 14 desa di kecamatan tersebut relatif tertinggal pembangunannya sementara 5 desa lainnya bisa diakses langsung melalui jalan darat, dan sisanya masih mengandalkan transportasi sungai. <br />Akibat keterisoliran tersebut malah ada warga dari satu desa, yakni Desa Nanga Kemangai, yang urbanisasi ke kota kecamatan dan kota kabupaten untuk mencari pekerjaan. Ini membuat tingkat keterisolasian masyarakat dari segi ekonomi dan budaya jauh tertinggal. Ditambah, sejak diserang hama belalang kembara dua tahun terakhir ini, ladang berpindah gagal panen. <br />Selain tak tersedianya jalan darat menuju desa dan dusun, tertinggalnya masyarakat di daerah pehuluan sungai yang jauh di daerah terpencil juga disebabkan tak meratanya potensi SDA (sumber daya alam). Diperkirakan ada 16 ribu penduduk yang tinggal di daerah terisolir. Umumnya masyarakat itu pekerjaan utamanya ladang berpindah dan masih tergantung alam. <br />Kendati masih mengalami keterbatasan, menurut Abdul Sufriyadi, masyarakat Kayan Hulu masih punya keyakinan bahwa pemerintahan daerah saat ini (Milton-Jarot) bisa membuka keterisolasian di Kayan Hulu serta dapat menyediakan program-program padat karya bagi penduduk yang gagal panen pasca serangan hama belalang dua tahun terakhir ini. Karena selain ladang berpindah, masyarakat petani di Kayan Hulu juga masih bersandar dengan SDA yang ada walaupun relatif terbatas. (Pontianak Post Online, 2007) <br />4. Nusa Tenggara Barat <br />Secara geografis, NTB umumnya terisolir dari segi transportasi dan komunikasi. Hal ini bisa dilihat, kalau ke Mataram ibu kota Propinsi NTB dari Jakarta harus mampir dulu di Surabaya atau daerah lain. <br />Semestinya, Mataram sebagai ibu kota propinsi mampu ditempuh dari berbagai penjuru di seluruh Indonesia, khususnya Jakarta, tanpa harus mampir atau transit di daerah lain. Kendati sekarang ini, sudah ada maskapai penerbangan melayani Mataram-Jakarta dan sebaliknya, itu masih belum cukup dan mesti ditambah, sehingga akses transportasi ke NTB tetap lancar.<br />Di sisi lain, NTB sebagai daerah yang rawan bencana memerlukan sarana telekomunikasi memadai, sehingga mampu mengatasi permasalahan ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Untuk itu, adanya kerjasama daerah yang tergabung dalam forum regional di daerah ini mampu mempercepat pembangunan yang diinginkan. <br />Masing-masing daerah yang tergabung dalam forum regional tersebut harus saling bahu membahu mengembangkan produk-produk unggulan yang dimiliki, sehingga sesuai dengan yang diinginkan bersama. (Suara NTB, 2006) <br />5. Sumbawa Selatan<br />Wilayah selatan pulau Sumbawa masih terisolir. Tidak ada lintasan jalan sepanjang 400 kilometer. Akibatnya, terjadi hambatan pergerakan ekonomi masyarakat di desa-desa selatan daerah Nusa Tenggara Barat. Diperlukan dana pembiayaan Rp500an miliar untuk membuka isolasi daerah tersebut. <br />Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB Lalu Fathurahman menjelaskan idealnya dibutuhkan kelancaran transportasi di Selatan Sumbawa. "Untuk terbukanya jalan di sana, diperlukan sekitar 50 unit jembatan penghubung," ujarnya.<br />Selain jalan tersebut, guna meningkatkan kesejahteraan dan sumber daya manusianya, NTB juga memerlukan ketersediaan infrastruktur lainnya berupa pembangkit listrik tenaga uap kapasitas 100 megawatt, rumah sakit umum di setiap kabupaten, air, perguruan tinggi, pendidikan dasar dan peluang lapangan kerja untuk masyarakat. (Tempo Interaktif, 2006) <br />6. Papua <br />Pemekaran daerah baru di Papua sejak tahun 2001 sampai tahun 2006 mencapai 16 daerah pemekaran. Permasalahan daerah pemekaran di Papua terkait minimnya sarana akses di daerah terpencil dan terisolir. <br />Permasalahan pemekaran daerah baru di Papua merupakan ketidakpuasan daerah yang terisolir dan terpencil. Selain itu, daerah pemekaran muncul karena tidak ada intervensi pembangunan dan juga minimnya intervensi negara dalam hal ini pemerintah pusat. Rencana pemekaran daerah Papua kedepan dibutuhkan sarana aksesbilitas untuk jangka panjang. (Okezone, 2007)<br />Dalam kunjungan kerja ke Papua, Menkokesra Aburizal Bakrie juga menyatakan bahwa diharapkan dalam tiga tahun mendatang tidak ada lagi daerah terisolir di Papua. Jalan tembus yang akan menghubungkan daerah di kawasan Pegunungan Tengah dengan kawasan pesisir di Kabupaten Timika nantinya diharapkan sudah selesai dalam waktu dekat. Dengan adanya jalan ini roda perekonomian bisa berjalan lebih lancar dan harga-harga pun tidak terlalu tinggi. (www.menkokesra.go.id, 2006) <br />7. Kabupaten Seram, Maluku <br />Kabupaten Seram Bagian Timur yang dikategorikan kabupaten miskin di Indonesia oleh Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, kini masih terisolir khusus di bidang transportasi dan komunikasi. Ruas jalan aspal yang ada di kabupaten tersebut hanya sepanjang empat kilometer. Untuk menjangkau satu desa ke desa lain, maupun ke kota kecamatan dan kota kabupaten hanya bisa melewati laut. Itu juga kalau kondisi lautnya mendukung. <br />Selain dataran luas, kabupaten yang memiliki banyak pulau dan terpencil makin membuat jaringan transportasi antar pulau sangat terbatas. Banyaknya pulau-pulau terpencil itu hanya dilayari kapal perintis antara 2 hingga 4 minggu sekali di beberapa lokasi saja. Persoalan ini tentu saja berpengaruh, termasuk akses pelayanan kesehatan ke masyarakat.<br />Akibat kondisi itu pula, saat wabah malaria menyerang Dusun Wawasa Kecamatan Kepulauan Gorom pada awal Mei 2005 lalu menewaskan 22 orang dan 761 warga di dusun tersebut sakit parah. Warga Wawasa meninggal selain krisis pangan di daerahnya, juga akibat lambatnya penanganan kesehatan karena keterisolasiannya. <br />Pengobatan warga yang terjangkit malaria sulit dilakukan akibat tidak adanya fasilitas kesehatan di Wawasa. Puskesmas terdekat berada di desa induknya Amarsekaru, yang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu tradisional ketinting selama 1 hingga 1,5 jam. Karena terbatasnya sarana tranportasi dan biaya transportasi yang tinggi, warga sulit untuk berobat dan perawat di puskesmas terdekat juga sulit mengunjungi korban. (Fkmcpr, 2006) <br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />1. transportasi merupakan sarana penghubung yang sangat penting dalam mempengaruhi maju tidaknya suatu wilayah.<br />2. kondisi geografis daerah terisolir mengakibatkan sulitnya pembagunan sektor transportasi<br />3. bentuk transportasi di daerah terpencil di dominasi oleh truk, motor trail, pesawat terbang, speed boat, dan kapal laut.<br />4. kondisi transportasi di daerah terpencil kurang layak baik dari segi sarana maupun prasarana dan rendahnya anggaran yang disediakan untuk sektor transportasi di daerah terpencil<br />SARAN<br />1. Untuk memajukan transportasi berbagai moda di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandar udara. Selain itu yang tak kalah penting adalah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan pemeliharaan infrastruktur-infrastruktur tersebut.<br />2. sehibungan dengan penyediaan berbagai macam moda saran/prasarana transportasi bagi daerah pinggiran terpencil, prioritas perlu ditekankan pada pengembangan fasilitas pelayanan transportasi di daerah pedesaan, daerah/pulau terpencil, dan daerah transmigrasi, yang diharapkan akan meningkatkan aktifitas perekonomian wilayah-wilayah tersebut.<br />3. selain membangun berbagai infrastruktur trasnportasi, pemerintah kiranya perlu untuk selalu menyediakan transportasi yang murah dan terjangkau bagi masyarakat di daerah terpencil/pinffiran, misalnya dengan kebijakan-kabijakan untuk menurunkan harga BBM, memberikan subsidi, melakukan pengawasan ketat terhadap tata niaga dan distribusinya dan sebagainya.<br />4. dalam hal peningkatan kualitas pelayanan transportas, pemerintah wajib menerapkan kebijakan-kebijakan regulasi dan manajemen transportasi yang efektif, serta melakukan pengawasan-pengawasan ketat terhadap pengoperasia kebijakan-kebijakan tersebut untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh perusahan atau organisasi penyelenggara transportasi.<br />5. hal terakhir yang paling penting dari pembanaunan sarana/prasaranatransportasi adalah pembangunan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia di bidang transportasi. Selain itu, diperlukan peran serta segenap pengguna transportasi untuk memelihara sarana dan prasarana transportasi, serta turut mematuhi berbagai peraturan keselamatan yang ada utuk mengurangi terjadi kecelakaan.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-56040204977320086062010-02-11T23:38:00.000-08:002010-02-11T23:40:19.413-08:00mega marsely (223107087)Nama : mega marsely<br />Nim :2i23107087<br />Jurusan : D3 MTUB<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />ABSTRAK MAKALAH<br /><br />RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) <br />PULAU SULAWESI<br />DIKAITKAN DENGAN TRANSPORTASI JALAN REL<br /><br />OLEH<br /><br />DIREKTUR JENDERAL PENATAAN RUANG <br />DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH<br /><br /><br />Makalah ini berisikan uraian mengenai issues pengembangan wilayah Pulau Sulawesi, arahan pengembangan Pulau Sulawesi sebagai salah satu wilayah strategis di Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta skenario dan strategi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi. Diuraikan pula bahwa rencana pembangunan Trans Sulawesi Railway Network ini merupakan bagian integral dari upaya mewujudkan sistem nasional untuk mendorong pengembangan wilayah dengan pendekatan penataan ruang. Untuk itu, pengembangannya seyogyanya dilakukan dengan memperhatikan keserasian dan keselarasan dengan pengembangan sistem transportasi lain di Sulawesi, pengembangan kawasan-kawasan fungsional, dan pengembangan sistem perkotaan. <br /><br /><br /><br /><br />I. Latar Belakang <br />Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Pulau Sulawesi, mengingat potensi Pulau Sulawesi yang besar dengan keunggulan kompetitif pada sektor-sektor perkebunan (kakao, cengkeh, kopi, jambu mete), perikanan laut (tuna dan cakalang), tanaman pangan (padi dan jagung), serta pertambangan (nikel, aspal dan marmer). Selain itu, terdapat potensi lain pada wilayah Pulau Sulawesi yang memiliki keunggulan komparatif yang juga membutuhkan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang handal. Potensi tersebut adalah eco-cultural tourism yang didasarkan atas keunikan budaya lokal dan keanekaragaman hayati (biodiversity), seperti ditemukan pada taman-taman nasional (Rawa Aopa dan Dumoga) dan taman-taman laut (Wakatobi, Bunaken, dan Takabonerate). <br /><br />Seluruh potensi yang dimiliki Pulau Sulawesi dengan keunggulan kompetitif dan komparatifnya masing-masing, sangat prospektif untuk dipromosikan ke pasar berskala regional maupun internasional. Hal ini terkait dengan masih tingginya demand atas produk-produk unggulan yang dihasilkan oleh Pulau Sulawesi, disamping posisi geografis wilayah Pulau Sulawesi yang strategis pada pintu gerbang menuju pasar potensial Asia Pasifik , misal negara ASEAN, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan RRC. <br /><br />Salah satu upaya untuk menghubungkan potensi-potensi unggulan pada wilayah Pulau Sulawesi dengan outlet-outlet utama dan kemudian ke lokasi pasar potensial tersebut adalah dengan pembangunan prasarana dan sarana transportasi jalan rel. Mengingat jalan rel memiliki keandalan dibanding dengan prasarana dan sarana transportasi lainya, yakni ditinjau dari segi kemampuan jarak tempuh yang jauh (long-distance transportation mode), kapasitas pengangkutan yang besar, keramahan pada lingkungan, tingkat keamanan dan keselamatan yang relatif tinggi, serta dari segi ekonomisnya untuk pengangkutan besar. Dengan karakteristik produk-produk unggulan wilayah yang umumnya besar dari segi volume serta dukungan prasarana jalan yang belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pergerakan orang dan barang di Sulawesi (baik secara kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas), maka keberadaan jaringan jalan rel menjadi sangat relevan. <br />Oleh karenanya, untuk mewujudkan jaringan jalan rel di Sulawesi, maka pada tanggal 26 Mei 2002 yang baru lalu di Kota Gorontalo telah disepakati Rencana Aksi Program Pengembangan Ekonomi se-Sulawesi yang salah satu butirnya menegaskan urgensi pembangunan prasarana dan sarana transportasi jalan rel. Rencana Aksi tersebut dituangkan dalam Kesepakatan Pemerintah Propinsi se-Sulawesi yang pada dasarnya merupakan bentuk kerjasama pembangunan lintas-propinsi se-Sulawesi dalam rangka mewujudkan visi masyarakat Sulawesi 2020 yang sejahtera dan beradab, bertumpu pada kemandirian lokal dan semangat solidaritas kawasan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara khusus rencana pembangunan TSRN ditujukan untuk meningkatkan volume perdagangan dan arus investasi melalui peningkatan mobilitas orang dan barang dalam wilayah Pulau Sulawesi, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat.<br /><br />Berdasarkan Master Plan Pembangunan Jalan Kereta Api di Sulawesi (Ditjen Hubdar, 2001) maka jaringan jalan kereta api direncanakan memiliki panjang rel 1275 km, yang akan dibangun secara bertahap menurut skala prioritasnya. (Mohon periksa Tabel 1). Adapun total biaya investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan prasarana dan sarana jalan rel mencapai USD 2684 juta atau setara dengan 26 Triliun Rupiah. <br /><br /><br />II. RTRW Pulau Sulawesi sebagai Acuan Pelaksanaan Pembangunan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN)<br />Pembangunan prasarana dan sarana pada dasarnya dilakukan untuk mendorong pengembangan wilayah, yang ditempuh melalui pendekatan penataan ruang. Penataan ruang nasional sebagai landasan keterpaduan program pembangunan prasarana dan sarana, serta pengembangan sektor-sektor lainnya diwujudkan dalam Sistem Nasional. Sistem Nasional merupakan ‘kerangka’ pembangunan nasional yang mencakup 4 (empat) komponen, yaitu : (a) sistem prasarana antar kawasan dan antar pusat permukiman (kota), (b) sistem pusat-pusat permukiman (kota), (c) pengembangan kawasan andalan, tertentu, tertinggal prioritas (termasuk kawasan perbatasan) dan (d) pengelolaan sumber daya air dan satuan wilayah sungai prioritas. <br /><br />Sebagai bagian integral untuk mewujudkan sistem nasional diatas, di dalam SISTRANAS telah disebutkan adanya rencana pengembangan jalur kereta api untuk melayani angkutan barang khusus di Pulau Sulawesi dan Kalimantan, yang didalam proses pengembangannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), baik RTRW Nasional, Pulau, Propinsi, dan Kabupaten/Kota.<br /><br />Dalam konteks ini RTRW Pulau – sebagai alat operasionalisasi RTRW Nasional – pada dasarnya memuat strategi pengelolaan dan pengembangan wilayah Pulau, untuk : (a) kawasan lindung dan budidaya (termasuk kawasan-kawasan strategis seperti Kawasan Andalan dan KAPET, (b) sistem pusat-pusat pelayanan (permukiman perkotaan dan perdesaan), serta (c) sistem prasarana wilayah (jalan, jalan rel, pelabuhan laut dan udara). Dengan kata lain, RTRW Pulau merupakan strategi pengembangan dan pengelolaan sumber daya secara terpadu pada wilayah Pulau dalam rangka menciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional antara sentra-sentra produksi pada kawasan-kawasan strategis, simpul-simpul pelayanan (permukiman perkotaan dan perdesaan) dengan outlet-outlet pemasaran (pelabuhan laut dan udara) yang dihubungkan satu sama lain dengan sistem jaringan transportasi (darat, laut dan udara).<br /><br />Apabila dikaitkan dengan rencana pembangunan transportasi jalan rel, maka RTRW Pulau diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alat koordinasi dan landasan perumusan program-program pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah. Selain itu RTRW Pulau diharapkan dapat dimanfaatkan pula sebagai landasan pelaksanaan prinsip sinergitas pembangunan dan pengelolaan kompetisi (managed competition) untuk mencapai kesepakatan atas pengelolaan dan pengembangan prasarana dan sarana wilayah (termasuk jalan rel), sekaligus meminimalkan terjadinya potensi konflik lintas wilayah dan sektor. <br /><br />Terkait dengan hal diatas, maka atas inisiatif Pemerintah Propinsi se-Sulawesi, pada tanggal 22 Pebruari 2001 yang lalu di Manado telah dilakukan penandatanganan Naskah Kesepakatan antara Depkimpraswil c.q Ditjen Penataan Ruang dengan Pemerintah Propinsi se-Sulawesi c.q Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS), tentang Penataan Ruang Pulau Sulawesi. Peran Depkimpraswil adalah memberikan fasilitasi penataan ruang lintas propinsi pada lingkup pulau agar percepatan pembangunan Pulau Sulawesi sebagai bagian dari agenda nasional untuk percepatan pembangunan KTI dan pemantapan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicapai. <br />III. Issues dan Permasalahan Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi<br />Pengembangan Trans Sulawesi Railways Network (TSRN) diharapkan bukan hanya mengacu pada RTRW Pulau Sulawesi, namun lebih dari itu, menjadi bagian yang penting atau memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan berbagai issues dan permasalahan pengembangan wilayah. Adapun issues dan permasalahan pengembangan wilayah Pulau Sulawesi yang sifatnya strategis dapat diidentifikasikan sebagai berikut : <br />a. Ketimpangan pengembangan wilayah yang terjadi antara bagian Tengah-Tenggara yang relatif tertinggal terhadap bagian Selatan-Utara pada Pulau Sulawesi, diantaranya disebabkan oleh keterkaitan yang rendah antara satu kawasan dengan kawasan lainnya serta keterisolasian wilayah akibat minimnya dukungan transportasi (darat dan laut). Hal ini tercermin dari angka PDRB antar wilayah propinsi di Pulau Sulawesi, dimana propinsi Sulsel dan Sulut memberikan share yang mencapai 83% dari total share PDRB Pulau Sulawesi.<br />b. Masih terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di Pulau Sulawesi terbatas pada Ibukota Propinsi, yang kurang memberikan dampak pemerataan pada wilayah lainnya. Aglomerasi kegiatan perekonomian saat ini terbatas pada simpul-simpul utama (kota-kota nasional), seperti Makassar, Manado, Palu, Kendari, Pare-Pare dan Gorontalo.<br />c. Distribusi penduduk yang tersebar merata pada seluruh wilayah pulau mengakibatkan biaya investasi yang tinggi untuk pengembangan prasarana wilayah. Hal ini diindikasikan dengan jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah propinsi Sulsel (103,9 jiwa/km2) dan Sulut (139,3 jiwa/km2) yang jauh lebih besar dari jumlah dan kepadatan penduduk pada wilayah propinsi Sulteng (27,3 jiwa/km2) serta Sultra (57,3 jiwa/km2)<br />d. Terganggunya jalur transportasi (khususnya jalan lintas), yang menghubungkan pusat produksi ke outlet (pemasaran), seperti misalnya jalan dengan kondisi kritis pada ruas Porehu (Sultra)- Batas Sulsel; ruas jalan Bulantio-Tolinggula di Sulawesi Utara; dan ruas Kendari-Rate-rate-Kolaka di Sulawesi Tenggara. Selain itu masih terdapat jalan yang ‘belum tembus’ (sekitar 157 km), yang terdapat pada ruas-ruas : ruas Baturebe – Tondoyono – Kolonedale dan ruas Bungku – Marole (di batas Sulteng-Sultra) serta ruas Laleko – Tolala (Sultra).<br />e. Masih kurangnya perhatian terhadap sektor distribusi akibat pelayanan dan kapasitas prasarana dan sarana outlet (terutama pelabuhan laut) yang kurang memadai, sehingga mengakibatkan ketergantungan pengangkutan produk-produk ekspor pada kapal asing serta orientasi pemasaran melalui Jakarta ataupun Surabaya.<br />f. Pengelolaan Taman-taman Nasional (baik darat maupun laut) yang belum memperhatikan dimensi keberlanjutannya. Contohnya adalah terjadinya perambahan hutan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (Sultra) dan Lore Lindu (Sulteng); Kurang terpeliharanya kelestarian Taman Laut Bunaken akibat pendangkalan Teluk Menado; dan terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom di Taman Laut Nasional Wakatobi (Sultra).<br />g. Potensi sumber daya kelautan yang sangat besar hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal di Sulawesi karena masih terbatas pada pemanfaatan potensi perikanan tangkap untuk keperluan internal. Pada tiga kawasan laut di Sulawesi - Teluk Tomini, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi – yang memiliki potensi hayati berkisar 976,9 ribu ton/tahun, maka 57% diantaranya telah dimanfaatkan, sementara 33% dari maximum sustainable yield masih idle. Potensi sumber daya laut (marine resources) yang besar tersebut diharapkan akan menjadi basis bagi pengembangan wilayah Sulawesi pada masa datang. <br />h. Besarnya potensi konflik lintas wilayah jurisdiksi di beberapa wilayah perairan, terutama Teluk Tomini, Teluk Bone, dan Selat Makassar untuk penangkapan dan budidaya ikan/hasil-hasil laut lainnya. <br />i. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup akibat pengelolaan sumber daya alam yang kurang optimal, seperti diindikasikan dari keberadaan Satuan Wilayah Sungai (SWS) kritis seperti SWS Walanae-Cenranae, Jeneberang, Bolango-Bone, Palu-Lariang, Sadang dan Ranowangko-Tondano. Selain itu juga terjadi pendangkalan pada danau-danau besar, seperti Limboto (Gorontalo), Tempe dan Poso (Sulteng) dan Tondano (Sulut) atau pendangkalan Teluk Kendari dan Teluk Manado.<br /><br /><br /><br />IV. Arahan Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi sebagai Prime Mover Pengembangan Kawasan Timur Indonesia<br />Pengembangan wilayah Pulau Sulawesi tidak dapat dilepaskan dari upaya percepatan pembangunan pada wilayah KTI, melainkan harus merupakan satu kesatuan konsepsi strategi pengembangan KTI yang utuh, mengingat peran Pulau Sulawesi sebagai salah satu prime-mover pengembangan wilayah KTI disamping Pulau Kalimantan. Untuk itu, RTRW Pulau Sulawesi harus mengakomodasikan kebijakan-kebijakan pengembangan KTI agar berbagai upaya pembangunan lintas wilayah dan lintas sektor dapat berjalan secara serasi, selaras, saling menguatkan (sinergis), dan dapat memberikan multiplier effect yang besar bagi kawasan-kawasan di sekitarnya. <br /><br />Maka, berdasarkan arah pengembangan RTRW Nasional telah disusun 7 (tujuh) kebijakan pokok pengembangan KTI, yang juga berlaku untuk pengembangan wilayah Pulau Sulawesi. Adapun 7 (tujuh) kebijakan pokok tersebut yang berlaku untuk wilayah Pulau Sulawesi meliputi : <br />a. Pembangunan KTI dikembangkan secara terpadu lintas wilayah administrasi dan lintas sektor dengan memanfaatkan RTRWN, RTRW Pulau dan RTRW Propinsi. <br />b. Pengembangan kawasan-kawasan prioritas dalam rangka percepatan pertumbuhan wilayah KTI (KAPET sebagai unit corporate mandiri ; kawasan cepat tumbuh dan potensial tumbuh ; kawasan KESR BIMP-EAGA melalui peningkatan kerjasama lintas negara) ; dan tanpa melupakan kawasan tertinggal. <br />Kawasan-kawasan tertinggal di P. Sulawesi diantaranya adalah : kawasan pesisir di Sulut (Kep. Sangihe-Talaud dan Pantai Selatan), di Gorontalo (Batudara, Popayato), di Sulteng (Poso, Teluk Matarape, Pulau Samit), di Sultra (Muna Barat, Kabaena, Poasia-Moramo-Wawonii) dan di Sulsel (Latimojong, Kep. Pangkajene, Selayar); kawasan terisolasi di Gorontalo (Suwawa), di Sultra (Mowewe Utara), dan di Sulteng (Umu, Tidantana).<br />c. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai kawasan depan yang dilakukan dengan memadukan pendekatan prosperity dan security, seperti pada kawasan perbatasan Sangihe-Talaud (Sulut) dengan perairan Philipina. <br />d. Simpul-simpul utama KTI didorong sebagai pusat/hub ekonomi wilayah Timur Indonesia ke pasar internasional yang didukung oleh pengembangan industri pengolahan. Simpul-simpul utama di Sulawesi yang juga merupakan kota-kota nasional, meliputi : Gorontalo, Manado, Bitung, Tahuna, Palu, Kendari, Makassar, Pare-Pare, Maros, Takalar, Palopo dan Sungguminasa. <br />e. KTI merupakan sentra pendukung ketahanan pangan nasional yang diarahkan untuk mendukung kebijakan substitusi import. Hal ini dicapai melalui pengembangan pola agroindustri terpadu dengan mengembangkan potensi pertanian skala besar (agriculture estate) yang dilengkapi dengan sistem manajemen modern berbasis teknologi (technology-based farming system), serta memiliki akses ke sentra produksi dan pasar regional/internasional dengan memanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana yang tersedia. <br />Kawasan-kawasan strategis yang merupakan sentra produksi tanaman pangan di Pulau Sulawesi, meliputi : di Sulut (Kotamobagu dsk) ; di Gorontalo (Gorontalo dsk) ; di Sulteng (Palu dsk, Poso dsk, Kolonedale dsk), di Sultra (KAPET Buton-Kolaka-Kendari) dan di Sulsel (Makassar dsk, Palopo dsk, Bulukumba dsk, Mamuju dsk, KAPET Pare-Pare). <br />f. KTI merupakan sentra pengembangan kelautan terpadu dengan memperhatikan peningkatan kemampuan teknologi kelautan dan perikanan secara bertahap ; pemanfaatan sumber daya alam yang belum tergali secara berkelanjutan ; pengembangan tidak terfokus pada kawasan pesisir saja (namun termasuk pula kawasan yang lebih luas menuju pasar dunia). Dalam hal ini, laut merupakan alat pengawal dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan NKRI. <br />Sentra-sentra pengembangan kelautan di Pulau Sulawesi meliputi : di Sulut (KL Bunaken dsk dan KL Batutoli dsk) ; di Gorontalo (KL Tomini dsk) ; di Sultra (KL Tolo dsk, KL Bone dsk, dan KL Tukangbesi) ; di Sulteng (KL Tolo dsk, KL Tomini), dan di Sulsel (KL Bone dsk, KL Selat Makassar dsk, KL Singkarang dsk). <br />g. Wilayah KTI merupakan sentra pengembangan potensi sumber daya alam yang berorientasi ekspor (seperti misalnya nikel, aspal, kakao, kopi, cengkeh, dsb) , yang diarahkan untuk tetap mendorong peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. <br /><br /><br />V. Skenario dan Strategi Pengembangan Tata Ruang Pulau Sulawesi <br />Skenario pengembangan untuk mewadahi atau memberi bingkai bagi strategi pengembangan tata ruang wilayah Pulau Sulawesi adalah skenario pengembangan yang berorientasi ke luar dengan sistem outlet hirarkis fungsional dan dengan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan.<br />Pengembangan tata ruang yang beorientasi keluar berarti melihat Pulau Sulawesi sebagai wilayah terbuka yang berinteraksi dengan wilayah lain di luar Pulau, baik nasional maupun internasional. Perekonomian Pulau Sulawesi akan didorong untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal dan mengoptimalkan potensi-potensi internal yang dimiliki, sehingga ekspor Pulau Sulawesi semakin besar dan semakin berperan dalam pasar global. Dengan skenario ini, diharapkan pembangunan Pulau Sulawesi dapat menjawab tantangan global sekaligus konsolidasi wilayah<br />Dalam berhubungan dengan dunia luar, Pulau Sulawesi akan memiliki pintu-pintu yang secara fungsional berhirarki, artinya akan ada beberapa pelabuhan/bandara primer, beberapa pelabuhan/bandara sekunder dan tersier. Hirarki ini dimaksudkan untuk efisiensi pergerakan barang dan orang, serta menghemat pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur.<br />Untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan pemerataan, maka di dalam Pulau akan diupayakan terjadi interaksi antara pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah belakangnya. Secara konseptual, hubungan ini merupakan jabaran dari konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan (growth poles). Prasarana transportasi selain akan berfungsi sebagai media berlangsungnya spread effect, juga berperan untuk melayani (peran pasif) sekaligus membangkitkan (peran aktif) kegiatan sosial ekonomi pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah. <br />Penjabaran dari skenario ini adalah sebagai berikut (lihat Diagram 1 berikut) :<br />Diagram 1<br />Konsep & Skenario Pengembangan Pulau Sulawesi<br /><br /> <br /><br /><br />• Pulau Sulawesi akan memiliki 2 (dua) outlet utama yaitu Makassar dan Bitung, serta beberapa outlet sekunder yaitu Kendari, Palu dan Luwuk. Pelabuhan Makassar melayani wilayah Sulsel dan Sultra, Kalteng, Kaltim, Kalsel, dan NTT untuk pasar ekspor. Pelabuhan Bitung melayani Sulut, Gorontalo, Sulteng, Maluku, dan Papua, untuk pasar ekspor.<br /><br />• Untuk arus barang dan penumpang antar propinsi dan antar kabupaten, antar kawasan, dan lingkup nasional maka:<br /> Pelabuhan Kendari dapat melayani Sultra, khususnya untuk KAPET Bukari. <br /> Pelabuhan Luwuk dapat melayani kawasan andalan Luwuk, Kolonedale dan sekitarnya.<br /> Pelabuhan Palu dapat melayani Sulteng bagian Barat seperti Kawasan Poso, Mamuju, Toli-toli, dsk. <br />• Masing-masing kawasan andalan perlu dipacu perkembangannya sebagai pusat pertumbuhan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, serta memperhatikan kemungkinan menciptakan sinergi dan multiplier effect terhadap wilayah-wilayah tertinggal. Akses antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya harus diperbaiki sehingga spread effect dapat benar-benar terjadi dan daerah belakang terangkat dari keterbelakangan. <br />• Produksi kawasan andalan akan dikumpulkan pada simpul terdekat untuk dibawa ke simpul hirarki yang lebih tinggi. Akses antar simpul harus diupayakan lebih baik. Pengembangan jaringan transportasi yang menghubungkan antar propinsi/antarkabupaten/kota atau antar kawasan andalan didasarkan pada konsep keterkaitan antar kawasan.<br />• Keberadaan kawasan lindung harus tetap dijaga kelestariannya agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga kesinambungannya.<br /><br />Skenario diatas kemudian dijabarkan kedalam bentuk strategi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi untuk mewujudkan pola dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Pulau yang diharapkan. Adapun strategi pengembangan dimaksud diuraikan sebagai berikut : <br />• Percepatan pembangunan wilayah Tengah-Tenggara P. Sulawesi yang relatif tertinggal agar terjadi keseimbangan perkembangan antar kawasan<br />• Mengembangkan pengelolaan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan wilayah pesisir secara lebih optimal, <br />• Mendorong pengembangan sistem kota yang lebih efisien untuk menyebarkan dan menyeimbangkan pusat-pusat pertumbuhan<br />• Meningkatkan aksesibilitas antar kawasan yang menghubungkan potensi daratan dan kelautan dengan pasar lokal (Sulawesi), regional (antar Pulau dalam wilayah Indonesia), dan global (Asia Pasifik)<br />• Mendorong terciptanya pengelolaan kompetisi antar-sektor dan antar-kawasan unggulan (managed competition) <br />• Mengembangkan sistem permukiman pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terutama di P. Kabaena dan P. Buton (Sultra), Kep. Banggai (Sulteng) dan Kep. Sangir-Talaud (Sulut).<br />• Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional dalam frame BIMP-EAGA dan AIDA, untuk mewujudkan Sulawesi sebagai salah satu “prime mover” pengembangan KTI.<br /><br /><br />VI. Interkoneksi Jaringan Transportasi Pulau Sulawesi<br />6.1 Interkoneksi Jaringan Jalan dengan Jaringan Jalan Rel<br />Sesuai dengan arahan SISTRANAS, maka pada masa yang akan datang Pulau Sulawesi akan memiliki struktur jaringan jalan Gelang dan Sirip Sulawesi yang seluruhnya berfungsi arteri primer. Gelang Sulawesi terdiri atas Lintas Barat yang menghubungkan Kota Bulukumba—Bantaeng—Jeneponto – Takalar Makassar—Pangkajene – Barru – Pare-Pare – Majene – Mamuju – Baros (Sulsel) hingga ke Palu di Sulteng. Jalan Lintas Barat kemudian terhubung dengan Lintas Timur yang menghubungkan kota-kota Palu – Poso – Pepe – Wotu (Sulteng) – Palopo – Tarumpake – Sengkang – Watampone – Sinjai dan Bulukumba (Sulsel). Disamping itu, terdapat pula Sirip Sulawesi yang menghubungkan kota-kota Wotu (Sulteng) – Malili (Sulsel) – Kolaka – Unaaha – Kendari (Sultra), kemudian sirip Poso – Ampana – Pagimana – Luwuk (Sulteng) dan sirip Palu – Tobali – Kasimbar – Mepanga (Sulteng) – Gorontalo – Kwandang (Gorontalo) – Maelang – Manado hingga Bitung (Sulut). (Selengkapnya mohon periksa Tabel 2). <br />Pada saat ini, jaringan jalan lintas di Sulawesi telah membentuk struktur jaringan seperti yang diarahkan oleh SISTRANAS, walaupun pada sebagian ruas masih berfungsi sebagai jalan kolektor primer. Jalur-jalur jalan tersebut melayani angkutan utama dan menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama termasuk outlet (pelabuhan laut dan pelabuhan udara) dan merupakan jaringan utama transportasi nasional. Pada tahun 2020 keseluruhan jaringan jalan diatas diharapkan dapat ditingkatkan statusnya secara bertahap menjadi jaringan jalan arteri. Total panjang seluruh jaringan jalan lintas di Pulau Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan jaringan jalan lintas eksisting di Sulawesi meliputi : <br />• Jalur Barat : sepanjang pantai Barat P. Sulawesi, mulai dari kota Jeneponto – Makassar – Pare-Pare – Pinrang – Polewali – Mamuju – Donggala – Palu – Toli-Toli – Bual – Umu - Molingkaputo di Propinsi Sulawesi Utara, sepanjang 1848 km.<br />• Jalur Tengah : sepanjang pantai Timur Propinsi Sulawesi Selatan, mulai dari Jeneponto, Bantaeng – Bulukumba – Watampone – Sengkang – Palopo – Tarengge – Poso – Molosipat – Marisa – Isimu - Kwandang sampai dengan Kota Manado dan Bitung di Propinsi Sulawesi Utara, dengan total panjang 1925 km. <br />• Jalur Timur : sepanjang pantai Timur P. Sulawesi mulai dari Kota Poso di wilayah Propinsi Sulteng ke Ampana – Pagimana – Luwuk – Batui – Kolonedale – Bungku – Lasolo – Kendari – Tinanggea – Kolaka sampai dengan Tarengge di Propinsi Sulsel sepanjang 2200 km. Pada jalur Timur ini, tidak kurang dari 157 km masih belum tembus, seperti pada ruas-ruas Baturube – Tondoyono (Sulteng), Tondoyono – Kolonedale (Sulteng), Bungku – Marole (Batas Sultra), Laleko – Tolala (Sultra)<br />Meskipun terjadi peningkatan pelayanan prasarana transportasi darat (khususnya jalan), namun aksesibilitas internal Pulau Sulawesi masih relatif kurang memadai. Untuk itu, keberadaan jaringan jalan rel kereta api diharapkan tidak saja menjadi alternatif moda transportasi, namun dapat komplementer dengan jaringan jalan eksisting di Sulawesi. Jalur-jalur krusial yang perlu diprioritaskan peningkatan aksesibilitasnya berturut-turut adalah : (1) Gorontalo – Bitung – Manado, (2) Makassar – Pare-Pare – Mamuju, (3) Palu – Poso, dan (5) Kolaka – Kendari. Namun demikian, jalur-jalur lain yang perlu pula dikembangkan pada rentang waktu berikutnya agar seluruh simpul-simpul utama di Pulau Sulawesi dapat saling terhubungkan satu sama lain, antara lain : jalur Gorontalo – Marissa – Palu, jalur Makassar – Bulukumba – Watampone, jalur Poso – Wotu – Palopo, dan jalur Wotu – Malili – Kolaka.<br />Hal yang perlu dipertimbangkan secara matang adalah kondisi fisik-morfologi wilayah yang cenderung berbukit dan bergunung pada bagian tengah Pulau Sulawesi. Kondisi ini pada kenyataannya cukup menyulitkan aksesibilitas internal pulau. Hampir 52% dari wilayah Sulawesi bagian Tengah berada pada kemiringan lereng diatas 40%, sementara 26% lainnya berada pada kemiringan antara 15 - 40%. Luasan lahan yang relatif datar di Sulawesi sangat terbatas (22%), umumnya berada di kawasan pesisir pantai dan banyak dilintasi oleh sungai-sungai. Kondisi ini mengakibatkan besarnya investasi yang dibutuhkan baik untuk menghubungkan jalur-jalur jalan lintas maupun untuk pembangunan jalan rel kereta api. <br /><br />6.2 Interkoneksi Jaringan Jalan Rel dengan Outlet-Outlet <br />Pengembangan jaringan jalan rel kereta api pun harus terpadu dengan pengembangan outlet-outlet, khususnya dengan pelabuhan laut, yang dimaksudkan agar aliran hasil-hasil produksi dari sentra-sentra produksi (kawasan-kawasan andalan dan KAPET) ke lokasi-lokasi pasar dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien. Adapun pelabuhan laut (outlet-outlet) utama yang sekaligus merupakan simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi adalah Makassar, Bitung, Kendari, Palu, Gorontalo, Pare-Pare, Luwuk, Baubau, Toli-Toli, Poso dan Raha. (Selengkapnya mohon periksa Tabel 4). <br />Selanjutnya, perhatian khusus perlu diberikan untuk keterpaduan pengembangan jaringan jalan rel kereta api dengan kawasan-kawasan strategis, simpul-simpul pertumbuhan, dan outlet-outlet utama pada bagian Timur perairan Pulau Sulawesi - yakni Selat Makassar yang memisahkan Pulau Sulawesi dengan Kalimantan - dimana terdapat salah satu Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) . ALKI merupakan jalur laut pelayaran internasional untuk menjamin keamanan jalur perhubungan laut internasional yang melewati Indonesia, dan merupakan salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam mengembangkan sistem transportasi laut nasional. Dalam kaitan ini selain untuk kepentingan pertahanan, keberadaan ALKI merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk percepatan pengembangan wilayah Sulawesi bagian Barat, mengingat aksesibilitas dari dan menuju pasar potensial (ASEAN dan Asia Pasifik) diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. <br />Beberapa kota nasional pada wilayah Pulau Sulawesi bagian Timur yang memiliki peluang memanfaatkan jalur ALKI tersebut memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda, meliputi sebagai kota pusat pemerintahan (ibukota propinsi), kota perbatasan negara, kota sebagai pintu gerbang nasional/internasional ditandai dengan keberadaan pelabuhan utama primer/sekunder, kota pusat kegiatan ekonomi nasional, atau kota pusat pelayanan dari kawasan tertentu (misal kawasan perbatasan). Kota-kota tersebut merupakan pusat pertumbuhan dari kawasan-kawasan strategis yang dilayaninya, seperti diperlihatkan pada Tabel 5 pada Lampiran. <br /><br /><br />VII. Dampak Pembangunan Jaringan Jalan Rel terhadap Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi<br />Selanjutnya, dengan mempertimbangkan fungsi dan peran strategis jalan rel di Pulau Sulawesi sebagai satu kesatuan sistem dengan prasarana dan sarana transportasi lain (darat, laut dan udara), maka pembangunan TSRN diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi secara keseluruhan. Adapun dampak positif dimaksud meliputi : <br />1. Meningkatnya aksesibilitas dari pusat-pusat produksi (khususnya KAPET dan kawasan andalan) ke outlet-outlet pemasaran, seperti Makassar dan Bitung. <br />2. Meningkatnya keterkaitan fungsional antar kawasan, antar kota, antar desa-kota, antar produksi-distribusi, kawasan berkembang-tertinggal sehingga mendorong tercapainya keseimbangan antar wilayah yang lebih baik. <br />3. Meningkatnya cakupan pasar sebagai produk-produk unggulan di Sulawesi (captive global market place), diantaranya dengan memanfaatkan jalur ALKI II yang melintasi Selat Makassar.<br />4. Meningkatnya pemanfaatan potensi unggulan wilayah secara optimal, yang diikuti dengan meningkatnya daya saing produk-produk unggulan di Sulawesi, akibat penurunan biaya transportasi dan peningkatan efisiensi.<br />5. Mendukung misi pengembangan Pulau Sulawesi untuk:<br />a. Pengembangan sistem kota di Sulawesi yang terpadu.<br />b. Pembentukan sistem transportasi inter dan intra propinsi se-Sulawesi.<br />c. Pengintegrasian pusat-pusat kota pertanian (agropolitan), pertambangan, dan pesisir (kelautan) dengan sistem kota di Sulawesi.<br /><br />Namun demikian, untuk merealisasikan keberadaan jaringan jalan rel kereta api ini dibutuhkan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan yang sangat besar. Untuk itu, pengembangan jaringan rel kereta api perlu dilakukan secara bertahap mengikuti skala prioritas yang harus disepakati bersama. Selain itu, komitmen dan kemitraan antara Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha (Swasta), baik yang bersifat Penanaman Modal Asing maupun Modal Dala m Negeri perlu terus didorong untuk membiayai investasi awal yang dibutuhkan secara kolektif. <br /><br /> <br />VIII. Penutup<br />Rencana pengembangan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN) merupakan upaya strategis untuk percepatan pembangunan wilayah Pulau Sulawesi, sebagai salah satu prime mvoer pengembangan KTI. Pengembangan jaringan jalan rel kereta api di Sulawesi sangat penting untuk mendukung pemanfaatan kekayaan sumber daya alam, pemasaran dan perluasan skala ekonomi hasil-hasil produksi. Rencana pengembangan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN) seyogyanya berada dalam bingkai pengembangan wilayah, sebagai bagian integral untuk mewujudkan sistem nasional yang ditempuh melalui pendekatan penataan ruang. <br />Agar upaya ini benar-benar dapat mendukung pengembangan sektor-sektor lainnya serta memberikan multiplier effect yang besar bagi pengembangan kawasan-kawasan di Pulau Sulawesi, maka rencana pengembangan TSRN harus selaras dengan RTRW Pulau Sulawesi dan SISTRANAS. Pada dasarnya, rencana pembangunan TSRN merupakan bagian dari upaya pembangunan jangka panjang yang dicapai secara bertahap untuk menangani berbagai issues dan permasalahan pengembangan wilayah yang bersifat strategis, serta sekaligus untuk mewujudkan visi masyarakat Sulawesi 2020 yang dicita-citakan. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran<br /><br />Tabel 1<br />Rencana Segmen dan Urutan Prioritas<br />No. Segmen Panjang (km) Prioritas<br />1 Menado-Bitung 48 Tinggi<br />2 Gorontalo-Bitung 300 Tinggi<br />3 Makassar-Pare-pare 128 Tinggi<br />4 Palu-Poso 133 Sedang<br />5 Kendari-Kolaka 115 Sedang<br />6 Makassar-Takalar-Bulukumba 128 Sedang<br />7 Bulukumba-Bajoe 110 Rendah<br />8 Pare-pare-Bajoe 100 Rendah<br />9 Pare-pare-Mamuju 213 Rendah<br />Sumber : Master Plan Pembangunan Jalan KA di Sulawesi, Ditjen Hubdar, 2001 <br /><br />Tabel 2<br />Pengembangan Jaringan Jalan Menurut Perannya di P. Sulawesi ( 2000-2020 )<br />No. NAMA RUAS PERAN<br /> TAHUN 2000 TAHUN 2010 TAHUN 2020<br />A. GELANG SULAWESI <br /> 1. LINTAS BARAT <br /> a. Bulu Kumba – Bantaeng – Jeneponto – Takalar – Makasar Kolektor Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> b. Makasar – Pangkajene – Barru – Pare-pare – Majene – Mamuju Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> c. Mamuju – Baros – Palu Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> 2. LINTAS TIMUR <br /> a. Palu – Poso – Pepe Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> b. Pepe – Wotu – Palopo – Tarumpakea Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> c. Torumpakea – Sengkang – Watampone Arteri Primer Arteri Primer<br /> d. Watampone – Sinjai – Bulukumba Arteri Primer Arteri Primer<br />B. SIRIP SULAWESI <br /> 1. Wotu – Malili – Kolaka – Una Ama – Kendari Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> 2. Poso – Ampana – Pagimana – Luwuk Kolektor Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> 3. Palu- Tobali – Kasimbar – Mapanga – Gorontalo – Kwandang – Maelang – Manado – Bitung Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br />Sumber : Kaji Ulang Sistranas, 2001<br /><br />Tabel 3<br />Data Panjang Jalan Lintas di Sulawesi <br />Propinsi Panjang Jalan (km)<br /> Lintas Barat Lintas Tengah Lintas Timur Total<br />Sulawesi Utara 128,55 669,94 - 798,49<br />Sulawesi Tengah 816,86 610,50 1.223,33 2.650,69<br />Sulawesi Selatan 922,13 644,12 68,63 1.634,88<br />Sulawesi Tenggara - - 908,42 908,42<br />Total 1.867,54 1.924,56 2.200,38 5.992,48<br />Sumber : Ditjen Prasarana Wilayah - Depkimpraswil, 2001 <br /><br />Tabel 4<br />Keterkaitan Antara Pengembangan Kawasan Fungsional Dengan Rencana Segmen Jalan Rel Kereta Api di Sulawesi<br /><br />No Segmen Jalan Rel KA Kawasan Fungsional Kota-Kota dalam Kawasan<br />1. Menado-Bitung Kawan Menado- Bitung Kota Bitung; Kota Manado; Kabupaten Minahasa: Tondano, Tomohon, Likupang, Amurang<br /> Kater Bitung dsk Bitung; Kemas<br /> Kater Pesisir Pantai Sulut Tanah Wangko; Tumpaan; Amurang; Inobontu; Tahuna<br />2. Gorontalo-Bitung KAPET Manado-Bitung Kota Bitung; Kota Manado; Kabupaten Minahasa: Tondano, Tomohon, Likupang, Amurang<br /> Kawan Kota Gorontalo Kota Gorontalo<br /> Kawan Dumoga- Kotamobagu dsk Kab. Bolaang Mongondow: Dumoga; Kotamobagu; Molibagu; Kotabunan<br /> Kater Konservasi & Wisata DAS Tondano Tondano; Kakas; Remboken<br /> Kater Bitung dsk Bitung; Kemas<br /> Kater Konservasi & Wisata DAS MOAD Guan; Purworwjo; Mondayag; Kotamubagu<br /> Kating Pantai Selatan Sulut Kema; Belang; Kotabunan; Molobag; Taludaa; Molibagu<br />3. Palu-Poso Kawan Palu dsk Kota Palu; Kab. Donggala<br /> Kawan Poso dsk Kab. Poso<br /> Kating Poso dsk Kab. Poso<br />4. Makassar-Pare-pare Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang<br /> Kawan Makasar dsk Kota Makasar; Gowa; Takalar; Maros; Pangkep<br /> Kater Manasa Mamata Gowa (sebagian); Makasar; Maros (sebagian); Takalar (sebagian)<br /> Kater Danau Tempe Wajo; Bone; Sidrap; Soppeng; Barru <br /> Kater Pantai Barat Selatan Janeponto; Takalar; Gowa; Makasar; Maros; Pangkep; Barru; Pare-pare; Pinrang; Polmas; Majene; Mamuju<br />5. Pare-pare-Mamuju Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang<br /> Kawan Mamuju dsk Polewali; Majene; Mamuju<br /> Kater Pantai Barat Selatan Janeponto; Takalar; Gowa; Makasar; Maros; Pangkep; Barru; Pare-pare; Pinrang; Polmas; Majene; Mamuju<br /> Kater Perbatasan Luwu Utara; Mamuju<br /> Kating Latimojong Polewali Memasa; Mamuju; Tator; Luwo Utara; Luwo<br />6. Makassar-Takalar-Bulukumba Kawan Makasar dsk Kota Makasar; Gowa; Takalar; Maros; Pangkep<br /> Kawan Bulukumba dsk. Janeponto; Bantaeng; Bulukumba; Sinjai; Selayar<br /> Kater Manasa Matata Gowa (sebagian); Makasar; Maros (sebagian); Takalar (sebagian)<br />7. Bulukumba-Bajoe (Watampone) Kawan Watampone dsk Bone; Soppeng; Wajo; Sinjai<br /> Kawan Bulukumba dsk. Janeponto; Bantaeng; Bulukumba; Sinjai; Selayar<br />8. Pare-pare-Bajoe (Watampone) Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang<br /> Kawan Watampone dsk Bone; Soppeng; Wajo; Sinjai<br /> Kater Danau Tempe Wajo; Bone; Sidrap; Soppeng; Barru<br />9. Kendari-Kolaka Kawan Asesolo Kota Unaaha; Kota Kendari<br /> Kawan Mowedongi Kota Unaaha; Kolaka<br />Sumber : Hasil Analisis<br /><br />Keterangan : Kawan = Kawasan Andalan<br /> Kater = Kawasan Tertentu<br /> Kating = Kawasan Tertinggal<br /> KAPET = Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu<br /><br /><br /><br />Tabel 5<br />Arahan Tipologi (Besaran & Fungsi Utama) Kota Di Pulau Sulawesi<br /><br />No Ibukota Kabupaten/Kota Besaran<br />Kota<br />Th. 2015 Fungsi Utama Dominasi Kegiatan Wilayah<br />di Sekitarnya di Masa Mendatang<br /> Outlet Fungsi Kota <br /> Pelabuhan Bandara <br />1 Makasar 1) 3) 4) 5) Metro Utama Sekunder. Primer Kota Nasional (PKN) Industri, Permukiman, Perdagangan, Jasa<br />2 Manado 1) 3) 4) Besar - Primer Kota Nasional (PKN) Perdagangan, Jasa<br />3 Palu 1) Sedang Pengumpan Reg. Sekunder Kota Nasional (PKW) Industri, Perdagangan, Jasa<br />4 Kendari 1) 3) 4) Sedang Pengumpan Reg. Tersier Kota Nasional (PKW) Industri, Perdagangan, Jasa<br />5 Gorontalo 1) Sedang Pengumpan lokal Sekunder Kota Nasional (PKL) Perdagangan, Jasa<br />6 Pare-pare 4) Sedang Pengumpan Reg. - Kota Nasional (PKW) Perdagangan, Jasa<br />7 Palopo 4) 5) Sedang - - Kota Nasional (PKW) Pertambangan, Industri<br />8 Bitung 2) 3) 5) Sedang Utama Primer - Kota Nasional (PKL) Jasa, Industri<br />9 Luwuk Sedang Pengumpan Reg. tersier PKW Pertanian, Perdagangan<br />10 Bau-Bau Kecil Pengumpan Lokal tersier PKL Pertanian, Jasa<br />11 Majene Kecil - - PKL Pertanian, Industri, Jasa<br />12 Polewali Kecil - - PKL Pertanian, Industri<br />13 Toli-Toli Kecil Pengumpan Lokal tersier PKW Pertanian, Perdagangan, Jasa<br />14 Bulukumba Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian, Perdagangan<br />15 Maros 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Jasa<br />16 Pinrang Kecil - - PKL Pertanian, Jasa<br />17 Poso Kecil Pengumpan Lokal Tersier PKW Pertanian, Perdagangan, Jasa<br />18 Raha Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian, Jasa<br />19 Kotamobagu Kecil - - PKL Pertanian, Permukiman, Jasa<br />20 Bantaeng Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan<br />21 Kolaka Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan<br />22 Mamuju Kecil - - PKW Pertanian, Industri<br />23 Tondano Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan<br />24 Pangkajene Kecil - - PKL Pertanian, Industri<br />25 Sinjai (Balanipa) Kecil - - PKL Pertanian, Jasa<br />26 Tahuna (Sangihe Talaud) 2) 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Jasa<br />27 Makale Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan, Jasa<br />28 Takalar 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Industri, Jasa<br />29 Donggala Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan<br />30 Unaaha Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan<br />31 Barru Kecil - - PKL Pertanian, Jasa<br />32 Jeneponte Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan<br />33 Enrekang Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan<br />34 Limboto Kecil - - PKL Pertanian, Jasa<br />35 Kolonedale Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian (perikanan), perkebunan<br />36 Sungguminasa 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) -<br />37 Soroako 4) 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertambangan <br />Sumber: Review RTRW Pulau Sulawesi, 2001 <br /> Review RTRW Nasional, 2001<br /><br />Keterangan:<br />1. Kota Pusat Pemerintahan (ibukota propinsi)<br />2. Kota-kota Perbatasan Negara<br />3. Kota sebagai Pintu Gerbang Nasional (ditandai dengan adanya Pelabuhan Utama Primer/Sekunder atau Bandara Udara Primer)<br />4. Kota-kota pusat kegiatan ekonomi nasional<br />5. Kota-kota pusat kawasan tertentumanajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-52324065031578967302010-02-11T20:42:00.000-08:002010-02-11T20:46:25.508-08:00Tugas mandiri individu mutuTUGAS MANDIRI INDIVIDU<br />Nama : Teuku andi nova reza<br />NIM : 223107010<br />Jurusan : D3 MTU A<br /><br /><br />FUEL SURCHARGE MASUK TARIF PENERBANGAN<br />Senin, 05 Mei 2008 <br /><br />JAKARTA-- Menteri Pehubungan, Jusman Syafii Djamal menegaskan, pihaknya mengkaji kemungkinan memasukkan komponen tambahan biaya bahan bakar atau fuel surcharge dalam perhitungan tarif penerbangan. Kalau bisa (fuel surcharge) masuk tarif karena selama ini trennya 'FS' (fuel surcharge) tidak transparan, kata Menteri Perhubungan, Jusman Syafii Djamal di Jakarta, akhir pekan lalu. <br /><br />Menhub menjelaskan, kajian untuk memasukkan komponen fuel surcharge dalam hitungan tarif itu terkait dengan rencana menaikkan tarif batas atas penerbangan. Jusman mengakui, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) telah mengusulkan kenaikan tarif batas atas menyusul kecenderungan naiknya harga minyak. <br /><br />Sebetulnya, selama ini, maskapai diberi kebebasan mengenakan fuel surcharge disamping tarif untuk menyiasati kenaikan harga minyak yang diikuti lonjakan harga bahan bakar pesawat. Departemen Perhubungan pernah ditegur Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar tidak melakukan intervensi soal besaran fuel surcharge. Nah, jika fuel surcharge masuk dalam komponen tarif, maka maskapai tidak dapat menaikkannya dengan bebas sebab ada koridor tarif batas atas, katanya. <br /><br />Jusman menjelaskan, ada kelemahan jika maskapai dibebaskan menentukan besaran fuel surcharge seperti saat ini. Kelemahannya antara lain tidak ada keseragaman, katanya. <br /><br />Menurut Jusman, selama ini maskapai yang efisien dapat menetapkan besaran fuel surcharge yang lebih rendah dan sebaliknya bagi maskapai yang tidak efisien. Kelemahan lainnya, tambahnya, tidak ada transparansi dalam penentuannya. Selain itu, ketika fuel surcharge tidak masuk dalam hitungan tarif, maka pihak penjual tidak mendapat bagian. <br /><br />Sejauh ini maskapai-maskapai sudah menaikkan fuel surcharge untuk mengimbangi kenaikan harga avtur. Contohnya, PT Merpati Nusantara Airlines sebesar Rp 25 ribu sejak dua pekan lalu. Rata-rata fuel surcharge yang dikenakan maskapai saat ini sekitar Rp 100-200 ribu per penerbangan. <br /><br />(fir ) <br />Sumber: Republika Online <br />http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=332610&kat_id=4manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-8627461068513149682010-02-11T18:19:00.000-08:002010-02-11T18:20:42.506-08:00RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PULAU SULAWESI DIKAITKAN DENGAN TRANSPORTASI JALAN RELNama : Roby Zidni Nuri<br />Nim : 223107063<br /><br /><br /><br />ABSTRAK MAKALAH<br /><br />RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) <br />PULAU SULAWESI<br />DIKAITKAN DENGAN TRANSPORTASI JALAN REL<br /><br />OLEH<br /><br />DIREKTUR JENDERAL PENATAAN RUANG <br />DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH<br /><br /><br />Makalah ini berisikan uraian mengenai issues pengembangan wilayah Pulau Sulawesi, arahan pengembangan Pulau Sulawesi sebagai salah satu wilayah strategis di Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta skenario dan strategi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi. Diuraikan pula bahwa rencana pembangunan Trans Sulawesi Railway Network ini merupakan bagian integral dari upaya mewujudkan sistem nasional untuk mendorong pengembangan wilayah dengan pendekatan penataan ruang. Untuk itu, pengembangannya seyogyanya dilakukan dengan memperhatikan keserasian dan keselarasan dengan pengembangan sistem transportasi lain di Sulawesi, pengembangan kawasan-kawasan fungsional, dan pengembangan sistem perkotaan. <br /><br /><br /><br /><br />I. Latar Belakang <br />Keberadaan prasarana dan sarana transportasi yang handal telah menjadi harapan dan kebutuhan mendesak dalam rangka mendukung pengembangan wilayah Pulau Sulawesi, mengingat potensi Pulau Sulawesi yang besar dengan keunggulan kompetitif pada sektor-sektor perkebunan (kakao, cengkeh, kopi, jambu mete), perikanan laut (tuna dan cakalang), tanaman pangan (padi dan jagung), serta pertambangan (nikel, aspal dan marmer). Selain itu, terdapat potensi lain pada wilayah Pulau Sulawesi yang memiliki keunggulan komparatif yang juga membutuhkan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang handal. Potensi tersebut adalah eco-cultural tourism yang didasarkan atas keunikan budaya lokal dan keanekaragaman hayati (biodiversity), seperti ditemukan pada taman-taman nasional (Rawa Aopa dan Dumoga) dan taman-taman laut (Wakatobi, Bunaken, dan Takabonerate). <br /><br />Seluruh potensi yang dimiliki Pulau Sulawesi dengan keunggulan kompetitif dan komparatifnya masing-masing, sangat prospektif untuk dipromosikan ke pasar berskala regional maupun internasional. Hal ini terkait dengan masih tingginya demand atas produk-produk unggulan yang dihasilkan oleh Pulau Sulawesi, disamping posisi geografis wilayah Pulau Sulawesi yang strategis pada pintu gerbang menuju pasar potensial Asia Pasifik , misal negara ASEAN, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan RRC. <br /><br />Salah satu upaya untuk menghubungkan potensi-potensi unggulan pada wilayah Pulau Sulawesi dengan outlet-outlet utama dan kemudian ke lokasi pasar potensial tersebut adalah dengan pembangunan prasarana dan sarana transportasi jalan rel. Mengingat jalan rel memiliki keandalan dibanding dengan prasarana dan sarana transportasi lainya, yakni ditinjau dari segi kemampuan jarak tempuh yang jauh (long-distance transportation mode), kapasitas pengangkutan yang besar, keramahan pada lingkungan, tingkat keamanan dan keselamatan yang relatif tinggi, serta dari segi ekonomisnya untuk pengangkutan besar. Dengan karakteristik produk-produk unggulan wilayah yang umumnya besar dari segi volume serta dukungan prasarana jalan yang belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pergerakan orang dan barang di Sulawesi (baik secara kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas), maka keberadaan jaringan jalan rel menjadi sangat relevan. <br />Oleh karenanya, untuk mewujudkan jaringan jalan rel di Sulawesi, maka pada tanggal 26 Mei 2002 yang baru lalu di Kota Gorontalo telah disepakati Rencana Aksi Program Pengembangan Ekonomi se-Sulawesi yang salah satu butirnya menegaskan urgensi pembangunan prasarana dan sarana transportasi jalan rel. Rencana Aksi tersebut dituangkan dalam Kesepakatan Pemerintah Propinsi se-Sulawesi yang pada dasarnya merupakan bentuk kerjasama pembangunan lintas-propinsi se-Sulawesi dalam rangka mewujudkan visi masyarakat Sulawesi 2020 yang sejahtera dan beradab, bertumpu pada kemandirian lokal dan semangat solidaritas kawasan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara khusus rencana pembangunan TSRN ditujukan untuk meningkatkan volume perdagangan dan arus investasi melalui peningkatan mobilitas orang dan barang dalam wilayah Pulau Sulawesi, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat.<br /><br />Berdasarkan Master Plan Pembangunan Jalan Kereta Api di Sulawesi (Ditjen Hubdar, 2001) maka jaringan jalan kereta api direncanakan memiliki panjang rel 1275 km, yang akan dibangun secara bertahap menurut skala prioritasnya. (Mohon periksa Tabel 1). Adapun total biaya investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan prasarana dan sarana jalan rel mencapai USD 2684 juta atau setara dengan 26 Triliun Rupiah. <br /><br /><br />II. RTRW Pulau Sulawesi sebagai Acuan Pelaksanaan Pembangunan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN)<br />Pembangunan prasarana dan sarana pada dasarnya dilakukan untuk mendorong pengembangan wilayah, yang ditempuh melalui pendekatan penataan ruang. Penataan ruang nasional sebagai landasan keterpaduan program pembangunan prasarana dan sarana, serta pengembangan sektor-sektor lainnya diwujudkan dalam Sistem Nasional. Sistem Nasional merupakan ‘kerangka’ pembangunan nasional yang mencakup 4 (empat) komponen, yaitu : (a) sistem prasarana antar kawasan dan antar pusat permukiman (kota), (b) sistem pusat-pusat permukiman (kota), (c) pengembangan kawasan andalan, tertentu, tertinggal prioritas (termasuk kawasan perbatasan) dan (d) pengelolaan sumber daya air dan satuan wilayah sungai prioritas. <br /><br />Sebagai bagian integral untuk mewujudkan sistem nasional diatas, di dalam SISTRANAS telah disebutkan adanya rencana pengembangan jalur kereta api untuk melayani angkutan barang khusus di Pulau Sulawesi dan Kalimantan, yang didalam proses pengembangannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), baik RTRW Nasional, Pulau, Propinsi, dan Kabupaten/Kota.<br /><br />Dalam konteks ini RTRW Pulau – sebagai alat operasionalisasi RTRW Nasional – pada dasarnya memuat strategi pengelolaan dan pengembangan wilayah Pulau, untuk : (a) kawasan lindung dan budidaya (termasuk kawasan-kawasan strategis seperti Kawasan Andalan dan KAPET, (b) sistem pusat-pusat pelayanan (permukiman perkotaan dan perdesaan), serta (c) sistem prasarana wilayah (jalan, jalan rel, pelabuhan laut dan udara). Dengan kata lain, RTRW Pulau merupakan strategi pengembangan dan pengelolaan sumber daya secara terpadu pada wilayah Pulau dalam rangka menciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional antara sentra-sentra produksi pada kawasan-kawasan strategis, simpul-simpul pelayanan (permukiman perkotaan dan perdesaan) dengan outlet-outlet pemasaran (pelabuhan laut dan udara) yang dihubungkan satu sama lain dengan sistem jaringan transportasi (darat, laut dan udara).<br /><br />Apabila dikaitkan dengan rencana pembangunan transportasi jalan rel, maka RTRW Pulau diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alat koordinasi dan landasan perumusan program-program pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah. Selain itu RTRW Pulau diharapkan dapat dimanfaatkan pula sebagai landasan pelaksanaan prinsip sinergitas pembangunan dan pengelolaan kompetisi (managed competition) untuk mencapai kesepakatan atas pengelolaan dan pengembangan prasarana dan sarana wilayah (termasuk jalan rel), sekaligus meminimalkan terjadinya potensi konflik lintas wilayah dan sektor. <br /><br />Terkait dengan hal diatas, maka atas inisiatif Pemerintah Propinsi se-Sulawesi, pada tanggal 22 Pebruari 2001 yang lalu di Manado telah dilakukan penandatanganan Naskah Kesepakatan antara Depkimpraswil c.q Ditjen Penataan Ruang dengan Pemerintah Propinsi se-Sulawesi c.q Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS), tentang Penataan Ruang Pulau Sulawesi. Peran Depkimpraswil adalah memberikan fasilitasi penataan ruang lintas propinsi pada lingkup pulau agar percepatan pembangunan Pulau Sulawesi sebagai bagian dari agenda nasional untuk percepatan pembangunan KTI dan pemantapan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicapai. <br />III. Issues dan Permasalahan Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi<br />Pengembangan Trans Sulawesi Railways Network (TSRN) diharapkan bukan hanya mengacu pada RTRW Pulau Sulawesi, namun lebih dari itu, menjadi bagian yang penting atau memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan berbagai issues dan permasalahan pengembangan wilayah. Adapun issues dan permasalahan pengembangan wilayah Pulau Sulawesi yang sifatnya strategis dapat diidentifikasikan sebagai berikut : <br />a. Ketimpangan pengembangan wilayah yang terjadi antara bagian Tengah-Tenggara yang relatif tertinggal terhadap bagian Selatan-Utara pada Pulau Sulawesi, diantaranya disebabkan oleh keterkaitan yang rendah antara satu kawasan dengan kawasan lainnya serta keterisolasian wilayah akibat minimnya dukungan transportasi (darat dan laut). Hal ini tercermin dari angka PDRB antar wilayah propinsi di Pulau Sulawesi, dimana propinsi Sulsel dan Sulut memberikan share yang mencapai 83% dari total share PDRB Pulau Sulawesi.<br />b. Masih terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di Pulau Sulawesi terbatas pada Ibukota Propinsi, yang kurang memberikan dampak pemerataan pada wilayah lainnya. Aglomerasi kegiatan perekonomian saat ini terbatas pada simpul-simpul utama (kota-kota nasional), seperti Makassar, Manado, Palu, Kendari, Pare-Pare dan Gorontalo.<br />c. Distribusi penduduk yang tersebar merata pada seluruh wilayah pulau mengakibatkan biaya investasi yang tinggi untuk pengembangan prasarana wilayah. Hal ini diindikasikan dengan jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah propinsi Sulsel (103,9 jiwa/km2) dan Sulut (139,3 jiwa/km2) yang jauh lebih besar dari jumlah dan kepadatan penduduk pada wilayah propinsi Sulteng (27,3 jiwa/km2) serta Sultra (57,3 jiwa/km2)<br />d. Terganggunya jalur transportasi (khususnya jalan lintas), yang menghubungkan pusat produksi ke outlet (pemasaran), seperti misalnya jalan dengan kondisi kritis pada ruas Porehu (Sultra)- Batas Sulsel; ruas jalan Bulantio-Tolinggula di Sulawesi Utara; dan ruas Kendari-Rate-rate-Kolaka di Sulawesi Tenggara. Selain itu masih terdapat jalan yang ‘belum tembus’ (sekitar 157 km), yang terdapat pada ruas-ruas : ruas Baturebe – Tondoyono – Kolonedale dan ruas Bungku – Marole (di batas Sulteng-Sultra) serta ruas Laleko – Tolala (Sultra).<br />e. Masih kurangnya perhatian terhadap sektor distribusi akibat pelayanan dan kapasitas prasarana dan sarana outlet (terutama pelabuhan laut) yang kurang memadai, sehingga mengakibatkan ketergantungan pengangkutan produk-produk ekspor pada kapal asing serta orientasi pemasaran melalui Jakarta ataupun Surabaya.<br />f. Pengelolaan Taman-taman Nasional (baik darat maupun laut) yang belum memperhatikan dimensi keberlanjutannya. Contohnya adalah terjadinya perambahan hutan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (Sultra) dan Lore Lindu (Sulteng); Kurang terpeliharanya kelestarian Taman Laut Bunaken akibat pendangkalan Teluk Menado; dan terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom di Taman Laut Nasional Wakatobi (Sultra).<br />g. Potensi sumber daya kelautan yang sangat besar hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal di Sulawesi karena masih terbatas pada pemanfaatan potensi perikanan tangkap untuk keperluan internal. Pada tiga kawasan laut di Sulawesi - Teluk Tomini, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi – yang memiliki potensi hayati berkisar 976,9 ribu ton/tahun, maka 57% diantaranya telah dimanfaatkan, sementara 33% dari maximum sustainable yield masih idle. Potensi sumber daya laut (marine resources) yang besar tersebut diharapkan akan menjadi basis bagi pengembangan wilayah Sulawesi pada masa datang. <br />h. Besarnya potensi konflik lintas wilayah jurisdiksi di beberapa wilayah perairan, terutama Teluk Tomini, Teluk Bone, dan Selat Makassar untuk penangkapan dan budidaya ikan/hasil-hasil laut lainnya. <br />i. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup akibat pengelolaan sumber daya alam yang kurang optimal, seperti diindikasikan dari keberadaan Satuan Wilayah Sungai (SWS) kritis seperti SWS Walanae-Cenranae, Jeneberang, Bolango-Bone, Palu-Lariang, Sadang dan Ranowangko-Tondano. Selain itu juga terjadi pendangkalan pada danau-danau besar, seperti Limboto (Gorontalo), Tempe dan Poso (Sulteng) dan Tondano (Sulut) atau pendangkalan Teluk Kendari dan Teluk Manado.<br /><br /><br /><br />IV. Arahan Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi sebagai Prime Mover Pengembangan Kawasan Timur Indonesia<br />Pengembangan wilayah Pulau Sulawesi tidak dapat dilepaskan dari upaya percepatan pembangunan pada wilayah KTI, melainkan harus merupakan satu kesatuan konsepsi strategi pengembangan KTI yang utuh, mengingat peran Pulau Sulawesi sebagai salah satu prime-mover pengembangan wilayah KTI disamping Pulau Kalimantan. Untuk itu, RTRW Pulau Sulawesi harus mengakomodasikan kebijakan-kebijakan pengembangan KTI agar berbagai upaya pembangunan lintas wilayah dan lintas sektor dapat berjalan secara serasi, selaras, saling menguatkan (sinergis), dan dapat memberikan multiplier effect yang besar bagi kawasan-kawasan di sekitarnya. <br /><br />Maka, berdasarkan arah pengembangan RTRW Nasional telah disusun 7 (tujuh) kebijakan pokok pengembangan KTI, yang juga berlaku untuk pengembangan wilayah Pulau Sulawesi. Adapun 7 (tujuh) kebijakan pokok tersebut yang berlaku untuk wilayah Pulau Sulawesi meliputi : <br />a. Pembangunan KTI dikembangkan secara terpadu lintas wilayah administrasi dan lintas sektor dengan memanfaatkan RTRWN, RTRW Pulau dan RTRW Propinsi. <br />b. Pengembangan kawasan-kawasan prioritas dalam rangka percepatan pertumbuhan wilayah KTI (KAPET sebagai unit corporate mandiri ; kawasan cepat tumbuh dan potensial tumbuh ; kawasan KESR BIMP-EAGA melalui peningkatan kerjasama lintas negara) ; dan tanpa melupakan kawasan tertinggal. <br />Kawasan-kawasan tertinggal di P. Sulawesi diantaranya adalah : kawasan pesisir di Sulut (Kep. Sangihe-Talaud dan Pantai Selatan), di Gorontalo (Batudara, Popayato), di Sulteng (Poso, Teluk Matarape, Pulau Samit), di Sultra (Muna Barat, Kabaena, Poasia-Moramo-Wawonii) dan di Sulsel (Latimojong, Kep. Pangkajene, Selayar); kawasan terisolasi di Gorontalo (Suwawa), di Sultra (Mowewe Utara), dan di Sulteng (Umu, Tidantana).<br />c. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai kawasan depan yang dilakukan dengan memadukan pendekatan prosperity dan security, seperti pada kawasan perbatasan Sangihe-Talaud (Sulut) dengan perairan Philipina. <br />d. Simpul-simpul utama KTI didorong sebagai pusat/hub ekonomi wilayah Timur Indonesia ke pasar internasional yang didukung oleh pengembangan industri pengolahan. Simpul-simpul utama di Sulawesi yang juga merupakan kota-kota nasional, meliputi : Gorontalo, Manado, Bitung, Tahuna, Palu, Kendari, Makassar, Pare-Pare, Maros, Takalar, Palopo dan Sungguminasa. <br />e. KTI merupakan sentra pendukung ketahanan pangan nasional yang diarahkan untuk mendukung kebijakan substitusi import. Hal ini dicapai melalui pengembangan pola agroindustri terpadu dengan mengembangkan potensi pertanian skala besar (agriculture estate) yang dilengkapi dengan sistem manajemen modern berbasis teknologi (technology-based farming system), serta memiliki akses ke sentra produksi dan pasar regional/internasional dengan memanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana yang tersedia. <br />Kawasan-kawasan strategis yang merupakan sentra produksi tanaman pangan di Pulau Sulawesi, meliputi : di Sulut (Kotamobagu dsk) ; di Gorontalo (Gorontalo dsk) ; di Sulteng (Palu dsk, Poso dsk, Kolonedale dsk), di Sultra (KAPET Buton-Kolaka-Kendari) dan di Sulsel (Makassar dsk, Palopo dsk, Bulukumba dsk, Mamuju dsk, KAPET Pare-Pare). <br />f. KTI merupakan sentra pengembangan kelautan terpadu dengan memperhatikan peningkatan kemampuan teknologi kelautan dan perikanan secara bertahap ; pemanfaatan sumber daya alam yang belum tergali secara berkelanjutan ; pengembangan tidak terfokus pada kawasan pesisir saja (namun termasuk pula kawasan yang lebih luas menuju pasar dunia). Dalam hal ini, laut merupakan alat pengawal dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan NKRI. <br />Sentra-sentra pengembangan kelautan di Pulau Sulawesi meliputi : di Sulut (KL Bunaken dsk dan KL Batutoli dsk) ; di Gorontalo (KL Tomini dsk) ; di Sultra (KL Tolo dsk, KL Bone dsk, dan KL Tukangbesi) ; di Sulteng (KL Tolo dsk, KL Tomini), dan di Sulsel (KL Bone dsk, KL Selat Makassar dsk, KL Singkarang dsk). <br />g. Wilayah KTI merupakan sentra pengembangan potensi sumber daya alam yang berorientasi ekspor (seperti misalnya nikel, aspal, kakao, kopi, cengkeh, dsb) , yang diarahkan untuk tetap mendorong peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. <br /><br /><br />V. Skenario dan Strategi Pengembangan Tata Ruang Pulau Sulawesi <br />Skenario pengembangan untuk mewadahi atau memberi bingkai bagi strategi pengembangan tata ruang wilayah Pulau Sulawesi adalah skenario pengembangan yang berorientasi ke luar dengan sistem outlet hirarkis fungsional dan dengan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan.<br />Pengembangan tata ruang yang beorientasi keluar berarti melihat Pulau Sulawesi sebagai wilayah terbuka yang berinteraksi dengan wilayah lain di luar Pulau, baik nasional maupun internasional. Perekonomian Pulau Sulawesi akan didorong untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal dan mengoptimalkan potensi-potensi internal yang dimiliki, sehingga ekspor Pulau Sulawesi semakin besar dan semakin berperan dalam pasar global. Dengan skenario ini, diharapkan pembangunan Pulau Sulawesi dapat menjawab tantangan global sekaligus konsolidasi wilayah<br />Dalam berhubungan dengan dunia luar, Pulau Sulawesi akan memiliki pintu-pintu yang secara fungsional berhirarki, artinya akan ada beberapa pelabuhan/bandara primer, beberapa pelabuhan/bandara sekunder dan tersier. Hirarki ini dimaksudkan untuk efisiensi pergerakan barang dan orang, serta menghemat pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur.<br />Untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan pemerataan, maka di dalam Pulau akan diupayakan terjadi interaksi antara pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah belakangnya. Secara konseptual, hubungan ini merupakan jabaran dari konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan (growth poles). Prasarana transportasi selain akan berfungsi sebagai media berlangsungnya spread effect, juga berperan untuk melayani (peran pasif) sekaligus membangkitkan (peran aktif) kegiatan sosial ekonomi pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah. <br />Penjabaran dari skenario ini adalah sebagai berikut (lihat Diagram 1 berikut) :<br />Diagram 1<br />Konsep & Skenario Pengembangan Pulau Sulawesi<br /><br /> <br /><br /><br />• Pulau Sulawesi akan memiliki 2 (dua) outlet utama yaitu Makassar dan Bitung, serta beberapa outlet sekunder yaitu Kendari, Palu dan Luwuk. Pelabuhan Makassar melayani wilayah Sulsel dan Sultra, Kalteng, Kaltim, Kalsel, dan NTT untuk pasar ekspor. Pelabuhan Bitung melayani Sulut, Gorontalo, Sulteng, Maluku, dan Papua, untuk pasar ekspor.<br /><br />• Untuk arus barang dan penumpang antar propinsi dan antar kabupaten, antar kawasan, dan lingkup nasional maka:<br /> Pelabuhan Kendari dapat melayani Sultra, khususnya untuk KAPET Bukari. <br /> Pelabuhan Luwuk dapat melayani kawasan andalan Luwuk, Kolonedale dan sekitarnya.<br /> Pelabuhan Palu dapat melayani Sulteng bagian Barat seperti Kawasan Poso, Mamuju, Toli-toli, dsk. <br />• Masing-masing kawasan andalan perlu dipacu perkembangannya sebagai pusat pertumbuhan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, serta memperhatikan kemungkinan menciptakan sinergi dan multiplier effect terhadap wilayah-wilayah tertinggal. Akses antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya harus diperbaiki sehingga spread effect dapat benar-benar terjadi dan daerah belakang terangkat dari keterbelakangan. <br />• Produksi kawasan andalan akan dikumpulkan pada simpul terdekat untuk dibawa ke simpul hirarki yang lebih tinggi. Akses antar simpul harus diupayakan lebih baik. Pengembangan jaringan transportasi yang menghubungkan antar propinsi/antarkabupaten/kota atau antar kawasan andalan didasarkan pada konsep keterkaitan antar kawasan.<br />• Keberadaan kawasan lindung harus tetap dijaga kelestariannya agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga kesinambungannya.<br /><br />Skenario diatas kemudian dijabarkan kedalam bentuk strategi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi untuk mewujudkan pola dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Pulau yang diharapkan. Adapun strategi pengembangan dimaksud diuraikan sebagai berikut : <br />• Percepatan pembangunan wilayah Tengah-Tenggara P. Sulawesi yang relatif tertinggal agar terjadi keseimbangan perkembangan antar kawasan<br />• Mengembangkan pengelolaan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan wilayah pesisir secara lebih optimal, <br />• Mendorong pengembangan sistem kota yang lebih efisien untuk menyebarkan dan menyeimbangkan pusat-pusat pertumbuhan<br />• Meningkatkan aksesibilitas antar kawasan yang menghubungkan potensi daratan dan kelautan dengan pasar lokal (Sulawesi), regional (antar Pulau dalam wilayah Indonesia), dan global (Asia Pasifik)<br />• Mendorong terciptanya pengelolaan kompetisi antar-sektor dan antar-kawasan unggulan (managed competition) <br />• Mengembangkan sistem permukiman pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terutama di P. Kabaena dan P. Buton (Sultra), Kep. Banggai (Sulteng) dan Kep. Sangir-Talaud (Sulut).<br />• Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional dalam frame BIMP-EAGA dan AIDA, untuk mewujudkan Sulawesi sebagai salah satu “prime mover” pengembangan KTI.<br /><br /><br />VI. Interkoneksi Jaringan Transportasi Pulau Sulawesi<br />6.1 Interkoneksi Jaringan Jalan dengan Jaringan Jalan Rel<br />Sesuai dengan arahan SISTRANAS, maka pada masa yang akan datang Pulau Sulawesi akan memiliki struktur jaringan jalan Gelang dan Sirip Sulawesi yang seluruhnya berfungsi arteri primer. Gelang Sulawesi terdiri atas Lintas Barat yang menghubungkan Kota Bulukumba—Bantaeng—Jeneponto – Takalar Makassar—Pangkajene – Barru – Pare-Pare – Majene – Mamuju – Baros (Sulsel) hingga ke Palu di Sulteng. Jalan Lintas Barat kemudian terhubung dengan Lintas Timur yang menghubungkan kota-kota Palu – Poso – Pepe – Wotu (Sulteng) – Palopo – Tarumpake – Sengkang – Watampone – Sinjai dan Bulukumba (Sulsel). Disamping itu, terdapat pula Sirip Sulawesi yang menghubungkan kota-kota Wotu (Sulteng) – Malili (Sulsel) – Kolaka – Unaaha – Kendari (Sultra), kemudian sirip Poso – Ampana – Pagimana – Luwuk (Sulteng) dan sirip Palu – Tobali – Kasimbar – Mepanga (Sulteng) – Gorontalo – Kwandang (Gorontalo) – Maelang – Manado hingga Bitung (Sulut). (Selengkapnya mohon periksa Tabel 2). <br />Pada saat ini, jaringan jalan lintas di Sulawesi telah membentuk struktur jaringan seperti yang diarahkan oleh SISTRANAS, walaupun pada sebagian ruas masih berfungsi sebagai jalan kolektor primer. Jalur-jalur jalan tersebut melayani angkutan utama dan menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama termasuk outlet (pelabuhan laut dan pelabuhan udara) dan merupakan jaringan utama transportasi nasional. Pada tahun 2020 keseluruhan jaringan jalan diatas diharapkan dapat ditingkatkan statusnya secara bertahap menjadi jaringan jalan arteri. Total panjang seluruh jaringan jalan lintas di Pulau Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan jaringan jalan lintas eksisting di Sulawesi meliputi : <br />• Jalur Barat : sepanjang pantai Barat P. Sulawesi, mulai dari kota Jeneponto – Makassar – Pare-Pare – Pinrang – Polewali – Mamuju – Donggala – Palu – Toli-Toli – Bual – Umu - Molingkaputo di Propinsi Sulawesi Utara, sepanjang 1848 km.<br />• Jalur Tengah : sepanjang pantai Timur Propinsi Sulawesi Selatan, mulai dari Jeneponto, Bantaeng – Bulukumba – Watampone – Sengkang – Palopo – Tarengge – Poso – Molosipat – Marisa – Isimu - Kwandang sampai dengan Kota Manado dan Bitung di Propinsi Sulawesi Utara, dengan total panjang 1925 km. <br />• Jalur Timur : sepanjang pantai Timur P. Sulawesi mulai dari Kota Poso di wilayah Propinsi Sulteng ke Ampana – Pagimana – Luwuk – Batui – Kolonedale – Bungku – Lasolo – Kendari – Tinanggea – Kolaka sampai dengan Tarengge di Propinsi Sulsel sepanjang 2200 km. Pada jalur Timur ini, tidak kurang dari 157 km masih belum tembus, seperti pada ruas-ruas Baturube – Tondoyono (Sulteng), Tondoyono – Kolonedale (Sulteng), Bungku – Marole (Batas Sultra), Laleko – Tolala (Sultra)<br />Meskipun terjadi peningkatan pelayanan prasarana transportasi darat (khususnya jalan), namun aksesibilitas internal Pulau Sulawesi masih relatif kurang memadai. Untuk itu, keberadaan jaringan jalan rel kereta api diharapkan tidak saja menjadi alternatif moda transportasi, namun dapat komplementer dengan jaringan jalan eksisting di Sulawesi. Jalur-jalur krusial yang perlu diprioritaskan peningkatan aksesibilitasnya berturut-turut adalah : (1) Gorontalo – Bitung – Manado, (2) Makassar – Pare-Pare – Mamuju, (3) Palu – Poso, dan (5) Kolaka – Kendari. Namun demikian, jalur-jalur lain yang perlu pula dikembangkan pada rentang waktu berikutnya agar seluruh simpul-simpul utama di Pulau Sulawesi dapat saling terhubungkan satu sama lain, antara lain : jalur Gorontalo – Marissa – Palu, jalur Makassar – Bulukumba – Watampone, jalur Poso – Wotu – Palopo, dan jalur Wotu – Malili – Kolaka.<br />Hal yang perlu dipertimbangkan secara matang adalah kondisi fisik-morfologi wilayah yang cenderung berbukit dan bergunung pada bagian tengah Pulau Sulawesi. Kondisi ini pada kenyataannya cukup menyulitkan aksesibilitas internal pulau. Hampir 52% dari wilayah Sulawesi bagian Tengah berada pada kemiringan lereng diatas 40%, sementara 26% lainnya berada pada kemiringan antara 15 - 40%. Luasan lahan yang relatif datar di Sulawesi sangat terbatas (22%), umumnya berada di kawasan pesisir pantai dan banyak dilintasi oleh sungai-sungai. Kondisi ini mengakibatkan besarnya investasi yang dibutuhkan baik untuk menghubungkan jalur-jalur jalan lintas maupun untuk pembangunan jalan rel kereta api. <br /><br />6.2 Interkoneksi Jaringan Jalan Rel dengan Outlet-Outlet <br />Pengembangan jaringan jalan rel kereta api pun harus terpadu dengan pengembangan outlet-outlet, khususnya dengan pelabuhan laut, yang dimaksudkan agar aliran hasil-hasil produksi dari sentra-sentra produksi (kawasan-kawasan andalan dan KAPET) ke lokasi-lokasi pasar dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien. Adapun pelabuhan laut (outlet-outlet) utama yang sekaligus merupakan simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi adalah Makassar, Bitung, Kendari, Palu, Gorontalo, Pare-Pare, Luwuk, Baubau, Toli-Toli, Poso dan Raha. (Selengkapnya mohon periksa Tabel 4). <br />Selanjutnya, perhatian khusus perlu diberikan untuk keterpaduan pengembangan jaringan jalan rel kereta api dengan kawasan-kawasan strategis, simpul-simpul pertumbuhan, dan outlet-outlet utama pada bagian Timur perairan Pulau Sulawesi - yakni Selat Makassar yang memisahkan Pulau Sulawesi dengan Kalimantan - dimana terdapat salah satu Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) . ALKI merupakan jalur laut pelayaran internasional untuk menjamin keamanan jalur perhubungan laut internasional yang melewati Indonesia, dan merupakan salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam mengembangkan sistem transportasi laut nasional. Dalam kaitan ini selain untuk kepentingan pertahanan, keberadaan ALKI merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk percepatan pengembangan wilayah Sulawesi bagian Barat, mengingat aksesibilitas dari dan menuju pasar potensial (ASEAN dan Asia Pasifik) diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. <br />Beberapa kota nasional pada wilayah Pulau Sulawesi bagian Timur yang memiliki peluang memanfaatkan jalur ALKI tersebut memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda, meliputi sebagai kota pusat pemerintahan (ibukota propinsi), kota perbatasan negara, kota sebagai pintu gerbang nasional/internasional ditandai dengan keberadaan pelabuhan utama primer/sekunder, kota pusat kegiatan ekonomi nasional, atau kota pusat pelayanan dari kawasan tertentu (misal kawasan perbatasan). Kota-kota tersebut merupakan pusat pertumbuhan dari kawasan-kawasan strategis yang dilayaninya, seperti diperlihatkan pada Tabel 5 pada Lampiran. <br /><br /><br />VII. Dampak Pembangunan Jaringan Jalan Rel terhadap Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi<br />Selanjutnya, dengan mempertimbangkan fungsi dan peran strategis jalan rel di Pulau Sulawesi sebagai satu kesatuan sistem dengan prasarana dan sarana transportasi lain (darat, laut dan udara), maka pembangunan TSRN diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan wilayah Pulau Sulawesi secara keseluruhan. Adapun dampak positif dimaksud meliputi : <br />1. Meningkatnya aksesibilitas dari pusat-pusat produksi (khususnya KAPET dan kawasan andalan) ke outlet-outlet pemasaran, seperti Makassar dan Bitung. <br />2. Meningkatnya keterkaitan fungsional antar kawasan, antar kota, antar desa-kota, antar produksi-distribusi, kawasan berkembang-tertinggal sehingga mendorong tercapainya keseimbangan antar wilayah yang lebih baik. <br />3. Meningkatnya cakupan pasar sebagai produk-produk unggulan di Sulawesi (captive global market place), diantaranya dengan memanfaatkan jalur ALKI II yang melintasi Selat Makassar.<br />4. Meningkatnya pemanfaatan potensi unggulan wilayah secara optimal, yang diikuti dengan meningkatnya daya saing produk-produk unggulan di Sulawesi, akibat penurunan biaya transportasi dan peningkatan efisiensi.<br />5. Mendukung misi pengembangan Pulau Sulawesi untuk:<br />a. Pengembangan sistem kota di Sulawesi yang terpadu.<br />b. Pembentukan sistem transportasi inter dan intra propinsi se-Sulawesi.<br />c. Pengintegrasian pusat-pusat kota pertanian (agropolitan), pertambangan, dan pesisir (kelautan) dengan sistem kota di Sulawesi.<br /><br />Namun demikian, untuk merealisasikan keberadaan jaringan jalan rel kereta api ini dibutuhkan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan yang sangat besar. Untuk itu, pengembangan jaringan rel kereta api perlu dilakukan secara bertahap mengikuti skala prioritas yang harus disepakati bersama. Selain itu, komitmen dan kemitraan antara Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha (Swasta), baik yang bersifat Penanaman Modal Asing maupun Modal Dala m Negeri perlu terus didorong untuk membiayai investasi awal yang dibutuhkan secara kolektif. <br /><br /> <br />VIII. Penutup<br />Rencana pengembangan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN) merupakan upaya strategis untuk percepatan pembangunan wilayah Pulau Sulawesi, sebagai salah satu prime mvoer pengembangan KTI. Pengembangan jaringan jalan rel kereta api di Sulawesi sangat penting untuk mendukung pemanfaatan kekayaan sumber daya alam, pemasaran dan perluasan skala ekonomi hasil-hasil produksi. Rencana pengembangan Trans Sulawesi Railway Network (TSRN) seyogyanya berada dalam bingkai pengembangan wilayah, sebagai bagian integral untuk mewujudkan sistem nasional yang ditempuh melalui pendekatan penataan ruang. <br />Agar upaya ini benar-benar dapat mendukung pengembangan sektor-sektor lainnya serta memberikan multiplier effect yang besar bagi pengembangan kawasan-kawasan di Pulau Sulawesi, maka rencana pengembangan TSRN harus selaras dengan RTRW Pulau Sulawesi dan SISTRANAS. Pada dasarnya, rencana pembangunan TSRN merupakan bagian dari upaya pembangunan jangka panjang yang dicapai secara bertahap untuk menangani berbagai issues dan permasalahan pengembangan wilayah yang bersifat strategis, serta sekaligus untuk mewujudkan visi masyarakat Sulawesi 2020 yang dicita-citakan. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran<br /><br />Tabel 1<br />Rencana Segmen dan Urutan Prioritas<br />No. Segmen Panjang (km) Prioritas<br />1 Menado-Bitung 48 Tinggi<br />2 Gorontalo-Bitung 300 Tinggi<br />3 Makassar-Pare-pare 128 Tinggi<br />4 Palu-Poso 133 Sedang<br />5 Kendari-Kolaka 115 Sedang<br />6 Makassar-Takalar-Bulukumba 128 Sedang<br />7 Bulukumba-Bajoe 110 Rendah<br />8 Pare-pare-Bajoe 100 Rendah<br />9 Pare-pare-Mamuju 213 Rendah<br />Sumber : Master Plan Pembangunan Jalan KA di Sulawesi, Ditjen Hubdar, 2001 <br /><br />Tabel 2<br />Pengembangan Jaringan Jalan Menurut Perannya di P. Sulawesi ( 2000-2020 )<br />No. NAMA RUAS PERAN<br /> TAHUN 2000 TAHUN 2010 TAHUN 2020<br />A. GELANG SULAWESI <br /> 1. LINTAS BARAT <br /> a. Bulu Kumba – Bantaeng – Jeneponto – Takalar – Makasar Kolektor Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> b. Makasar – Pangkajene – Barru – Pare-pare – Majene – Mamuju Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> c. Mamuju – Baros – Palu Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> 2. LINTAS TIMUR <br /> a. Palu – Poso – Pepe Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> b. Pepe – Wotu – Palopo – Tarumpakea Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> c. Torumpakea – Sengkang – Watampone Arteri Primer Arteri Primer<br /> d. Watampone – Sinjai – Bulukumba Arteri Primer Arteri Primer<br />B. SIRIP SULAWESI <br /> 1. Wotu – Malili – Kolaka – Una Ama – Kendari Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> 2. Poso – Ampana – Pagimana – Luwuk Kolektor Primer Arteri Primer Arteri Primer<br /> 3. Palu- Tobali – Kasimbar – Mapanga – Gorontalo – Kwandang – Maelang – Manado – Bitung Arteri Primer Arteri Primer Arteri Primer<br />Sumber : Kaji Ulang Sistranas, 2001<br /><br />Tabel 3<br />Data Panjang Jalan Lintas di Sulawesi <br />Propinsi Panjang Jalan (km)<br /> Lintas Barat Lintas Tengah Lintas Timur Total<br />Sulawesi Utara 128,55 669,94 - 798,49<br />Sulawesi Tengah 816,86 610,50 1.223,33 2.650,69<br />Sulawesi Selatan 922,13 644,12 68,63 1.634,88<br />Sulawesi Tenggara - - 908,42 908,42<br />Total 1.867,54 1.924,56 2.200,38 5.992,48<br />Sumber : Ditjen Prasarana Wilayah - Depkimpraswil, 2001 <br /><br />Tabel 4<br />Keterkaitan Antara Pengembangan Kawasan Fungsional Dengan Rencana Segmen Jalan Rel Kereta Api di Sulawesi<br /><br />No Segmen Jalan Rel KA Kawasan Fungsional Kota-Kota dalam Kawasan<br />1. Menado-Bitung Kawan Menado- Bitung Kota Bitung; Kota Manado; Kabupaten Minahasa: Tondano, Tomohon, Likupang, Amurang<br /> Kater Bitung dsk Bitung; Kemas<br /> Kater Pesisir Pantai Sulut Tanah Wangko; Tumpaan; Amurang; Inobontu; Tahuna<br />2. Gorontalo-Bitung KAPET Manado-Bitung Kota Bitung; Kota Manado; Kabupaten Minahasa: Tondano, Tomohon, Likupang, Amurang<br /> Kawan Kota Gorontalo Kota Gorontalo<br /> Kawan Dumoga- Kotamobagu dsk Kab. Bolaang Mongondow: Dumoga; Kotamobagu; Molibagu; Kotabunan<br /> Kater Konservasi & Wisata DAS Tondano Tondano; Kakas; Remboken<br /> Kater Bitung dsk Bitung; Kemas<br /> Kater Konservasi & Wisata DAS MOAD Guan; Purworwjo; Mondayag; Kotamubagu<br /> Kating Pantai Selatan Sulut Kema; Belang; Kotabunan; Molobag; Taludaa; Molibagu<br />3. Palu-Poso Kawan Palu dsk Kota Palu; Kab. Donggala<br /> Kawan Poso dsk Kab. Poso<br /> Kating Poso dsk Kab. Poso<br />4. Makassar-Pare-pare Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang<br /> Kawan Makasar dsk Kota Makasar; Gowa; Takalar; Maros; Pangkep<br /> Kater Manasa Mamata Gowa (sebagian); Makasar; Maros (sebagian); Takalar (sebagian)<br /> Kater Danau Tempe Wajo; Bone; Sidrap; Soppeng; Barru <br /> Kater Pantai Barat Selatan Janeponto; Takalar; Gowa; Makasar; Maros; Pangkep; Barru; Pare-pare; Pinrang; Polmas; Majene; Mamuju<br />5. Pare-pare-Mamuju Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang<br /> Kawan Mamuju dsk Polewali; Majene; Mamuju<br /> Kater Pantai Barat Selatan Janeponto; Takalar; Gowa; Makasar; Maros; Pangkep; Barru; Pare-pare; Pinrang; Polmas; Majene; Mamuju<br /> Kater Perbatasan Luwu Utara; Mamuju<br /> Kating Latimojong Polewali Memasa; Mamuju; Tator; Luwo Utara; Luwo<br />6. Makassar-Takalar-Bulukumba Kawan Makasar dsk Kota Makasar; Gowa; Takalar; Maros; Pangkep<br /> Kawan Bulukumba dsk. Janeponto; Bantaeng; Bulukumba; Sinjai; Selayar<br /> Kater Manasa Matata Gowa (sebagian); Makasar; Maros (sebagian); Takalar (sebagian)<br />7. Bulukumba-Bajoe (Watampone) Kawan Watampone dsk Bone; Soppeng; Wajo; Sinjai<br /> Kawan Bulukumba dsk. Janeponto; Bantaeng; Bulukumba; Sinjai; Selayar<br />8. Pare-pare-Bajoe (Watampone) Kawan Pare-Pare dsk Pare-pare; Barru; Pinrang; Sidrap; Enrekang<br /> Kawan Watampone dsk Bone; Soppeng; Wajo; Sinjai<br /> Kater Danau Tempe Wajo; Bone; Sidrap; Soppeng; Barru<br />9. Kendari-Kolaka Kawan Asesolo Kota Unaaha; Kota Kendari<br /> Kawan Mowedongi Kota Unaaha; Kolaka<br />Sumber : Hasil Analisis<br /><br />Keterangan : Kawan = Kawasan Andalan<br /> Kater = Kawasan Tertentu<br /> Kating = Kawasan Tertinggal<br /> KAPET = Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu<br /><br /><br /><br />Tabel 5<br />Arahan Tipologi (Besaran & Fungsi Utama) Kota Di Pulau Sulawesi<br /><br />No Ibukota Kabupaten/Kota Besaran<br />Kota<br />Th. 2015 Fungsi Utama Dominasi Kegiatan Wilayah<br />di Sekitarnya di Masa Mendatang<br /> Outlet Fungsi Kota <br /> Pelabuhan Bandara <br />1 Makasar 1) 3) 4) 5) Metro Utama Sekunder. Primer Kota Nasional (PKN) Industri, Permukiman, Perdagangan, Jasa<br />2 Manado 1) 3) 4) Besar - Primer Kota Nasional (PKN) Perdagangan, Jasa<br />3 Palu 1) Sedang Pengumpan Reg. Sekunder Kota Nasional (PKW) Industri, Perdagangan, Jasa<br />4 Kendari 1) 3) 4) Sedang Pengumpan Reg. Tersier Kota Nasional (PKW) Industri, Perdagangan, Jasa<br />5 Gorontalo 1) Sedang Pengumpan lokal Sekunder Kota Nasional (PKL) Perdagangan, Jasa<br />6 Pare-pare 4) Sedang Pengumpan Reg. - Kota Nasional (PKW) Perdagangan, Jasa<br />7 Palopo 4) 5) Sedang - - Kota Nasional (PKW) Pertambangan, Industri<br />8 Bitung 2) 3) 5) Sedang Utama Primer - Kota Nasional (PKL) Jasa, Industri<br />9 Luwuk Sedang Pengumpan Reg. tersier PKW Pertanian, Perdagangan<br />10 Bau-Bau Kecil Pengumpan Lokal tersier PKL Pertanian, Jasa<br />11 Majene Kecil - - PKL Pertanian, Industri, Jasa<br />12 Polewali Kecil - - PKL Pertanian, Industri<br />13 Toli-Toli Kecil Pengumpan Lokal tersier PKW Pertanian, Perdagangan, Jasa<br />14 Bulukumba Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian, Perdagangan<br />15 Maros 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Jasa<br />16 Pinrang Kecil - - PKL Pertanian, Jasa<br />17 Poso Kecil Pengumpan Lokal Tersier PKW Pertanian, Perdagangan, Jasa<br />18 Raha Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian, Jasa<br />19 Kotamobagu Kecil - - PKL Pertanian, Permukiman, Jasa<br />20 Bantaeng Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan<br />21 Kolaka Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan<br />22 Mamuju Kecil - - PKW Pertanian, Industri<br />23 Tondano Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan<br />24 Pangkajene Kecil - - PKL Pertanian, Industri<br />25 Sinjai (Balanipa) Kecil - - PKL Pertanian, Jasa<br />26 Tahuna (Sangihe Talaud) 2) 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Jasa<br />27 Makale Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan, Jasa<br />28 Takalar 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertanian, Industri, Jasa<br />29 Donggala Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan<br />30 Unaaha Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan<br />31 Barru Kecil - - PKL Pertanian, Jasa<br />32 Jeneponte Kecil - - PKL Pertanian, Pertambangan<br />33 Enrekang Kecil - - PKL Pertanian, Perdagangan<br />34 Limboto Kecil - - PKL Pertanian, Jasa<br />35 Kolonedale Kecil Pengumpan Lokal - PKL Pertanian (perikanan), perkebunan<br />36 Sungguminasa 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) -<br />37 Soroako 4) 5) Kecil - - Kota Nasional (PKL) Pertambangan <br />Sumber: Review RTRW Pulau Sulawesi, 2001 <br /> Review RTRW Nasional, 2001<br /><br />Keterangan:<br />1. Kota Pusat Pemerintahan (ibukota propinsi)<br />2. Kota-kota Perbatasan Negara<br />3. Kota sebagai Pintu Gerbang Nasional (ditandai dengan adanya Pelabuhan Utama Primer/Sekunder atau Bandara Udara Primer)<br />4. Kota-kota pusat kegiatan ekonomi nasional<br />5. Kota-kota pusat kawasan tertentumanajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-51716825240237143242010-02-11T17:56:00.000-08:002010-02-11T18:17:48.132-08:00SISTEM TRANSPORTASI UDARA DI INDONESIA: KONDISI TERKINI, TANTANGAN, DAN PELUANG DI MASA DEPANnama : Winda Yuni Astari<br />NIM : 223107082<br /><br /><br /><br /><br />SISTEM TRANSPORTASI UDARA DI INDONESIA:<br />KONDISI TERKINI, TANTANGAN, DAN PELUANG DI<br />MASA DEPAN<br /><br />Information paper ini secara umum memberikan gambaran tentang timbulnya berbagai kecenderungan yang terjadi di dunia penerbangan, yang menuntut konsekuensi keselarasan / harmonisasi pada berbagai industri penerbangan (aviation industries) terkait; sekaligus mengajak berbagai pihak terkait untuk ikut berperan serta dan bersinergi dalam pembangunan transportasi udara di Indonesia, sesuai kompetensi dan ruang lingkup bisnisnya.<br /><br />Era pertumbuhan ekonomi dunia saat ini telah semakin mengglobal; disadari atau tidak, globalisasi telah menjadikan dunia ini menjadi terintegrasi dalam suatu rantai nilai produksi global yang menuntut mobilitas orang maupun barang dengan sangat cepat.<br />Pertumbuhan ekonomi global telah pula mendorong dunia untuk melakukan perubahan yang besar. Teknologi juga memberikan kontribusinya yang sangat besar dalam mendorong terjadinya perubahan besar ini; sehingga akan lebih mengakibatkan batas-batas wilayah antar negara menjadi semakin maya; dan dimensi ruang serta waktu yang semula merupakan kendala, menjadi lebih dapat diatasi.<br />Mobilitas global telah membentuk suatu tata-kerja internasional yang tentu saja menuntut konsekuensi adanya sistem dan persyaratan-persyaratan harmonisasinya, serta prosedur standard yang berlaku universal; mobilitas global ini merupakan pemicu dari meningkatnya peran strategis transportasi udara dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.<br />Secara garis besar, dinamika dunia dari sisi transportasi udara ditandai oleh tiga kecenderungan (trends); yaitu (1) Liberalisasi, (2) Kemajuan teknologi, dan (3) Peningkatan kompleksitas tata manajemen bandara, terkait dengan issue efisiensi dan keamanan.<br /><br />A. KECENDERUNGAN DI DUNIA PENERBANGAN DAN TANTANGANNYA<br /><br /> Mendesaknya liberalisasi di dunia penerbangan (transportasi udara) ditandai dengan adanya berbagai indikasi, antara lain :<br />◊ Open sky policy;<br />Ini pada awalnya digulirkan oleh Amerika Serikat dalam kompetisinya menghadapi Eropa; namun di dalam perjalanannya, ternyata negara-negara di Eropa, khususnya Eropa Barat, sepakat untuk<br />menjadi satu uni Eropa yang bersatu (European Union).<br />Pada berbagai negara, open sky policy ini dapat mempunyai arti dan bias diartikan berbeda; dengan demikian, cara menyikapinyapun akan berbeda pula.<br />Negara-negara dengan ruang udara yang luas seperti halnya Indonesia, tentu akan sangat berbeda dengan Singapore dalam mengartikan open sky policy, serta cara menyikapinya. Namun demikian, beberapa hal penting yang patut dilakukan adalah bahwa (1) open sky policy, baik dari sisi bilateral ataupun multilateral, harus dilihat dari kaca-mata national interest, dan (2) dipenuhinya tuntutan standardisasi yang berlaku secara internasional, serta harmonisasinya.<br /><br />◊ Meningkatnya kerjasama korporasi (aliansi)<br />Semakin meningkatnya kerjasama internasional dalam bentuk korporasi (aliansi) ini semata-mata dilakukan untuk mengejar efisiensi cost dan efektivitas operasi. Contoh: rute hub-spoke versus point-to-point, penerbangan low cost carrier, dan masih banyak lagi, yang semuanya itu akan menuntut pola manajemen yang efisien, tidak saja dari sisi operator penerbangan (airlines), namun juga dari sisi manajemen bandar udara, dan seluruh industri penerbangan (aviation industries) terkait.<br /><br /><br /><br />◊ Airport sebagai centre of economic;<br />Airport tidak saja sebagai tempat berangkat dan mendaratnya pesawat, naik turunnya penumpang, barang (kargo) dan pos, namun airport telah menjadi suatu kawasan yang begitu penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah di sekitar; karena itu penataan ruang dan<br />kawasan menjadi sangat penting bagi daerah-daerah otonomi.<br />Kemajuan teknologi penerbangan ditandai dengan dua indikasi utama, yaitu pola bisnis airlines & airport, serta issue lingkungan.<br /><br />◊ Pola bisnis airlines & airport;<br />Dewasa ini telah diproduksi dan dipasarkan berbagai pesawat udara berbadan lebar dengan tingkat efisiensi operasi yang tinggi (terbang lebih cepat<br />dan lebih ekonomis). Pesawat-pesawat tersebut mampu terbang jauh (long haul) tanpa harus berhenti untuk mengisi / menambah bahan bahar, hingga mendarat di bandara tujuan. Hal ini perlu dicermati dan diantisipasi, agar Indonesia tidak selamanya menjadi “hinterland” bagi negara lain (tetangga). Namun<br />demikian, hal ini tentu menuntut timbulnya konsekuensi lain seperti ketersediaan infrastruktur yang (lebih)<br />memadai, kesiapan human resource (SDM) dan lain sebagainya.<br /><br />◊ Issue lingkungan;<br />Dari tahun ke tahun, aspek lingkungan hidup tetap menjadi topik pembicaraan yang hangat, baik di pertemuan – pertemuan regional maupun internasional. Issue pencemaran lingkungan karena gas buang ataupun niose, telah mendorong negara-negara maju untuk menyusun dan menerbitkan regulasi dengan persyaratan yang sangat ketat; salah satu konsekuensinya adalah “dimusiumkannya” pesawat concorde beberapa waktu lalu. Pada sisi yang lain, tuntutan terhadap bandara untuk memenuhi keselarasan tata ruang menjadi demikian mendesak; penyusunan noise contour dan standardisasi terhadap noise limitation, merupakan aspek yang tidak bias diabaikan dalam pembangunan Bandar udara. Indonesia telah menempuh langkah-langkah yang konkret dalam mewujudkan standardisasi ini melalui bentuk kawasan kebisingan di lingkungan bandar udara; namun standard kebisingan ini belum sampai kepada pembatasan kebisingan terhadap pesawat udara itu sendiri.<br /> Meningkatnya kompleksitas tata manajemen bandara membuat peran bandara sebagai front input dari suatu rantai nilai transportasi udara, dituntut adanya suatu manajemen pengelolaan barang maupun manusia yang aman, efektif, dan efisien sesuai standard yang berlaku secara internasional. Oleh karena itu sangat dituntut adanya kebijakan umum yang sanggup menjamin terwujudnya tata manajemen bandara yang paling efisien dan aman dalam pengelolaan barang dan manusia.<br /><br />B. INDONESIA DALAM PENCAPAIAN STANDARD TUNTUTAN INTERNASIONAL<br /><br />1) Tuntutan (requirement) terhadap standard internasional penyelenggaraan transportasi udara, mencakup tiga hal : <br />(1) peningkatan efisiensi<br />(2) menekan biaya-biaya<br />(3) tetap mempertahankan safety.<br /><br />2) Untuk mencapai / memenuhi requirement internasional tersebut, pemerintah, operator penerbangan (airlines), penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan (ANSPs), dan manajemen bandar udara bersinergi dan sepakat untuk :<br />- mengimplementasikan teknologi, dan pemenuhan harmonisasinya,<br />- mencapai kesetaraan kapasitas sumber daya manusia, dan <br />- memenuhi kesetaraan prosedur.<br /><br />3) Dari aspek pengelolaan ruang udara dan pelayanan navigasi penerbangan, manajemen bandar udara, serta manajemen angkutan udara, tuntutan (requirement) dimaksud masih jauh dari pencapaiannya. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka Break-down of Separation (BOS) yang mencapai 4 kali (tercatat di sistem Makassar Advanced Air Traffic Control System, MAATS, sampai dengan Agustus 2006), dan Break-down of Communication (BOC) yang mencapai 42 kali dalam kurun waktu yang sama. Ini belum terhitung angka-angka incident dan accident yang terjadi, serta belum termasuk yang tercatat pada system Jakarta Automated Air Traffic Control System, JAATS.<br /><br />C. TRANSPORTASI UDARA DAN TANGGUNG JAWAB ENTITAS AVIATION INDUSTRIES<br /><br /> Penyelenggaraan transportasi udara meliputi berbagai aspek dan melibatkan berbagai entitas; Pemerintah, aviation industries, Perguruan Tinggi, lembagalembaga penelitian dan pengkajian teknologi, serta lembaga-lembaga keuangan. Adalah wajar jika seluruh entitas terkait dimaksud ikut berperan serta, dan bertanggung jawab sesuai peran masing - masing, dalam mewujudkan terselenggaranya transportasi udara yang efisien, sehingga kompetitif dan terjangkau oleh daya beli masyarakat, namun tetap tidak mengorbankan nilai safety.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-35908714820955979882010-02-11T17:50:00.000-08:002010-02-11T17:53:27.317-08:00Transportasi sebagai alat Perpindah tempat dari Tempat yang satuNama : shinta yunita<br />Nim : 223107048<br />Jurusan : D3 MTU B<br /><br />Transportasi sebagai alat Perpindah tempat dari Tempat yang satu<br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />1. LATAR BELAKANG<br />Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. (Salim, A Abbas 2006 Manajemen Transportasi, Jakarta : Rajawali pers.) <br /> Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut dapat lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan – tujuan tertentu. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br /> Transportasi meruapkan sebuah proses yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut, dan mengalihkan di mana proses ini tidak dapat dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br />Daerah terpencil adalah daerah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi dan fisik relatif tertinggal dibandingkan daerah lain atau sekitarnya, yang dicirikan oleh adanya permasalahan sebagai berikut : rendahnya tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, keterbatasan Sumberdaya Alam (rendahnya produktifitas lahan / kritis minus), rendahnya aksesibilitas dan terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana kawasan,serta rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia. <br />Kawasan Tertinggal secara lokasi pada umumnya berada di kawasan pedalaman, kawasan kepulauan/gugus pulau terpencil,pesisir pantai, atau kawasan perbatasan terpencil. Contoh Kawasan Tertinggal : KAWASAN Kepulauan Sangihe Talaud, Kawasan Pulau Nias, Kawasan Pedalaman/ Perbatasan Kalimantan dengan Sarawak (Malaysia), Kawasan kritis minus di Sukabumi bagian selatan, Kawasan Pedalaman Jaya Wijaya, Kawasan Perbatasan Irian Jaya dengan Papua Nugini, dll.<br />Pengertian lain tentang Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d , Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d *23736 dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya yang besar. (2)Diberikan perlakuan yang sama dengan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah perairan laut yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral dalam kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter (deep sea deposits). <br /> Transportasi daerah terpencil adalah ??<br />2. RUMUSAN MASALAH<br />1. Mengapa transportasi itu penting?<br />2. Bagaimana kondisi transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />3. Apa sajakah bentuk-bentuk transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />4. Berilah contoh kasus bentuk transportasi daerah terpencil?<br />5. Bagaimana pengembangan transportasi didaerah terpencil?<br /><br /><br />BAB II<br />ISI<br /> Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik itu sumberdaya alamnya maupun potensi yang lain. Disamping itu pula kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya selalu berubah. Hal inilah yang membuat transportasi sangat penting bagi manusia karena kebutuhan manusia tidak sama dan belum tentu semua kebutuhan itu terdapat didaerahnya faktor inilah yang memperngaruhi manusia untuk pindah dari satu tempat ketempat yang lain. <br />Dalam determinan perkembangan wilayah ada enam aspek/faktor penting yang mendasari maju tidak suatu wilayah. Ke enam faktor penting itu adalah sumberdaya alam, peralatan manufaktur, pekerja, modal, pasar, dan keahlian teknologi. Determinan pengembangan wilayah yang terdiri atas enam faktor tersebut sebenarnya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh suatu wilayah, karena jika salah satunya saja tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan wilayah tersebut menjadi kurang maju atau bahkan tertinggal. <br />Yang menjadi masalah adalah tidak semua wilayah memiliki ke enam faktor penting tersebut. Masing-masing wilayah memang memiliki potensi tersendiri yang bisa dikembangkan tetapi sangat jarang kita menemui keenam faktor determinan itu dalam satu wilayah. Misalnya saja kita ambil contoh kota Yogyakarta dengan kabupaten Sleman. Di kota banyak terdapat modal, peralatan ,pasar dan keahlian teknologi tetapi sumberdaya alam tidak terdapat dikota, sedangkan sebaliknya Sleman memiliki banyak pekerja dan sumberdaya alam tetapi tidak mempunyai yang lainnya sehingga kedua wilayah itu pasti akan saling berinteraksi untuk bisa saling memenuhi kebutuhannya masing-masing. Disini dapat kita lihat arti penting adanya transportasi. Transportasi dapat menghubungkan wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya untuk tujuan saling berinteraksi memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. Transportasi juga akan mempermudah akses pada semua aspek antar wilayah yang berbeda. Sehingga dari hal ini sedikit dapat kita simpulkan bahwa baik buruknya sistem transportasi antar wilayah akan mempengaruhi maju tidaknya wilayah-wilayah tersebut.<br /> Bentuk–bentuk transportasi ada tiga yaitu tranportasi laut, darat, dan udara. Transportasi udara ada Pesawat terbang layang (Glider), Pesawat bermesin piston, Pesawat bermesin turbo propeler, Pesawat bermesin turbojet, Pesawat bermesin turbofan, Pesawat bermesin ramjet. Pesawat terbang atau pesawat udara adalah mesin atau kendaraan apapun yang mampu terbang di atmosfer atau udara. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Transportasi laut ada Kapal, seperti sampan atau perahu, merupakan suatu kendaraan yang dibuat untuk lautan atau pengangkutan merintang air. Ia biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti perahu keselamatan. Secara kebiasaannya kapal bisa membawa perahu tetapi perahu tidak boleh membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu disebut kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan atau kebiasaan setempat.<br /> Transportasi darat ada Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua), atau 3 (tiga) tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus. Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa mesin sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin. Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Becak merupakan alat angkutan yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara (kecuali becak bermotor tentunya) dan masih banyak lagi namun untuk daerah terpencil tidak semua alat transportasi tersebut dapat digunakan hanya sebagian saja yang dapat digunakan untuk transportasi didaerah terpencil.<br /><br />Beberapa contoh Studi Kasus yang ada kaitannya dengan ketersediaan transportasi di daerah terpencil/terisolir di Indonesia<br />1. Kabupaten Aceh Tengah<br />Letak kabupaten yang berada di tengah-tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah yang didominasi pegunungan, menjadikan daerah ini masih terisolir. Prasarana transportasi menjadi kendala utama. Takengon dan daerah lain di Aceh Tengah bisa dibilang jauh dari keramaian arus lalu lintas. Jalur ke Takengon menjadi semacam jalan "buntu". Artinya, angkutan semacam bus dan truk tidak dapat melanjutkan perjalanan ke daerah lain, sehingga kembali melalui jalan yang sama. <br />Akses menuju ke daerah ini sangat bergantung pada jalan Bireun-Takengon, serta jalan alternatif Takengon-Blang Kejeren-Kutacane yang kurang representatif. Kondisi kedua jalan itu sangat tidak kondusif, baik karena rawan longsor maupun gangguan lainnya seperti gangguan keamanan. <br />Tak heran bila di daerah yang bergunung-gunung masih terdapat kawasan yang tidak memiliki prasarana transportasi seperti kawasan Samarkilang, Karang Ampar, Pameu, dan Jamat.Kawasan ini masih terisolasi dari berbagai aspek. Sebagian besar produk pertanian yang dihasilkan hanya digunakan untuk kebutuhan hidup. <br />Menyadari persoalan itu, salah satu upaya pemerintah kabupaten (pemkab) untuk mengatasinya adalah memperbaiki dan membuka ruas jalan baru yang bernilai ekonomis, baik antarkecamatan maupun antarkabupaten. Terutama jaringan jalan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah pemasaran. <br />Anggaran yang disediakan bagi sektor transportasi mencapai Rp 57,25 milyar atau 52,77 persendari total belanja pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2001 yang sebesar Rp 108,49 milyar. Pembukaan ruas jalan baru bukan saja menguntungkan bagi penduduk, tetapi juga pemkab dapat memetik hasil dari mempromosikan keindahan alam "Negeri Antara" yang dimilikinya. (Kompas, 2002) <br />2. Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur <br />Setelah berpisah dengan Kabupaten Bulungan tahun 1999, nama daerah baru ini belum banyak didengar. Apalagi, tidak ada jalan darat untuk mencapainya. Terpaksa harus memanfaatkan jasa angkutan sungai ataupun pesawat udara. Setelah jalan Trans Kalimantan selesai dibangun tahun 2000, Kabupaten Malinau baru bisa dijangkau dengan sarana transportasi darat.<br />Meski pusat pemerintahannya dilintasi jalan raya yang menghubungkan titik-titik utama di Pulau Kalimantan, prasarana berstatus jalan kabupaten belum menjangkau keseluruhan wilayah. Delapan puluh persen wilayahnya belum juga tertembus oleh infrastruktur jalan. Tak heran, sistem transportasi di kabupaten yang memiliki 24 sungai ini bertumpu pada angkutan sungai. Bahkan, beberapa daerah terpencil hanya bisa dicapai dengan pesawat terbang.<br />Lokasi daerah ini sangat jauh dari pusat kota, sehingga akses ke dunia luar sangat sulit. Daerah ini menjadi sangat terisolir. Untuk tiba di sana, butuh tiga sarana transportasi. Pertama, naik pesawat ke Samarinda, lalu disambung dengan speed boat. Sekitar tiga jam perjalanan, kemudian naik angkutan umum, kemudian berjalan kaki. Jarak dari Malinau ke Balikpapan saja masih sekitar 700 kilometer, itupun harus menempuh perjalanan dengan kapal laut sehari semalam. (Swaramuslim.net, 2006)<br />Kabupaten yang dicapai 30 menit dari Tarakan menggunakan pesawat ini harus bergantung pada daerah sekelilingnya. Kota Tarakan menjadi penyuplai barang-barang kebutuhan pokok penduduk yang dikirim dengan memanfaatkan angkutan sungai. Bahkan, ada beberapa barang seperti telur, gula, minuman, dan makanan kaleng dikirim dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan.<br />Namun, ketersediaan barang-barang kebutuhan tetap menjadi masalah di bagian-bagian Malinau yang terpencil. Keterbatasan sarana transportasi menyebabkan kenaikan harga barang. Sebagai contoh, harga BBM Rp 15.000 per liter karena beratnya medan dan mahalnya ongkos pengangkutan ke daerah yang terpencil. <br />Di masa mendatang, pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan pemerintah kabupaten adalah terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Pembangunan hanya akan tetap terkutub di titik-titik tertentu bila tak ada dukungan jaringan prasarana yang merata. Saat ini pemerintah daerah memulai pembangunan dengan sistem gunting. Maksudnya, pembangunan dilakukan dari dua arah bersamaan. Satu arah dari ibu kota menuju daerah-daerah terpencil di pinggiran, pada saat yang sama dari daerah terpencil ke pusat pemerintahan.<br />Bila jaringan jalan tersedia menyeluruh, sektor lain yang berpotensi terakselerasi lebih laju, seperti sektor perkebunan dan pariwisata. Selama ini berbagai obyek wisata jauh dari pusat kota dan sulit dicapai. (Kompas, 2003) <br />3. Sintang, Pontianak, Kalimantan Barat<br />Infrastruktur jalan dan jembatan sebagai sarana membuka daerah terisolasi di pedesaan masih jadi kebutuhan utama. Banyak desa dan dusun di pehuluan terisolir lantaran tak tersedianya infrastruktur jalan. Di Kayan Hulu misalnya, 9 desa dari 14 desa di kecamatan tersebut relatif tertinggal pembangunannya sementara 5 desa lainnya bisa diakses langsung melalui jalan darat, dan sisanya masih mengandalkan transportasi sungai. <br />Akibat keterisoliran tersebut malah ada warga dari satu desa, yakni Desa Nanga Kemangai, yang urbanisasi ke kota kecamatan dan kota kabupaten untuk mencari pekerjaan. Ini membuat tingkat keterisolasian masyarakat dari segi ekonomi dan budaya jauh tertinggal. Ditambah, sejak diserang hama belalang kembara dua tahun terakhir ini, ladang berpindah gagal panen. <br />Selain tak tersedianya jalan darat menuju desa dan dusun, tertinggalnya masyarakat di daerah pehuluan sungai yang jauh di daerah terpencil juga disebabkan tak meratanya potensi SDA (sumber daya alam). Diperkirakan ada 16 ribu penduduk yang tinggal di daerah terisolir. Umumnya masyarakat itu pekerjaan utamanya ladang berpindah dan masih tergantung alam. <br />Kendati masih mengalami keterbatasan, menurut Abdul Sufriyadi, masyarakat Kayan Hulu masih punya keyakinan bahwa pemerintahan daerah saat ini (Milton-Jarot) bisa membuka keterisolasian di Kayan Hulu serta dapat menyediakan program-program padat karya bagi penduduk yang gagal panen pasca serangan hama belalang dua tahun terakhir ini. Karena selain ladang berpindah, masyarakat petani di Kayan Hulu juga masih bersandar dengan SDA yang ada walaupun relatif terbatas. (Pontianak Post Online, 2007) <br />4. Nusa Tenggara Barat <br />Secara geografis, NTB umumnya terisolir dari segi transportasi dan komunikasi. Hal ini bisa dilihat, kalau ke Mataram ibu kota Propinsi NTB dari Jakarta harus mampir dulu di Surabaya atau daerah lain. <br />Semestinya, Mataram sebagai ibu kota propinsi mampu ditempuh dari berbagai penjuru di seluruh Indonesia, khususnya Jakarta, tanpa harus mampir atau transit di daerah lain. Kendati sekarang ini, sudah ada maskapai penerbangan melayani Mataram-Jakarta dan sebaliknya, itu masih belum cukup dan mesti ditambah, sehingga akses transportasi ke NTB tetap lancar.<br />Di sisi lain, NTB sebagai daerah yang rawan bencana memerlukan sarana telekomunikasi memadai, sehingga mampu mengatasi permasalahan ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Untuk itu, adanya kerjasama daerah yang tergabung dalam forum regional di daerah ini mampu mempercepat pembangunan yang diinginkan. <br />Masing-masing daerah yang tergabung dalam forum regional tersebut harus saling bahu membahu mengembangkan produk-produk unggulan yang dimiliki, sehingga sesuai dengan yang diinginkan bersama. (Suara NTB, 2006) <br />5. Sumbawa Selatan<br />Wilayah selatan pulau Sumbawa masih terisolir. Tidak ada lintasan jalan sepanjang 400 kilometer. Akibatnya, terjadi hambatan pergerakan ekonomi masyarakat di desa-desa selatan daerah Nusa Tenggara Barat. Diperlukan dana pembiayaan Rp500an miliar untuk membuka isolasi daerah tersebut. <br />Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB Lalu Fathurahman menjelaskan idealnya dibutuhkan kelancaran transportasi di Selatan Sumbawa. "Untuk terbukanya jalan di sana, diperlukan sekitar 50 unit jembatan penghubung," ujarnya.<br />Selain jalan tersebut, guna meningkatkan kesejahteraan dan sumber daya manusianya, NTB juga memerlukan ketersediaan infrastruktur lainnya berupa pembangkit listrik tenaga uap kapasitas 100 megawatt, rumah sakit umum di setiap kabupaten, air, perguruan tinggi, pendidikan dasar dan peluang lapangan kerja untuk masyarakat. (Tempo Interaktif, 2006) <br />6. Papua <br />Pemekaran daerah baru di Papua sejak tahun 2001 sampai tahun 2006 mencapai 16 daerah pemekaran. Permasalahan daerah pemekaran di Papua terkait minimnya sarana akses di daerah terpencil dan terisolir. <br />Permasalahan pemekaran daerah baru di Papua merupakan ketidakpuasan daerah yang terisolir dan terpencil. Selain itu, daerah pemekaran muncul karena tidak ada intervensi pembangunan dan juga minimnya intervensi negara dalam hal ini pemerintah pusat. Rencana pemekaran daerah Papua kedepan dibutuhkan sarana aksesbilitas untuk jangka panjang. (Okezone, 2007)<br />Dalam kunjungan kerja ke Papua, Menkokesra Aburizal Bakrie juga menyatakan bahwa diharapkan dalam tiga tahun mendatang tidak ada lagi daerah terisolir di Papua. Jalan tembus yang akan menghubungkan daerah di kawasan Pegunungan Tengah dengan kawasan pesisir di Kabupaten Timika nantinya diharapkan sudah selesai dalam waktu dekat. Dengan adanya jalan ini roda perekonomian bisa berjalan lebih lancar dan harga-harga pun tidak terlalu tinggi. (www.menkokesra.go.id, 2006) <br />7. Kabupaten Seram, Maluku <br />Kabupaten Seram Bagian Timur yang dikategorikan kabupaten miskin di Indonesia oleh Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, kini masih terisolir khusus di bidang transportasi dan komunikasi. Ruas jalan aspal yang ada di kabupaten tersebut hanya sepanjang empat kilometer. Untuk menjangkau satu desa ke desa lain, maupun ke kota kecamatan dan kota kabupaten hanya bisa melewati laut. Itu juga kalau kondisi lautnya mendukung. <br />Selain dataran luas, kabupaten yang memiliki banyak pulau dan terpencil makin membuat jaringan transportasi antar pulau sangat terbatas. Banyaknya pulau-pulau terpencil itu hanya dilayari kapal perintis antara 2 hingga 4 minggu sekali di beberapa lokasi saja. Persoalan ini tentu saja berpengaruh, termasuk akses pelayanan kesehatan ke masyarakat.<br />Akibat kondisi itu pula, saat wabah malaria menyerang Dusun Wawasa Kecamatan Kepulauan Gorom pada awal Mei 2005 lalu menewaskan 22 orang dan 761 warga di dusun tersebut sakit parah. Warga Wawasa meninggal selain krisis pangan di daerahnya, juga akibat lambatnya penanganan kesehatan karena keterisolasiannya. <br />Pengobatan warga yang terjangkit malaria sulit dilakukan akibat tidak adanya fasilitas kesehatan di Wawasa. Puskesmas terdekat berada di desa induknya Amarsekaru, yang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu tradisional ketinting selama 1 hingga 1,5 jam. Karena terbatasnya sarana tranportasi dan biaya transportasi yang tinggi, warga sulit untuk berobat dan perawat di puskesmas terdekat juga sulit mengunjungi korban. (Fkmcpr, 2006) <br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />1. transportasi merupakan sarana penghubung yang sangat penting dalam mempengaruhi maju tidaknya suatu wilayah.<br />2. kondisi geografis daerah terisolir mengakibatkan sulitnya pembagunan sektor transportasi<br />3. bentuk transportasi di daerah terpencil di dominasi oleh truk, motor trail, pesawat terbang, speed boat, dan kapal laut.<br />4. kondisi transportasi di daerah terpencil kurang layak baik dari segi sarana maupun prasarana dan rendahnya anggaran yang disediakan untuk sektor transportasi di daerah terpencil<br />SARAN<br />1. Untuk memajukan transportasi berbagai moda di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandar udara. Selain itu yang tak kalah penting adalah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan pemeliharaan infrastruktur-infrastruktur tersebut.<br />2. sehibungan dengan penyediaan berbagai macam moda saran/prasarana transportasi bagi daerah pinggiran terpencil, prioritas perlu ditekankan pada pengembangan fasilitas pelayanan transportasi di daerah pedesaan, daerah/pulau terpencil, dan daerah transmigrasi, yang diharapkan akan meningkatkan aktifitas perekonomian wilayah-wilayah tersebut.<br />3. selain membangun berbagai infrastruktur trasnportasi, pemerintah kiranya perlu untuk selalu menyediakan transportasi yang murah dan terjangkau bagi masyarakat di daerah terpencil/pinffiran, misalnya dengan kebijakan-kabijakan untuk menurunkan harga BBM, memberikan subsidi, melakukan pengawasan ketat terhadap tata niaga dan distribusinya dan sebagainya.<br />4. dalam hal peningkatan kualitas pelayanan transportas, pemerintah wajib menerapkan kebijakan-kebijakan regulasi dan manajemen transportasi yang efektif, serta melakukan pengawasan-pengawasan ketat terhadap pengoperasia kebijakan-kebijakan tersebut untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh perusahan atau organisasi penyelenggara transportasi.<br />5. hal terakhir yang paling penting dari pembanaunan sarana/prasaranatransportasi adalah pembangunan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia di bidang transportasi. Selain itu, diperlukan peran serta segenap pengguna transportasi untuk memelihara sarana dan prasarana transportasi, serta turut mematuhi berbagai peraturan keselamatan yang ada utuk mengurangi terjadi kecelakaan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Nama : shinta yunita<br />Nim : 223107048<br />Jurusan : D3 MTU B<br /><br />Transportasi sebagai alat Perpindah tempat dari Tempat yang satu<br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />1. LATAR BELAKANG<br />Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. (Salim, A Abbas 2006 Manajemen Transportasi, Jakarta : Rajawali pers.) <br /> Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut dapat lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan – tujuan tertentu. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br /> Transportasi meruapkan sebuah proses yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut, dan mengalihkan di mana proses ini tidak dapat dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan. (Fidel, Miro. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga)<br />Daerah terpencil adalah daerah yang memiliki kondisi sosial, ekonomi dan fisik relatif tertinggal dibandingkan daerah lain atau sekitarnya, yang dicirikan oleh adanya permasalahan sebagai berikut : rendahnya tingkat kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, keterbatasan Sumberdaya Alam (rendahnya produktifitas lahan / kritis minus), rendahnya aksesibilitas dan terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana kawasan,serta rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia. <br />Kawasan Tertinggal secara lokasi pada umumnya berada di kawasan pedalaman, kawasan kepulauan/gugus pulau terpencil,pesisir pantai, atau kawasan perbatasan terpencil. Contoh Kawasan Tertinggal : KAWASAN Kepulauan Sangihe Talaud, Kawasan Pulau Nias, Kawasan Pedalaman/ Perbatasan Kalimantan dengan Sarawak (Malaysia), Kawasan kritis minus di Sukabumi bagian selatan, Kawasan Pedalaman Jaya Wijaya, Kawasan Perbatasan Irian Jaya dengan Papua Nugini, dll.<br />Pengertian lain tentang Daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d , Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 9 ayat (1) huruf d *23736 dan Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi berupa sumber daya alam di bidang pertanian, perhutanan, pertambangan, pariwisata dan perindustrian, tetapi keadaan prasarana dan sarana ekonomi yang tersedia masih terbatas, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi nyata, penanam modal perlu membangun atas beban sendiri prasarana dan sarana yang dibutuhkannya seperti jalan, pelabuhan, tenaga listrik, telekomunikasi, air, perumahan karyawan, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat peribadatan, pasar dan kebutuhan sosial lainnya, yang memerlukan biaya yang besar. (2)Diberikan perlakuan yang sama dengan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (15) dan ayat (16) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah daerah perairan laut yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral dalam kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter (deep sea deposits). <br /> Transportasi daerah terpencil adalah ??<br />2. RUMUSAN MASALAH<br />1. Mengapa transportasi itu penting?<br />2. Bagaimana kondisi transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />3. Apa sajakah bentuk-bentuk transportasi yang ada didaerah terpencil?<br />4. Berilah contoh kasus bentuk transportasi daerah terpencil?<br />5. Bagaimana pengembangan transportasi didaerah terpencil?<br /><br /><br />BAB II<br />ISI<br /> Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik itu sumberdaya alamnya maupun potensi yang lain. Disamping itu pula kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya selalu berubah. Hal inilah yang membuat transportasi sangat penting bagi manusia karena kebutuhan manusia tidak sama dan belum tentu semua kebutuhan itu terdapat didaerahnya faktor inilah yang memperngaruhi manusia untuk pindah dari satu tempat ketempat yang lain. <br />Dalam determinan perkembangan wilayah ada enam aspek/faktor penting yang mendasari maju tidak suatu wilayah. Ke enam faktor penting itu adalah sumberdaya alam, peralatan manufaktur, pekerja, modal, pasar, dan keahlian teknologi. Determinan pengembangan wilayah yang terdiri atas enam faktor tersebut sebenarnya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh suatu wilayah, karena jika salah satunya saja tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan wilayah tersebut menjadi kurang maju atau bahkan tertinggal. <br />Yang menjadi masalah adalah tidak semua wilayah memiliki ke enam faktor penting tersebut. Masing-masing wilayah memang memiliki potensi tersendiri yang bisa dikembangkan tetapi sangat jarang kita menemui keenam faktor determinan itu dalam satu wilayah. Misalnya saja kita ambil contoh kota Yogyakarta dengan kabupaten Sleman. Di kota banyak terdapat modal, peralatan ,pasar dan keahlian teknologi tetapi sumberdaya alam tidak terdapat dikota, sedangkan sebaliknya Sleman memiliki banyak pekerja dan sumberdaya alam tetapi tidak mempunyai yang lainnya sehingga kedua wilayah itu pasti akan saling berinteraksi untuk bisa saling memenuhi kebutuhannya masing-masing. Disini dapat kita lihat arti penting adanya transportasi. Transportasi dapat menghubungkan wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya untuk tujuan saling berinteraksi memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. Transportasi juga akan mempermudah akses pada semua aspek antar wilayah yang berbeda. Sehingga dari hal ini sedikit dapat kita simpulkan bahwa baik buruknya sistem transportasi antar wilayah akan mempengaruhi maju tidaknya wilayah-wilayah tersebut.<br /> Bentuk–bentuk transportasi ada tiga yaitu tranportasi laut, darat, dan udara. Transportasi udara ada Pesawat terbang layang (Glider), Pesawat bermesin piston, Pesawat bermesin turbo propeler, Pesawat bermesin turbojet, Pesawat bermesin turbofan, Pesawat bermesin ramjet. Pesawat terbang atau pesawat udara adalah mesin atau kendaraan apapun yang mampu terbang di atmosfer atau udara. Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Transportasi laut ada Kapal, seperti sampan atau perahu, merupakan suatu kendaraan yang dibuat untuk lautan atau pengangkutan merintang air. Ia biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti perahu keselamatan. Secara kebiasaannya kapal bisa membawa perahu tetapi perahu tidak boleh membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu disebut kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan atau kebiasaan setempat.<br /> Transportasi darat ada Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua), atau 3 (tiga) tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus. Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa mesin sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin. Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya. Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Becak merupakan alat angkutan yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara (kecuali becak bermotor tentunya) dan masih banyak lagi namun untuk daerah terpencil tidak semua alat transportasi tersebut dapat digunakan hanya sebagian saja yang dapat digunakan untuk transportasi didaerah terpencil.<br /><br />Beberapa contoh Studi Kasus yang ada kaitannya dengan ketersediaan transportasi di daerah terpencil/terisolir di Indonesia<br />1. Kabupaten Aceh Tengah<br />Letak kabupaten yang berada di tengah-tengah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah yang didominasi pegunungan, menjadikan daerah ini masih terisolir. Prasarana transportasi menjadi kendala utama. Takengon dan daerah lain di Aceh Tengah bisa dibilang jauh dari keramaian arus lalu lintas. Jalur ke Takengon menjadi semacam jalan "buntu". Artinya, angkutan semacam bus dan truk tidak dapat melanjutkan perjalanan ke daerah lain, sehingga kembali melalui jalan yang sama. <br />Akses menuju ke daerah ini sangat bergantung pada jalan Bireun-Takengon, serta jalan alternatif Takengon-Blang Kejeren-Kutacane yang kurang representatif. Kondisi kedua jalan itu sangat tidak kondusif, baik karena rawan longsor maupun gangguan lainnya seperti gangguan keamanan. <br />Tak heran bila di daerah yang bergunung-gunung masih terdapat kawasan yang tidak memiliki prasarana transportasi seperti kawasan Samarkilang, Karang Ampar, Pameu, dan Jamat.Kawasan ini masih terisolasi dari berbagai aspek. Sebagian besar produk pertanian yang dihasilkan hanya digunakan untuk kebutuhan hidup. <br />Menyadari persoalan itu, salah satu upaya pemerintah kabupaten (pemkab) untuk mengatasinya adalah memperbaiki dan membuka ruas jalan baru yang bernilai ekonomis, baik antarkecamatan maupun antarkabupaten. Terutama jaringan jalan yang menghubungkan pusat produksi dengan daerah pemasaran. <br />Anggaran yang disediakan bagi sektor transportasi mencapai Rp 57,25 milyar atau 52,77 persendari total belanja pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2001 yang sebesar Rp 108,49 milyar. Pembukaan ruas jalan baru bukan saja menguntungkan bagi penduduk, tetapi juga pemkab dapat memetik hasil dari mempromosikan keindahan alam "Negeri Antara" yang dimilikinya. (Kompas, 2002) <br />2. Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur <br />Setelah berpisah dengan Kabupaten Bulungan tahun 1999, nama daerah baru ini belum banyak didengar. Apalagi, tidak ada jalan darat untuk mencapainya. Terpaksa harus memanfaatkan jasa angkutan sungai ataupun pesawat udara. Setelah jalan Trans Kalimantan selesai dibangun tahun 2000, Kabupaten Malinau baru bisa dijangkau dengan sarana transportasi darat.<br />Meski pusat pemerintahannya dilintasi jalan raya yang menghubungkan titik-titik utama di Pulau Kalimantan, prasarana berstatus jalan kabupaten belum menjangkau keseluruhan wilayah. Delapan puluh persen wilayahnya belum juga tertembus oleh infrastruktur jalan. Tak heran, sistem transportasi di kabupaten yang memiliki 24 sungai ini bertumpu pada angkutan sungai. Bahkan, beberapa daerah terpencil hanya bisa dicapai dengan pesawat terbang.<br />Lokasi daerah ini sangat jauh dari pusat kota, sehingga akses ke dunia luar sangat sulit. Daerah ini menjadi sangat terisolir. Untuk tiba di sana, butuh tiga sarana transportasi. Pertama, naik pesawat ke Samarinda, lalu disambung dengan speed boat. Sekitar tiga jam perjalanan, kemudian naik angkutan umum, kemudian berjalan kaki. Jarak dari Malinau ke Balikpapan saja masih sekitar 700 kilometer, itupun harus menempuh perjalanan dengan kapal laut sehari semalam. (Swaramuslim.net, 2006)<br />Kabupaten yang dicapai 30 menit dari Tarakan menggunakan pesawat ini harus bergantung pada daerah sekelilingnya. Kota Tarakan menjadi penyuplai barang-barang kebutuhan pokok penduduk yang dikirim dengan memanfaatkan angkutan sungai. Bahkan, ada beberapa barang seperti telur, gula, minuman, dan makanan kaleng dikirim dari Malaysia melalui Kabupaten Nunukan.<br />Namun, ketersediaan barang-barang kebutuhan tetap menjadi masalah di bagian-bagian Malinau yang terpencil. Keterbatasan sarana transportasi menyebabkan kenaikan harga barang. Sebagai contoh, harga BBM Rp 15.000 per liter karena beratnya medan dan mahalnya ongkos pengangkutan ke daerah yang terpencil. <br />Di masa mendatang, pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan pemerintah kabupaten adalah terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Pembangunan hanya akan tetap terkutub di titik-titik tertentu bila tak ada dukungan jaringan prasarana yang merata. Saat ini pemerintah daerah memulai pembangunan dengan sistem gunting. Maksudnya, pembangunan dilakukan dari dua arah bersamaan. Satu arah dari ibu kota menuju daerah-daerah terpencil di pinggiran, pada saat yang sama dari daerah terpencil ke pusat pemerintahan.<br />Bila jaringan jalan tersedia menyeluruh, sektor lain yang berpotensi terakselerasi lebih laju, seperti sektor perkebunan dan pariwisata. Selama ini berbagai obyek wisata jauh dari pusat kota dan sulit dicapai. (Kompas, 2003) <br />3. Sintang, Pontianak, Kalimantan Barat<br />Infrastruktur jalan dan jembatan sebagai sarana membuka daerah terisolasi di pedesaan masih jadi kebutuhan utama. Banyak desa dan dusun di pehuluan terisolir lantaran tak tersedianya infrastruktur jalan. Di Kayan Hulu misalnya, 9 desa dari 14 desa di kecamatan tersebut relatif tertinggal pembangunannya sementara 5 desa lainnya bisa diakses langsung melalui jalan darat, dan sisanya masih mengandalkan transportasi sungai. <br />Akibat keterisoliran tersebut malah ada warga dari satu desa, yakni Desa Nanga Kemangai, yang urbanisasi ke kota kecamatan dan kota kabupaten untuk mencari pekerjaan. Ini membuat tingkat keterisolasian masyarakat dari segi ekonomi dan budaya jauh tertinggal. Ditambah, sejak diserang hama belalang kembara dua tahun terakhir ini, ladang berpindah gagal panen. <br />Selain tak tersedianya jalan darat menuju desa dan dusun, tertinggalnya masyarakat di daerah pehuluan sungai yang jauh di daerah terpencil juga disebabkan tak meratanya potensi SDA (sumber daya alam). Diperkirakan ada 16 ribu penduduk yang tinggal di daerah terisolir. Umumnya masyarakat itu pekerjaan utamanya ladang berpindah dan masih tergantung alam. <br />Kendati masih mengalami keterbatasan, menurut Abdul Sufriyadi, masyarakat Kayan Hulu masih punya keyakinan bahwa pemerintahan daerah saat ini (Milton-Jarot) bisa membuka keterisolasian di Kayan Hulu serta dapat menyediakan program-program padat karya bagi penduduk yang gagal panen pasca serangan hama belalang dua tahun terakhir ini. Karena selain ladang berpindah, masyarakat petani di Kayan Hulu juga masih bersandar dengan SDA yang ada walaupun relatif terbatas. (Pontianak Post Online, 2007) <br />4. Nusa Tenggara Barat <br />Secara geografis, NTB umumnya terisolir dari segi transportasi dan komunikasi. Hal ini bisa dilihat, kalau ke Mataram ibu kota Propinsi NTB dari Jakarta harus mampir dulu di Surabaya atau daerah lain. <br />Semestinya, Mataram sebagai ibu kota propinsi mampu ditempuh dari berbagai penjuru di seluruh Indonesia, khususnya Jakarta, tanpa harus mampir atau transit di daerah lain. Kendati sekarang ini, sudah ada maskapai penerbangan melayani Mataram-Jakarta dan sebaliknya, itu masih belum cukup dan mesti ditambah, sehingga akses transportasi ke NTB tetap lancar.<br />Di sisi lain, NTB sebagai daerah yang rawan bencana memerlukan sarana telekomunikasi memadai, sehingga mampu mengatasi permasalahan ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Untuk itu, adanya kerjasama daerah yang tergabung dalam forum regional di daerah ini mampu mempercepat pembangunan yang diinginkan. <br />Masing-masing daerah yang tergabung dalam forum regional tersebut harus saling bahu membahu mengembangkan produk-produk unggulan yang dimiliki, sehingga sesuai dengan yang diinginkan bersama. (Suara NTB, 2006) <br />5. Sumbawa Selatan<br />Wilayah selatan pulau Sumbawa masih terisolir. Tidak ada lintasan jalan sepanjang 400 kilometer. Akibatnya, terjadi hambatan pergerakan ekonomi masyarakat di desa-desa selatan daerah Nusa Tenggara Barat. Diperlukan dana pembiayaan Rp500an miliar untuk membuka isolasi daerah tersebut. <br />Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB Lalu Fathurahman menjelaskan idealnya dibutuhkan kelancaran transportasi di Selatan Sumbawa. "Untuk terbukanya jalan di sana, diperlukan sekitar 50 unit jembatan penghubung," ujarnya.<br />Selain jalan tersebut, guna meningkatkan kesejahteraan dan sumber daya manusianya, NTB juga memerlukan ketersediaan infrastruktur lainnya berupa pembangkit listrik tenaga uap kapasitas 100 megawatt, rumah sakit umum di setiap kabupaten, air, perguruan tinggi, pendidikan dasar dan peluang lapangan kerja untuk masyarakat. (Tempo Interaktif, 2006) <br />6. Papua <br />Pemekaran daerah baru di Papua sejak tahun 2001 sampai tahun 2006 mencapai 16 daerah pemekaran. Permasalahan daerah pemekaran di Papua terkait minimnya sarana akses di daerah terpencil dan terisolir. <br />Permasalahan pemekaran daerah baru di Papua merupakan ketidakpuasan daerah yang terisolir dan terpencil. Selain itu, daerah pemekaran muncul karena tidak ada intervensi pembangunan dan juga minimnya intervensi negara dalam hal ini pemerintah pusat. Rencana pemekaran daerah Papua kedepan dibutuhkan sarana aksesbilitas untuk jangka panjang. (Okezone, 2007)<br />Dalam kunjungan kerja ke Papua, Menkokesra Aburizal Bakrie juga menyatakan bahwa diharapkan dalam tiga tahun mendatang tidak ada lagi daerah terisolir di Papua. Jalan tembus yang akan menghubungkan daerah di kawasan Pegunungan Tengah dengan kawasan pesisir di Kabupaten Timika nantinya diharapkan sudah selesai dalam waktu dekat. Dengan adanya jalan ini roda perekonomian bisa berjalan lebih lancar dan harga-harga pun tidak terlalu tinggi. (www.menkokesra.go.id, 2006) <br />7. Kabupaten Seram, Maluku <br />Kabupaten Seram Bagian Timur yang dikategorikan kabupaten miskin di Indonesia oleh Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, kini masih terisolir khusus di bidang transportasi dan komunikasi. Ruas jalan aspal yang ada di kabupaten tersebut hanya sepanjang empat kilometer. Untuk menjangkau satu desa ke desa lain, maupun ke kota kecamatan dan kota kabupaten hanya bisa melewati laut. Itu juga kalau kondisi lautnya mendukung. <br />Selain dataran luas, kabupaten yang memiliki banyak pulau dan terpencil makin membuat jaringan transportasi antar pulau sangat terbatas. Banyaknya pulau-pulau terpencil itu hanya dilayari kapal perintis antara 2 hingga 4 minggu sekali di beberapa lokasi saja. Persoalan ini tentu saja berpengaruh, termasuk akses pelayanan kesehatan ke masyarakat.<br />Akibat kondisi itu pula, saat wabah malaria menyerang Dusun Wawasa Kecamatan Kepulauan Gorom pada awal Mei 2005 lalu menewaskan 22 orang dan 761 warga di dusun tersebut sakit parah. Warga Wawasa meninggal selain krisis pangan di daerahnya, juga akibat lambatnya penanganan kesehatan karena keterisolasiannya. <br />Pengobatan warga yang terjangkit malaria sulit dilakukan akibat tidak adanya fasilitas kesehatan di Wawasa. Puskesmas terdekat berada di desa induknya Amarsekaru, yang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu tradisional ketinting selama 1 hingga 1,5 jam. Karena terbatasnya sarana tranportasi dan biaya transportasi yang tinggi, warga sulit untuk berobat dan perawat di puskesmas terdekat juga sulit mengunjungi korban. (Fkmcpr, 2006) <br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />1. transportasi merupakan sarana penghubung yang sangat penting dalam mempengaruhi maju tidaknya suatu wilayah.<br />2. kondisi geografis daerah terisolir mengakibatkan sulitnya pembagunan sektor transportasi<br />3. bentuk transportasi di daerah terpencil di dominasi oleh truk, motor trail, pesawat terbang, speed boat, dan kapal laut.<br />4. kondisi transportasi di daerah terpencil kurang layak baik dari segi sarana maupun prasarana dan rendahnya anggaran yang disediakan untuk sektor transportasi di daerah terpencil<br />SARAN<br />1. Untuk memajukan transportasi berbagai moda di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandar udara. Selain itu yang tak kalah penting adalah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan pemeliharaan infrastruktur-infrastruktur tersebut.<br />2. sehibungan dengan penyediaan berbagai macam moda saran/prasarana transportasi bagi daerah pinggiran terpencil, prioritas perlu ditekankan pada pengembangan fasilitas pelayanan transportasi di daerah pedesaan, daerah/pulau terpencil, dan daerah transmigrasi, yang diharapkan akan meningkatkan aktifitas perekonomian wilayah-wilayah tersebut.<br />3. selain membangun berbagai infrastruktur trasnportasi, pemerintah kiranya perlu untuk selalu menyediakan transportasi yang murah dan terjangkau bagi masyarakat di daerah terpencil/pinffiran, misalnya dengan kebijakan-kabijakan untuk menurunkan harga BBM, memberikan subsidi, melakukan pengawasan ketat terhadap tata niaga dan distribusinya dan sebagainya.<br />4. dalam hal peningkatan kualitas pelayanan transportas, pemerintah wajib menerapkan kebijakan-kebijakan regulasi dan manajemen transportasi yang efektif, serta melakukan pengawasan-pengawasan ketat terhadap pengoperasia kebijakan-kebijakan tersebut untuk meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh perusahan atau organisasi penyelenggara transportasi.<br />5. hal terakhir yang paling penting dari pembanaunan sarana/prasaranatransportasi adalah pembangunan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia di bidang transportasi. Selain itu, diperlukan peran serta segenap pengguna transportasi untuk memelihara sarana dan prasarana transportasi, serta turut mematuhi berbagai peraturan keselamatan yang ada utuk mengurangi terjadi kecelakaan.manajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-54084848955692018102010-02-11T07:25:00.000-08:002010-02-11T07:27:52.122-08:00TUGAS MANDIRI DAN TUGAS REMEDIALTUGAS MANDIRI<br /><br /><br /> MUTU PELAYANAN JASA PENERBANGAN<br /><br /><br />Produk jasa penerbanagn dibagi menajdi 2 yaitu :<br />1. Yang berkaitan dengan pesawat <br />2. Yang berkaitan dengan pelayanan<br /><br />Pesawat<br />a. Konfigurasi kabin<br />Penentuan konfigurasi atatu tata letak kabin merupakan hal yg erat kaitanya dengan tipe pesawat. Dalam hal ini maskapai di tuntut untuk mengoperasikan tipe dan jumlah pesawat yg benar- benar sesuai dengan kebutuhan pelanggan untuk meningkatkan efesien, suatu maskapai akan memilih pesawat dengan konfigurasi kabin yg memungkinkan.<br />b. Frekuensi dan jadwal<br />Frekuensi merupakan factor yg cukup penting dalam suatu operasi penerbangan. Kebutuhan mendasar dari pelanggan jasa penerbangan adalh frekuensi penerbangan yang tinggi dengan jadwal yang sesuai dengan kebutuhan<br />c. Kemudahan Pemesanan Tempat Duduk<br />Penumpang pada dasarnya menghendaki adanya kemudahan mendapat tempat duduk dari suatu penerbangan yang dipilih, pada waktu dan kelas yang diinginkan. Dan kemudahan penumpang untuk reservasi tiket, tempat duduk, jadwal keberangkatan dan lain- lain<br />d. Ketepatan Waktu<br />Ketepatan sampai ditempat tujuan merupakan prioritas utama segmen ini. <br /><br /><br />Pelayanan<br /> Pelayanan terhadap pelanggan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan dimaksudkan agar pelanggan merasa puas pada saat melakukan perjalananya. Kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat vital bagi maskapai penerbangan karena besar pengaruhnya terhadap Market Share dan load Factor. Pelayanan yang baik membuat pelanggan merasa puas, sehingga timbul loyalitas yang tinggi, dan kemunkinan besar akan menarik pelanggan lain yang potensial, dan pada giliranya dapat meningkatkan market share. Berikut dalah beberapa jenis pekayanan yang diberikan oleh maskapai penerbangan:<br />a. Pelayanan di tempat penjualan<br />Pelayanan di tempat penjualan tiket mempunyai peranan yang cukup penting mengingat penumpang tidak membeli barang yang bisa disentuh melainkan membeli tiket dengan mengharapkan kepusan terhadap pelayanan. Perencanaan pelayana di tempat penjualan tiket memerlukan tiga kebijakan yang berbeda :<br />1. Pen yediaan fasilitas bagi penumpang yang melakukan transaksi langsung dengan masakapai penerbangan<br />2. Maskapai penerbangan berjadwal menjual sebagian tiketnya melalui maskapai lain ( Interline )<br />3. Maskapai penerbangan harus memeberikan kesempatan kepada penumpang untuk melakukan transaksi dengan agen penjulan. Maskapai penerbangan selayaknya memberikan pembinaan kepada staff agen perjalnan untuk memastikan bahwa agen perjalanan mendapat in formasi yang tepat dan benar tentang produk yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan yang bersangkutan<br />b. Pelayanan di Bandara<br />Pelayanan di bandara meliputi pelayanan sebelum keberangkatan yaitu check-in counter dan ruang tunggu, dan pada saat kedatangan yaitu transfer- desk dan daerah penyerahan bagasi<br />1. Pelayanan check- in<br />Penumpang pada umunya mengaharapkan penanganan check-in yang cepat, ramah, sopan, serta efesien dalam pengalokasian tempat duduk, penangan transfer, dan penanganan bagasi. Untuk memebrikan kemudahan dan kenyamanan kepada penumpang.<br />2. Transfer penumpang bagasi<br />Transfer penumpang bagasi yang akan meneruskan perjalananya pada penerbangan lanjutan memerlukan ketepatan, kecepatan, dan ketelitian. Permasalah yang sering muncul adalh keterlambatn pesawat inbound.<br />3. Ruang Tunggu<br />Maskapai penerbangan berlomba menawarkan kelebihan fasilitas ruang tunggu yang disediakanya, terutama untuk penumpang kelas bisnis dan utama. Interior ruang tunggu yang nyaman, makanan serta minuman Cuma- Cuma yang istimewah, pelayanan superior, dan fasilitas yang lengkap ditawarkan oleh maskapai penerbangan untuk menjaring penumpang.<br />4. Penyerahan bagasi<br />Maskapai penerbangan harus mengusahkan agar bagasi segera dapat diterima saat penumpang tiba ditempat tujuan. Penumpang di kelas utama dan bisnis selayaknya mendapatkan bagasi mereka dalam prioritas pertama<br />c. Pelayanan di udara ( in fligh service )<br />Inflight service merupakan salah satu produk maskapai yang tak kalah pentingnya .<br />Komponen utama dalam inflight service terdiri dari 5 jenis :<br />1. Menu makanan dan minuman<br />Menu makanan dan minuman paling tidak memperhatikan hal- hal seperti tata cara penyajian makanan, rasa, jenis makanan, dan kualitasnya secara keseluruhan.<br />2. Hiburan pada saat penerbangan<br />Hiburan yang biasanya disajikan dikebanyakan maskapai penerbangan adalah berupa music dan video. Keberadaan hibura ini sangat penting artinya, terutama untuk penerbangan jarak jauh<br />3. Awak kabin<br />Keberadaan awak kabin dalam suatu penerbangan sangat penting artinya, baik untuk pelayanan selama penerbangan maupun dalam kaitannya dengan peraturan keselamtan penerbangan. Jumlah awak kabin harus disesuaikan dengan jumlah penumpang yang ada agar mereka mampu membantu penumpang dalam keadaan darurat.<br />4. Interior pesawat<br />Interior pesawat seperti keadaan kabin dan tempat duduk, kebersihan di dalam pesawat, dan kebersihan kamar kecil merupakan hal yang harus benar- benar diperhatikan<br />5. Barang cetakan dan gift away<br />Dalam rangka memenuhi harapan pelanggan dalam pelayanan pesawat, maskapai penerbangan sudah biasa membagikan barang cetakan secara Cuma- Cuma, baik majalah, surat kabar, atau barang cetakan lainnya yang menurut informasi tentang perusahaan.<br /><br /><br /><br />Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Jasa Penerbangan Pt. Garuda Indonesia Airlines Di Bandara Polonia Medan<br /><br /><br />Perkembangan maskapai penerbangan yang dimiliki atau dikelola pihak swasta saat ini, menunjukkan perkembangan yang cukup tinggi, sehingga tingkat persaingan untuk mendapatkan pelanggan semakin sulit. Sejalan dengan hal tersebut akan menjadi tantangan bagi industri maskapai penerbangan yang dimiliki pemerintah (Garuda Indonesia Airlines). Salah satu strategi yang dilakukan pemilik maskapai penerbangan baik pemerintah maupun swasta dalam mempertahankan atau meningkatkan jumlah pelanggan adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas. Dengan kualitas pelayanan yang optimal, diharapkan pihak yang memberikan jasa penerbangan akan mampu memenuhi harapan dari konsumennya, mampu memenangkan persaingan yang pada akhirnya akan memperoleh laba yang maksimal. Rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimana pengaruh kualitas pelayanan (service quality) dilihat dari lima dimensi: tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan Garuda Indonesia Airlines di Bandara Polonia Medan. Sedangan hipotesis penelitian ini yaitu Kualitas pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan PT. Garuda Indonesia Airlines. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan (tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy) secara parsial maupun simultan terhadap tingkat kepuasan pelanggan dan untuk mengetahui pengaruh yang lebih dominan dari kualitas pelayanan (tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy) terhadap tingkat kepuasan pelanggan jasa penerbangan PT.Garuda Indonesia Airlines di Bandara Polonia Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Manajemen Pemasaran yang berhubungan dengan kualitas pelayanan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dan jenis penelitiannya deskriptif kuantitatif. Adapun penelitian ini bersifat eksplanatori. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, mengedarkan daftar pertanyaan terhadap sampel sebanyak 96 responden dan studi dokumentasi. Untuk menguji hipotesis digunakan regresi berganda dengan melakukan uji t dan uji F. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang dilihat dari 5 dimensi: Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan jasa penerbangan PT. Garuda Indonesia Airlines di Bandara Polonia Medan. Variabel yang dominan memiliki pengaruh signifikan adalah reliability. Nilai koefisien determinasi (R Square) diperoleh 54,5%, hal ini berarti bahwa variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat. Sedangkan sisanya sebesar 45,5% dijelaskan oleh variabel bebas lainnya yang tidak dimasukkan dalam modal penelitian ini.<br />PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN MEMBELI JASA PENERBANGAN DOMESTIK PERUSAHAAN PENERBANGAN PT. MERPATI NUSANTARA AIR<br />Berkembangnya industri penerbangan memberikan suatu kesempatan dan tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan. Kesempatan muncul sehubungan dengan meningkatnya permintaan akan jasa penerbangan. Sedangkan yang menjadi tantangannya adalah semakin tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan penerbangan yang telah ada. Setiap perusahaan penerbangan berusaha untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dari hari ke hari. PT. Merpati Nusantara Airlines adalah salah satu perusahaan penerbangan yang berkomitmen untuk mempertahankan kualitas pelayanan kepada konsumen dan pelanggannya, dengan tujuan tetap terjalinnya hubungan baik dimasa depan serta loyalitas pelanggan dapat dipertahankan.<br />Secara teori, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen seperti kualitas produk/jasa, faktor situasional dan faktor emosional.<br />Mengingat pentingnya faktor-faktor tersebut di atas dalam mempengaruhi keberhasilan setiap perusahaan dalam menerapkan strateginya, maka penulis ingin memahami lebih jauh lagi mengenai pengaruh kepuasan konsumen terhadap keputusan pembelian konsumen dengan melakukan studiyang berjudul “PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN MEMBELI JASA PENERBANGAN DOMESTIK PERUSAHAAN PENERBANGAN PT. MERPATI NUSANTARA AIRLINES KOTA BANDUNG”.<br />Dalam penelitian ini ditetapkan masalah yang diteliti yaitu: (1) Bagaimana kepuasan konsumen pada perusahaan penerbangan domestik PT. Merpati Nusantara Airlines. (2) Bagaimana keputusan membeli jasa penerbangan domestik pada perusahaan penerbangan domestik PT. Merpati Nusantara Airlines. (3) Bagaimana pengaruh kepuasan konsumen terhadap pengambilan keputusan pembelian konsumen pada industri penerbangan domestik PT. Merpati Airlines.<br />Penelitian ini bertujuan untuk mengukur korelasi dan pengaruh kepuasan konsumen terhadap keputusan membeli jasa penebangan domestik perusahaan penerbangan PT Merpati Nusantara Airlines kota Bandung. Variabel kepuasan terdiri dari enam dimensi, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, tangible, dan price. Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada 100 responden. Hasil keseluruhan kuesioneryang disebarkan valid. Penelitian ini menggunakan metoda analisis deskriptif sedangkan analisis data menggunakan analisis korelasi, dan regresi.<br />atar Belakang Masalah<br />Mobilitas penduduk Indonesia saat ini terus meningkat. Peningkatan mobilitas penduduk ini berdampak pula terhadap perkembangan industri penerbangan yang ada di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah penumpang pesawat terbang domestik. Data Ditjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan menyebutkan jumlah penumpang penerbangan domestik hingga November 2007 mencapai 36,13 juta orang atau naik 6,23%. Selama tahun 2007, jumlah rute operasi angkutan udara dalam negeri tercatat 195 ruteyang melayani 101 kota di Indonesia dengan jumlah maskapai reguler sebanyak 14 perusahaan. Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal optimis pertumbuhan angkutan udara domestik pada 2008akan mencapai 18%, karena maskapai nasional sudah mengantisipasi lonjakan harga minyak dunia (web.bisnis.com). <br />Berkembangnya industri penerbangan memberikan suatu kesempatan dan tantangan yang baru bagi perusahaan penerbangan. Kesempatan muncul sehubungan dengan meningkatnya permintaan akan jasa penerbangan. Sedangkan yang menjadi tantangannya adalah semakin tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan penerbangan yang telah ada. Setiap perusahaan penerbangan berusaha untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dari hari ke hari. Perusahaan penerbangan terus-menerus melakukan inovasi baik dari segi pelayanan maupun teknologi yang digunakan agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada konsumennya.<br />PT. Merpati Nusantara Airlines adalah salah satu perusahaan penerbangan yang berkomitmen untuk mempertahankan kualitas pelayanan kepada konsumen dan pelanggannya, dengan tujuan tetap terjalinnya hubungan baik dimasa depan serta loyalitas pelanggan dapat dipertahankan. Jenis pelayananyang dilakukan meliputi pelayanan pemesanan tiket pesawat, pelayanan penumpang di bandar udara (check-in, baggage handling), pelayanan pengiriman barang melalui udara (air cargo), dan pelayanan penumpang di dalam pesawat selama penerbangan. Sejak berdirinya perusahaan pada tahun 1962, PT. Merpati NusantaraAirlines berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada penumpang, meskipun tidak mudah untuk dicapai. <br />Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kantor Merpati di bandar udara Husein Sastranegara, terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan pelayanan yang diberikan, baik itu berupa komplain atau teguran langsung yang disampaikan penumpang, maupun pembatalan pemesanan tiket pesawat. Masalah-masalah tersebut di antaranya dikarenakan keterlambatan penerbangan dikarenakan pesawat belum dinyatakan full passanger dengan status ok untuk terbang, keramahan beberapa karyawanyang masih kurang baik, sampai sistem reservasi tiket yang mati. Beberapa masalah dapat diatasi dengan baik sehingga penumpang merasa puas dengan solusi dan jawaban yang diberikan, tetapi ada juga masalah yang tidak dapat diatasi pada waktu itu juga. <br />Perusahaan mengerti bahwa kepuasan konsumen harus diutamakan sehingga dapat memperoleh keuntungan yang diharapkan untuk membiayai kelangsungan operasi perusahaan. Dibawah ini adalah data sementara jumlah penumpang yang menggunakan jasa penerbangan domestik PT. Merpati Airlines Bandung tanggal 01 Januari tahun 2004 – 15 April tahun 2008.<br />Data Jumlah Penumpang<br />PT. Merpati Nusantara Airlines Bandung 01 Januari 2004-15 April 2008<br />Rute Penumpang<br />Dewasa Penumpang Anak Penumpang<br />Bayi<br />Bandung - Palembang 34.730 1.101 1.037<br />Bandung - Batam 4.044 135 152<br />Bandung - Surabaya 57.686 2.041 816<br />Bandung - Surabaya - Denpasar 27.166 667 17<br />Sumber: PT. Merpati Nusantara Airlines Bandung 2008<br />Menurut Tjiptono (2005; 200), strategi kepuasan konsumen menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan melakukan biaya yang tinggi dalam usaha merebut konsumen suatu perusahaan. Dampak kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen dan pembelian ulang berbeda-beda setiap perusahaan. Karena konsumen puas belum berarti mereka puas,akan tetapi konsumen yang puas akan cenderung menjadi konsumen yang loyal. Kepuasan konsumen dipengaruhi dua variabel utama, yaitu Expectations dan Perceived Performance, bila Perceived Performance melebihi Expectations, maka konsumen mendapatkan kepuasan, akhirnyaakan menciptakan loyalitas konsumen <br />Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan adalah mendengar suara konsumen, hal ini berarti perusahaan harus melakukan interaksi dengan konsumen dengan maksud untuk memperoleh umpan balik (feed back) berapa tanggapan konsumen tentang sarana dan prasaranayang berhubungan dengan pelayanan yang diberikan sebagai kontrol dan ukuran keberhasilan. <br />Adapun cara untuk mendapatkan umpan balik disini diantaranya dapat dilakukan dengan penerapan sistem keluhan dan saran atau dengan survei loyalitas pembelian maka keluhan atau ketidakpuasan konsumen tersebut dapat segera diambil dan ditentukan solusiyang terbaik oleh perusahaan. <br />Secara teori, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen seperti kualitas produk/jasa, faktor situasional dan faktor emosional. Selanjutnya, kepuasan yang dibentuk dari faktor-faktor di atas dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen bagi repeater consumer/cotumer. Berdasarkan hal di atas, nampak bahwa ketiga hal tersebut sangat bermanfaat sebagai strategi bagi setiap perusahaan untuk memenangkan persaingan khususnya diindustri penerbangan. <br />Mengingat pentingnya faktor-faktor tersebut di atas dalam mempengaruhi keberhasilan setiap perusahaan dalam menerapkan strateginya, maka penulis ingin memahami lebih jauh lagi mengenai pengaruh kepuasan konsumen terhadap keputusan pembelian konsumen dengan melakukan studiyang berjudul “PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN MEMBELI JASA PENERBANGAN DOMESTIK PERUSAHAAN PENERBANGAN PT. MERPATI NUSANTARA AIRLINES KOTA BANDUNG”. <br />1.8. Identifikasi masalah<br />Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti melakukan batasan permasalahan yang akan menjadi identifikasi masalah ke dalam research question. Batasan permasalahan tersebut yaitu:<br />1. Bagaimana kepuasan konsumen pada perusahaan penerbangan domestik PT. Merpati Nusantara Airlines.<br />2. Bagaimana keputusan membeli jasa penerbangan domestik pada perusahaan penerbangan domestik PT. Merpati Nusantara Airlines.<br />3. Bagaimana pengaruh kepuasan konsumen terhadap pengambilan keputusan pembelian konsumen pada industri penerbangan domestik PT. Merpati Airlines.<br />Batasan masalah dalam penelitian ini difokuskan untuk melakukan penelitian terhadap consumer / costumer yang pernah menggunakan jasa perusahaan penerbangan domestik PT. Merpati Nusantara Airlines.<br />1.3. Tujuan Penelitian<br />Maksud dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepuasan terhadap keputusan membeli jasa penerbangan domestik. Sedangkan tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk:<br />1. Mengetahui kepuasan konsumen pada perusahaan penerbangan domestik PT. Merpati Airlines.<br />2. Mengetahui keputusan membeli jasa penerbangan domestik PT. Merpati Airlines.<br />3. Mengetahui pengaruh kepuasan konsumen terhadap keputusan membeli jasa penerbangan domestik perusahaan penerbangan PT. Merpati Airlines. <br /><br /><br /> TUGAS REMEDIAL<br /><br /><br /><br /><br /><br />ISO 9000 adalah kumpulan standar untuk sistem manajemen mutu (SMM). ISO 9000 yang dirumuskan oleh TC 176 ISO, yaitu organisasi internasional di bidang standarisasi.<br />• adanya satu set prosedur yang mencakup semua proses penting dalam bisnis;<br />• adanya pengawasan dalam proses pembuatan untuk memastikan bahwa sistem menghasilkan produk-produk berkualitas;<br />• tersimpannya data dan arsip penting dengan baik;<br />• adanya pemeriksaan barang-barang yang telah diproduksi untuk mencari unit-unit yang rusak, dengan disertai tindakan perbaikan yang benar apabila dibutuhkan;<br />• secara teratur meninjau keefektifan tiap-tiap proses dan sistem kualitas itu sendiri.<br />Sebuah perusahaan atau organisasi yang telah diaudit dan disertifikasi sebagai perusahaan yang memenuhi syarat-syarat dalam ISO 9001 berhak mencantumkan label "ISO 9001 Certified" atau "ISO 9001 Registered".<br />Sertifikasi terhadap salah satu ISO 9000 standar tidak menjamin kualitas dari barang dan jasa yang dihasilkan. Sertifikasi hanya menyatakan bahwa bisnis proses yang berkualitas dan konsisten dilaksanakan di perusahaan atau organisasi tersebut.<br />Walaupan standar-standar ini pada mulanya untuk pabrik-pabrik, saat ini mereka telah diaplikasikan ke berbagai perusahaan dan organisasi, termasuk perguruan tinggi dan universitas.<br /><br /><br /><br />Contohnya saja:<br />Garuda Medical Center (GMC) / Garuda Sentra Medika (GSM)<br />Merupakan penyedia jasa layanan kesehatan yang telah berpengalaman selama 50 tahun dalam bidang layanan kesehatan, dengan mengutamakan profesionalisme dan kepuasan pelanggan.<br />Tadinya Garuda Medical Centre merupakan salah satu divisi dari Garuda Indonesia yang bernama Pusat Kesehatan dan Layanan Medis. Pada tahun 1998, bentuk ini diubah menjadi business unit tersendiri yang berada dibawah satu direktorat yaitu Direktorat SBU, sehingga sebutan dinas pelayanan kini berubah menjadi SBU Garuda Sentra Medika.<br />Menyediakan dua macam layanan kesehatan yaitu GSM Healthcare (Program layanan Kesehatan) seperti layanan dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, laboratorium dan UGD. Layananyang lain adalah GSM Medicare (Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan).<br />Perolehan sertifikat ISO 9001:2000 adalah bukti dari komitmen GSM terhadap mutu pelayanan.<br /><br /><br /><br />NAMA : AFINI<br />NIM : 223108051<br />JURUSAN : D3 MTUmanajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2834884504368475501.post-60325806245110076832010-02-11T06:45:00.000-08:002010-02-11T07:10:00.576-08:00TUGAS MANDIRI<br /><br />TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN <br /><br />Kita berharap tahun 2010 merupakan tahun yang aman bagi dunia penerbangan. Penerapan Program Keselamatan Penerbangan di Indonesia tertuang dalam Program Keselamatan Penerbangan Nasional yang memiliki beberapa elemen sebagai berikut:<br />• Kebijakan dan tanggung jawab Indonesia dalam penerbangan<br />• Pendekatan Ditjen Hubud mengenai Manajemen Risiko<br />• Pendekatan Ditjen Hubud mengenai Asuransi Keselamatan<br />• Pendekatan Ditjen Hubud mengenai Promosi Keselamatan<br />Pada edisi no 15 yang lalu, kebutuhan serta rancangan dari Kebijakan Keselamatan Penerbangan Nasional telah kita diskusikan. Edisi kali ini kita akan melengkapi pembahasan pada elemen pertama dari Program Keselamatan Penerbangan Nasional; mengenai Tanggung Jawab Keselamatan.<br />Seperti disebutkan dalam kebijakan keselamatan penerbangan nasional, keselamatan merupakan tanggung jawab bersama semua orang dan organisasi di dalam industri penerbangan. Setiap orang dan organisasi yang terlibat atau mendukung industri penerbangan mempunyai tanggung jawab spesifik yang harus dilaksanakan untuk mencapai level yang bisa diterima dalam keselamatan penerbangan nasional.<br />Selagi Ditjen Hubud fokus untuk menentukan standar keselamatan, di sisi lain penerapan dan kontrol kualitas terhadap standar keselamatan tersebut bersama-sama harus dilakukan oleh setiap operator.<br />Program Keselamatan Penerbangan Nasional menjelaskan tanggung jawab keselamatan penerbangan yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh Kementerian Perhubungan, maskapai penerbangan, bandar udara, penyedia jasa ATC, MET, SAR, organisasi perawatan, organisasi pelatihan dan organisasi produsen. Tanggung jawab secara spesifik untuk setiap lembaga akan dijelaskan di dalam tata susunan Safety Management System (SMS).<br />Dalam mengembangkan SMS-nya, sebuah organisasi tidak dapat hanya mendelegasikan tanggung jawab untuk menerapkan standar keselamatan kepada departemen atau orang tertentu saja dan percaya mereka dapat menerapkan dengan tepat persyaratan dalam SMS. Setiap organisasi perlu memahami bahwa keselamatan merupakan proses manajemen dan harus didukung oleh sumber daya dalam arti tinjauan manajemen, tenaga kerja, serta anggaran dana. Yang terpenting, pada penyedia layanan penerbangan, keselamatan harus menjadi tanggung jawab level Direksi untuk mengkaji secara rutin prioritas dan kinerja keselamatan, mendukung penerapan open reporting system dan memastikan tersedianya alokasi sumber daya bagi keselamatan.<br /><br />Setiap individu yang bekerja dalam dunia penerbangan mempunyai tanggung jawab untuk menunaikan tugasnya sesuai dengan kebijakan dan prosedur organisasi yang telah ditetapkan. Sebagai tambahan, jika memungkinkan, setiap individu harus melaksanakan tanggung jawab yang berkaitan dengan tugasnya atau lisensi yang dimiliki.<br />Terlepas dari tugas mereka, setiap orang yang bekerja pada dunia penerbangan juga bertanggung jawab untuk melaporkan insiden keselamatan, potensi risiko atau hazard agar menjadi perhatian manajemen. Laporan, analisa serta tindakan terhadap risiko, insiden dan hazard merupakan tanggung jawab penting yang harus diemban oleh semua orang yang bekerja dalam dunia penerbangan.<br />Tanggung jawab keselamatan tidak dapat diwakilkan oleh orang lain dan akan tetap menjadi tanggung jawab bersama yang memerlukan waktu, tenaga serta dana agar dapat dilaksanakan dengan tepat.<br /><br /><br />2.Tanggung Jawab Perdata Maskapai Penerbangan Terhadap Pesawat Tidak Layak Terbang Yang Berpotensi Menimbulkan Resiko Kecelakaan Terhadap Penumpang<br /><br />Seiring perkembangan jaman, pengguna jasa angkutan penerbangan semakin meningkat. Peningkatan tersebut juga seharusnya diikuti dengan peningkatan kualitas keselamatan, pelayanan, maupun keamanan penerbangan. Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara (DSKU) di Bawah Direktorat Jendral Perhubungan Udara, merupakan pihak yang berperan utama dalam mengeluarkan Sertifikat Kelaikan Udara. Tahun 2007 tercatat tidak kurang dari 23 kecelakaan penerbangan yang terjadi. Jika terjadi kecelakaan, maka diterapkan prinsip tanggung jawab mutlak terhadap maskapai penerbangan. Sehingga beban pembuktian ada pada maskapai penerbangan. Hubungan hukum antara DSKU dengan perusahaan penerbangan hanya terbatas pada saat DSKU sudah melakukan certified terhadap pesawat tersebut. Selama DSKU belum mengeluarkan surat kelaikan untuk terbang dan pesawat tersebut tetap<br />melakukan penerbangan, maka hal itu adalah diluar tanggung jawab dari DSKU. Sebaliknya, apabila DSKU telah menyatakan bahwa pesawat laik untuk terbang, kemudian terjadi suatu kecelakaan padahal terdapat komponenkomponen dalam pesawat tersebut yang ditemukan merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan, maka DSKU dapat dimintai tanggung jawabnya karena dianggap lalai dalam melakukan tugasnya serta menyebabkan kecelakaan yang sangat fatal terhadap penumpang. Jika terbukti bahwa bahwa sebuah maskapai penerbangan menerbangkan sebuah pesawat yang belum atau tidak lulus untuk mendapatkan CoA dan ternyata terjadi kecelakaan, maka maskapai penerbangan tersebut bertanggung jawab secara penuh terhadap kecelakaan yang terjadi. Kecuali jika maskapai penerbangan tersebut dapat membuktikan sebaliknya.<br /><br /><br />3.TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG ATAS RISIKO KECELAKAAN YANG MUNGKIN TIMBUL DALAM PENERBANGAN<br /><br />Dalam era globalisasi sekarang ini transportasi udara merupakan sarana yang mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam menunjang dan memperlancar mobilitas manusia untuk melakukan segala aktivitasnya. Hal ini dikarenakan angkutan udara merupakan salah satu alat transportasi yang cepat dan ekonomis. Perusahaan penerbangan yang berperan sebagai pengangkut udara mempunyai tanggung-jawab di dalam menjamin keselamatan penumpang yang diangkutnya, terutama yang berkaitan dengan risiko kecelakaan yang mungkin timbul dalam penerbangan. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimanan perlindungan dan kepastian hukum pada pengangkutan udara di Indonesia, khususnya mengenai pelaksanaan tanggung-jawab perusahaan penerbangan terhadap penumpang atas risiko kecelakaan yang mungkin timbul dalam penerbangan. Penelitian dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa PT. Pelita Air Service yang berperan sebagai pengangkut udara bertanggung-jawab terhadap penumpangnya dengan memegang prinsip-prinsip yang terdapat di dalam UU No.15 Tahun 1992 Juncto PP No.40 Tahun 1995. Peranan pihak perusahaan asuransi pada PT. Pelita Air Service sangatlah penting, hal ini mengingat risiko yang ditanggung oleh pengangkut sangatlah besar, khususnya mengenai risiko kecelakaan pesawat udara, sehingga tanggung-jawab PT. Pelita Air Service dialihkan kepada perusahaan asuransi. Kesimpulannya adalah PT. Pelita Air Service sebagai salah satu perusahaan penerbangan yang masih beroperasi sampai saat ini sudah melakukan dengan baik tanggung-jawabnya dalam melindungi penumpang dari risiko kecelakaan yang mungkin timbul dalam penerbangan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku di Indonesia.<br /><br /><br /><br /> TUGAS REMEDIAL<br /><br />4. Pengaruh Implementasi ISO 9001:2000 terhadap Aspek-Aspek Dalam Aplikasi Sistem Manajemen Mutu dan Faktor-Faktor Performansi Perusahaan<br />Dalam persaingan pasar global, perusahaan yang sukses dan mampu bertahan pasti memiliki program mengenai mutu, karena melalui program mutu yang baik dapat menurunkan biaya dan meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan. Belakangan ini semakin banyak perusahaan yang menerapkan strategi untuk memperbaiki sistem manajemen mutu untuk meningkatkan performansi perusahaan. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan implementasi standar ISO 9001 yang dikeluarkan oleh IOS (The International Organization for Standardization). Standar ISO 9001 bukan merupakan standar produk, melainkan standar sistem manajemen mutu. Tetapi, tidak semua perusahaan dapat merasakan manfaat dari implementasi ISO 9001 sebagi standar sistem manajemen mutunya. <br />Dalam penelitian tugas akhir ini akan diuji pengaruh implementasi ISO 9001:2000 terhadap aspek−aspek dalam aplikasi sistem manajemen mutu dan faktor−faktor performansi perusahaan. Serta dilakukan analisa korelasi aspek−aspek aplikasi sistem manajemen mutu terhadap faktor−faktor performansi perusahaan. Selain itu untuk lebih lanjutnya akan diidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan aplikasi sistem manajemen mutu di perusahaan dalam kaitannya dengan implementasi ISO 9001:2000. Penelitian dilakukan pada 11 perusahaan manufaktur yang telah mengimplementasikan ISO 9001:2000 dan mendapatkan setifikatnya yang berlokasi di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang dan Serang. Penelitian dilakukan pada perusahaan−perusahaan yang mendapatkan sertifikasi ISO dari lembaga sertifikasi SAI (Standard Australia International) Global Indonesia. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner, karena responden yang dipilih adalah perwakian manajemen mutu (Quality Management Representative / QMR) ISO 9001 dari masing−masing perusahaan, maka pemilihan kata dan istilah yang digunkan disesuaikan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang sistem manajemen mutu. Penilaian tentang aplikasi sistem manajemen mutu dan performansi perusahaan berdasarkan kepada persepsi responden. Penilaian secara umum tentang kesesuaian sistem manajemen mutu perusahaan dengan standar ISO 9001 berdasarkan wawancara dengan auditor eksternal ISO 9001, dan data serta keterangan yang di dapat sebatas data atau keterangan yang tidak bersifat kerahasian (confidential) bagi perusahaan. Pengolahan data menggunakan uji hipotesis dan uji korelasi. <br />Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini antara lain ; implementasi ISO 9001 memberikan pengaruh yang positif terhadap ke 10 aspek-aspek aplikasi sistem manajemen mutu, mplementasi ISO 9001 memberikan pengaruh yang positif terhadap beberapa variabel dalam faktor performansi perusahan, terdapat pengaruh yang signifikan dalam hubungan antara aspek-aspek aplikasi sistem manajemen mutu dan faktor-faktor performansi perusahaan, dari 10 aspek tersebut, terdapat beberapa aspek yang pengaruhnya kuat terhadap performansi perusahaan. aspek-aspek aplikasi sistem manajemen mutu inilah yang sebaiknya diprioritaskan oleh perusahaan untuk meningkatkan performansi perusahaan. Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan aplikasi sistem manajemen mutu di perusahaan dalam kaitannya dengan implementasi ISO 9001:2000 adalah kekonsistensian pihak perrusahaan untuk terus berpegang dan melaksanakan 8 prinsip manajemen mutu, yaitu : Fokus pada pembeli, kepemimpinan, keikutsertaan semua kalangan/orang-orang, pendekatan pada proses, pendekatan sistem kepada manajemen, pengembangan yang berkesinambungan, pendekatan yang berdasarkan fakta untuk pengambilan keputusan, hubungan yang saling menguntungkan dengan supplier.Implementasi ISO 9001 di perusahaan bukan merupakan perbaikan yang cepat (quick fix) tetapi membutuhkan waktu yang relatif panjang agar dapat dirasakan manfaat dari implementasi ISO 9001:2000. <br /><br /><br /><br />NAMA : FAUZI HAKIMIL ADLI<br />NIM : 223108061<br />JURUSAN ; D3 MTUmanajemen mutuhttp://www.blogger.com/profile/17837339921097557965noreply@blogger.com0